Naskah drama ini merupakan salah satu karya : Arifin C. Noer
Para Tokoh:
Nenek
Kakek
Pesuruh
Janda, Nyonya Wenas
Arba, Sopir
Novia
Nita
Meli
Feri
SANDIWARA INI DIMULAI DENGAN MENG-EXPOSE LEBIH DULU:
1. POTRET KAKEK DAN NENEK KETIKA PACARAN
2. POTRET KAKEK DAN NENEK KETIKA KAWIN
3. POTRET KAKEK DAN NENEK DENGAN ANAK-ANAK
4. POTRET KELUARGA BESAR
5. POTRET KAKEK TUA
6. POTRET NENEK TUA
7. MAIN TITLE ETC-ETC
Kakek dan Nenek duduk berhadapan.
Beberapa saat mereka saling memandang, Beberapa saat mereka saling tersenyum. Suatu saat mereka sama-sama menuju ke sofa, duduk berdampingan, seperti sepasang pemuda dan pemudi. Setelah mereka ketawa kembali mereka duduk berhadapan. Lalu beberapa saat saling memandang, tersenyum, lalu ke sofa lagi duduk berdampingan, seperti pepasang pengantin, malu-malu dan sebagainya, demikian seterusnya..
TIGA
Kakek Sekarang kau nyanyi.
Nenek (menggeleng sambil tersenyum manja)
Kakek Seperti dulu.
Nenek (menggeleng sambil tersenyum manja)
Kakek Nyanyi seperti dulu.
Nenek (Malu)
Kakek Sejak dulu kau selalu begitu.
Nenek Habis kaupun selalu mengejek setiap kali saya menyanyi.
Kakek Sekarang tidak, sejak sekarang saya tidak akan pernah mengejek kau lagi.
Nenek Saya tidak mau menyanyi.
Kakek Kapanpun?
Nenek Kapanpun.
Kakek Juga untuk saya.
Nenek Juga untuk kau.
Kakek Sama sekali?
Nenek Sama sekali.
Kakek Kau kejam. Saya sangat sedih. Saya mati tanpa lebih dulu mendengar kau
Para Tokoh:
Nenek
Kakek
Pesuruh
Janda, Nyonya Wenas
Arba, Sopir
Novia
Nita
Meli
Feri
SANDIWARA INI DIMULAI DENGAN MENG-EXPOSE LEBIH DULU:
1. POTRET KAKEK DAN NENEK KETIKA PACARAN
2. POTRET KAKEK DAN NENEK KETIKA KAWIN
3. POTRET KAKEK DAN NENEK DENGAN ANAK-ANAK
4. POTRET KELUARGA BESAR
5. POTRET KAKEK TUA
6. POTRET NENEK TUA
7. MAIN TITLE ETC-ETC
Kakek dan Nenek duduk berhadapan.
Beberapa saat mereka saling memandang, Beberapa saat mereka saling tersenyum. Suatu saat mereka sama-sama menuju ke sofa, duduk berdampingan, seperti sepasang pemuda dan pemudi. Setelah mereka ketawa kembali mereka duduk berhadapan. Lalu beberapa saat saling memandang, tersenyum, lalu ke sofa lagi duduk berdampingan, seperti pepasang pengantin, malu-malu dan sebagainya, demikian seterusnya..
TIGA
Kakek Sekarang kau nyanyi.
Nenek (menggeleng sambil tersenyum manja)
Kakek Seperti dulu.
Nenek (menggeleng sambil tersenyum manja)
Kakek Nyanyi seperti dulu.
Nenek (Malu)
Kakek Sejak dulu kau selalu begitu.
Nenek Habis kaupun selalu mengejek setiap kali saya menyanyi.
Kakek Sekarang tidak, sejak sekarang saya tidak akan pernah mengejek kau lagi.
Nenek Saya tidak mau menyanyi.
Kakek Kapanpun?
Nenek Kapanpun.
Kakek Juga untuk saya.
Nenek Juga untuk kau.
Kakek Sama sekali?
Nenek Sama sekali.
Kakek Kau kejam. Saya sangat sedih. Saya mati tanpa lebih dulu mendengar kau
menyanyi.
Nenek Sayang,
kenapa kau berfikir kesana? Itu sangat tidak baik, lagi tidak ada gunanya.
Sayang , berhenti kau berfikir tentang hal itu.
Kakek Mati saya tidak bahagia karena kau tidak maumenyanyi. Ini memang
salah saya.
Tetapi kalau
sejak dulu kau cukup mengerti bahwa saya memang sangat memainkan kau, tentu kau
bisa memaafkan segala macam ejekan-ejekan saya. Tuhan, saya kira saya akan
menghembuskan nafas saya yang terakhir tatkala kau sedang menyanyikan sebuah
lagu ditelinga saya.
Nenek Sayang
saya mohon berhentilah kau berfikir mengenai hal itu. Demi segala-galanya
berhentilah. Tersenyumlah lagi seperti biasanya.
Kakek Saya akan tersenyum kalau kau mau mengucapkan janji.
Nenek Tentu, tentu.
Kakek Kau mau menyanyi.
Nenek Tentu, sayang, tentu.
Kakek Kapan?
Nenek Suatu ketika.
Kakek Sebelum saya mati?
Nenek Ya, sayang, ya, sayang.
Kakek Sekarang.
Nenek Tentu, tentu.
Kakek Kau mau menyanyi.
Nenek Tentu, sayang, tentu.
Kakek Kapan?
Nenek Suatu ketika.
Kakek Sebelum saya mati?
Nenek Ya, sayang, ya, sayang.
Kakek Sekarang.
Nenek Tidak
mungkin, sayang, kau tahu saya sedikit flu karena pesta beberapa hari yang
lalu?
Kakek (Tertawa) U, saya baru
ingat sekarang.
Nenek Selalu kau begitu. Selalu kau tak pernah ambil pusing setiap kali saya sakit.
Kakek Kau melebih-lebihkan.
Nenek Tapi acap kali kau begitu. Kalau saya batuk baru setelah satu minggu kau tahu.
Nenek Selalu kau begitu. Selalu kau tak pernah ambil pusing setiap kali saya sakit.
Kakek Kau melebih-lebihkan.
Nenek Tapi acap kali kau begitu. Kalau saya batuk baru setelah satu minggu kau tahu.
Kakek Ya, saya akui saya acap kali terlalu asyik dengan
diri sendiri. Saya akui. Saya minta dimaafkan supaya sorga saya tidak tertutup,
supaya kubur saya…….
Nenek Sayang, saya tidak mau
memberi maaf kalau kau tidak mau juga berhenti menyebut-nyebut soal kematian.
Kakek Maaf, tidak lagi.
Nenek Sekarang saya akan memaafkan kau dengan satu syarat.
Kakek Apa?
Nenek Kau harus menyanyi.
Kakek (menggelengkan kepalanya)
Nenek Kalu begitu, kau tak saya maafkan.
Kakek Dan sorga saya…?
Nenek Mungkin, tertutup.
Kakek Baik, saya akan menyanyi. Tapi separo. Kalau terlalu lama nanti saya batuk.
Nenek Tidak. Satu lagu.
Kakek Nanti batuk.
Nenek Sekarang saya akan memaafkan kau dengan satu syarat.
Kakek Apa?
Nenek Kau harus menyanyi.
Kakek (menggelengkan kepalanya)
Nenek Kalu begitu, kau tak saya maafkan.
Kakek Dan sorga saya…?
Nenek Mungkin, tertutup.
Kakek Baik, saya akan menyanyi. Tapi separo. Kalau terlalu lama nanti saya batuk.
Nenek Tidak. Satu lagu.
Kakek Nanti batuk.
Nenek Setiap
kali kau bilang begitu, padahal kau memang pintar menyanyi. Dan kau selalu
menghabiskan sebuah lagu dengan sempurna tanpa batuk.
Kakek Satu lagu?
Nenek Ayolah,
sayang. Penonton sudah tidak sabar lagi menunggu sang penyanyi.
(Kemudian Kakek menyanyi du tiga baris dari no other love stand – chen Schubert atau lainnya dan selebihnya play back. Begitu lagu berakhir Nenek bertepuk tangan dengan semangat.)
(Kemudian Kakek menyanyi du tiga baris dari no other love stand – chen Schubert atau lainnya dan selebihnya play back. Begitu lagu berakhir Nenek bertepuk tangan dengan semangat.)
Nenek Suara kau
tidak pernah berubah.
Kakek Mana album
kesatu? Saya ingin melihat gambar saya ketika saya menyanyi di depan umum
dimana kau juga ikut mendengarkan. Kau ingat kapan itu.
Nenek Ketika itu
kau baru saja lulus propaedus. Kau sombong betul ketika itu.
Kakek Kau juga. Sepicingpun kau tak pernah membalas pandang saya.
Nenek Habis pandangan kau nakal.
Kakek Habis kau juga suka mencuri pandang.
Nenek Kau sudah terlalu pintar berciuman ketika pertama kali kau mencium saya.
Kakek Kau juga. Sepicingpun kau tak pernah membalas pandang saya.
Nenek Habis pandangan kau nakal.
Kakek Habis kau juga suka mencuri pandang.
Nenek Kau sudah terlalu pintar berciuman ketika pertama kali kau mencium saya.
Kakek Saya memang pintar berkhayal. Setiap kali saya
menonton saya selalu mengkhayalkan adegan ciuman secara amat terperinci.
EMPAT
Pesuruh Ada tamu, nyonya besar.
Nenek Siapa?
Pesuruh Nyonya Wenas, nyonya.
Pesuruh Ada tamu, nyonya besar.
Nenek Siapa?
Pesuruh Nyonya Wenas, nyonya.
Nenek (Melirik pada Kakek ) Nyonya janda itu (kepada
pesuruh) Sebentar saya ke depan.
Pesuruh exit.
Nenek Kau surati
dia?
Kakek Tidak.
Nenek Kau bohong. Bagaimana dia bisa tahu tentang pesta kita?
Kakek Saya tidak tahu.
Nenek Kau bohong (Exit) Demam saya mulai kambuh.
LIMA
Kakek Seharusnya dia tidak perlu datang kemari.
Kakek Tidak.
Nenek Kau bohong. Bagaimana dia bisa tahu tentang pesta kita?
Kakek Saya tidak tahu.
Nenek Kau bohong (Exit) Demam saya mulai kambuh.
LIMA
Kakek Seharusnya dia tidak perlu datang kemari.
\ Kemudian Kakek mondar-mandir sambil
bersungut-sungut.
Kakek Saya takut dia betul-betul demam karena kedatangan
janda itu. Ah. Lebih baik saya menyingkir ke ruang baca. (Exit)
ENAM
Nenek Kami
sangat berharap sekali nyonya hadir kemarin. Suami saya juga heran kenapa
nyonya tidak datang kemudian.
Janda Kami
sakit.
Nenek Kami? Maksud nyonya….
Nenek Kami? Maksud nyonya….
Janda Ya, saya
dan anjing saya sakit. Setiap kali saya sakit anjing saya juga ikut sakit. Saya
agak senang karena sekarang saya agak sembuh, tetapi Bison agak parah sakitnya.
Nenek Kasihan. Sayang. (Heran suaminya tidak ada). Dimana kau?
Dia tadi disini. Sebentar, nyonya (beseru)
Onda, dimana kau? (Exit)
TUJUH
Sambil
mengamati ruangan tengah itu nyonya Wenas membenahi dirinya.
Janda Terlaknat
saya, kenapa saya jadi gemetar?
DELAPAN
Pesuruh muncul membawa minuman, ketika pesuruh itu akan pergi,
Janda Nanti
dulu.
Pesuruh Ya, nyonya.
Janda Siapa yang memilih minuman ini?
Pesuruh Saya sendiri, nyonya, kenapa?
Janda Ini memang kesukaan saya.
Pesuruh Menyenangkan sekali. silahkan minum, nyonya.
Janda (Minum) Segar bukan main. Bagaimana kau tahu saya suka minuman ini?
Pesuruh Ya, nyonya.
Janda Siapa yang memilih minuman ini?
Pesuruh Saya sendiri, nyonya, kenapa?
Janda Ini memang kesukaan saya.
Pesuruh Menyenangkan sekali. silahkan minum, nyonya.
Janda (Minum) Segar bukan main. Bagaimana kau tahu saya suka minuman ini?
Pesuruh Tuan besar
sering menceritakan perihal nyonya kepada saya. Dan ketika saya tahu nyonya
datang, segera saya buatkan minuman itu. Selamat minum nyonya.
Janda Nanti dulu.
Pesuruh Ya, nyonya?
Janda Tuan besar masih suka…
Pesuruh Menyirami kaktus?
Janda Ya?
Pesuruh Ya, nyonya?
Janda Tuan besar masih suka…
Pesuruh Menyirami kaktus?
Janda Ya?
Pesuruh Tidak, nonya,
tapi tuan besar menyirami seluruh bunga sekarang, setiap pagi dan sore. Memang
tengah malam seringkali diam-diam ia menyirami kaktus yang ditaruh di dalam
kakus. Maaf nyonya, saya harus ke dalam.
SEMBILAN
Nenek Selamat datan, nyonya.
Janda Selamat atas….
Kakek Terima kasih. Maaf , nyonya Tampubolon?
Nenek Kau pelupa benar.
Kakek Siapa bilang, Nyonya pasti nyonya Mangandaralam.
Nenek Sayang, ini nyonya Wenas.
Kakek Ya, saya maksud nyonya Wnas. Apa kabar suami nyonya?
Nenek Maaf, Nyonya. Sayang, tuan Wenas telah meninggal sebelas tahun yang lalu.
Kakek Maafkan kau benar sayang. Daya ingat saya jelek sekali. maafkan nyonya.
Janda Tidak apa.
Nenek (Berseru) Joni.!
Pesuruh Ya, nyonya.
Nenek Bawa minuman ini ke dalam.
Pesuruh membawa minuman tadi ke dalam.
Kakek Baik-baik nyonya?
Janda Berkat doa tuan dan nyonya. Tuan sendiri?
Kakek Berkat doa nyonya.
Nenek Nyonya suka minum jeruk?
Janda Minuman apa saja saya suka. Tapi es susu saya paling uka.
Kakek Saya sendiritidak begitu, tapi……..
Nenek Kita berdua minum jeruk saja. Kita flue (Berseru) Joni!
Pesuruh Ya, nyonya.
Nenek Bikin es susu dan dua gelas jeruk panas.
Pesuruh Dua es susu dan satu gelas jeruk panas, maksud nyonya?
Nenek Dua es jeruk satu susu panas.
Kakek Bagaimana anak-anak nyonya?
Janda Berkat doa tuan dan nyonya. Tuan sendiri?
Kakek Berkat doa nyonya.
Nenek Nyonya suka minum jeruk?
Janda Minuman apa saja saya suka. Tapi es susu saya paling uka.
Kakek Saya sendiritidak begitu, tapi……..
Nenek Kita berdua minum jeruk saja. Kita flue (Berseru) Joni!
Pesuruh Ya, nyonya.
Nenek Bikin es susu dan dua gelas jeruk panas.
Pesuruh Dua es susu dan satu gelas jeruk panas, maksud nyonya?
Nenek Dua es jeruk satu susu panas.
Kakek Bagaimana anak-anak nyonya?
Nenek Sayang,
Nyonya dan tuan Wenas tidak diberkahi putera. Kenapa kau bertanya begitu?
Kakek Maaf, saya lupa. Maksud saya apa tujuan nyonya datang kemari?
Nenek Maafkan
suami saya, Nyonya. Kadangkala dia amat kaar, tapi sebenarnya dia lelaki yang
amat lembut.
Janda Betul, nyonya. Onda
adalah lelaki yang amat lembut, malah sangat amat lembut. Onda selalu cermat
dalam memilih kata-kata dan juga saya kira ia tidak pernah memakai tanda seru
selama hidupnya.
Kakek Kita minum apa? Nyonya
suka….
Nenek Onda, kita
baru saja memesan minuman (menyeret) Tingkahmu berlebihan sehingga memuakkan.
Kakek Kausendiri
yang menyuruh agar saya berlaku pura-pura tidak kenal kepada nyonya itu.
Nenek Ya, tapi kau berlebihan.
Kau kurang wajar.
Kakek Susah. Kalau saya wajar kau marah. Kalau saya
berlebihan kau juga marah. Kalau saya jumput di perpustakaan kau juga marah.
Saya tidak tahu bagaimana supaya kau tidak marah dan saya tidak mau marah agar
kau tidak marah.
Nenek Pendeknya
berlakulah sedikit agak sopan.
Kakek Saya coba.
Kakek Saya coba.
Nenek Kendorkan
urat wajahmu.
Sementara itu pesuruh telah menyajikan minuman di atas meja dan baru saja akan melangkah pergi.
Sementara itu pesuruh telah menyajikan minuman di atas meja dan baru saja akan melangkah pergi.
Kakek Udara sangat baik
akhir-akhir ini, di rumah nyonya sering turun hujan?
Janda Ya, terutama belakangan ini.
Nenek Memang musim hujan.
JAnda Dan terutama kalau sore.
Kakek Seperti di rumah kita, tidak begitu, sayang?
Janda Ya, terutama belakangan ini.
Nenek Memang musim hujan.
JAnda Dan terutama kalau sore.
Kakek Seperti di rumah kita, tidak begitu, sayang?
Nenek Tentu
saja. Kalau di rumah nyonya Wenas jatuh hujan di rumah kitapun turun hujan,
sebab nyonya dan kita satu kota, bahkan satu wilayah kecamatan.
Kakek memang satu kota, satu kecamatan. Tidak begitu nyonya eh, siapa? O
ya nyonya Wenas? Tidak begitu?
Janda Ya, kita
satu kota.
Kakek Mari kita minum, satu kota mari.
Nenek Silahkan, nyonya.
Kakek (Setelah minum) Alangkah hangat es jeruk ini.
Nenek Ya, silahkan, nyonya. Nyonya tidak suka?
Janda (Menjerit) Alangkah sejuknya. Terima kasih.
Kakek Sejak kapan nyonya suka es susu yang panas?
Janda Sejak, sejak kemarin. Ya, kemarin.
Kakek Kami sendiri menyukai wedang jeruk yang sejuk baru saja. Tidak begitu sayang?
Nenek Ya.
Kakek Mari kita minum, satu kota mari.
Nenek Silahkan, nyonya.
Kakek (Setelah minum) Alangkah hangat es jeruk ini.
Nenek Ya, silahkan, nyonya. Nyonya tidak suka?
Janda (Menjerit) Alangkah sejuknya. Terima kasih.
Kakek Sejak kapan nyonya suka es susu yang panas?
Janda Sejak, sejak kemarin. Ya, kemarin.
Kakek Kami sendiri menyukai wedang jeruk yang sejuk baru saja. Tidak begitu sayang?
Nenek Ya.
Janda Terus
terang saya sangat kagum pada nyonya. Saya tidak pernah melihat nyonya
bertambah tua.
Nenek Nyonya
berlebihan.
Janda Saya sungguh-sungguh, nyonya.
Nenek Kalau begitu saypun berterus terang. Nyonya semakin tua semakin cantik.
Janda Saya sungguh-sungguh, nyonya.
Nenek Kalau begitu saypun berterus terang. Nyonya semakin tua semakin cantik.
Kakek Memang
(Nenek melotot). Maksud saya, maksud saya ketuaan itu hanya timbul apabila kita
merasa tua. Adapun tua itu sendiri hanya hasil dari suatu penjabaran, hanya
sayangnya penjabaran tersebut dilakukan oleh waktu, sehingga menyebabkan kurang
enak kita terima konsekwensinya.
Nenek Saya kira
tidak begitu. Tua adalah konsekwensi dari kesadaran kita.
Kakek Ya, kalau saja kita punya matematika, kita tidak
akan pernah tua. Juga kalau saja kita tidak punya jam kita tidak akan pernah
tua.
Janda Tapi kita
punya matahari.
Nenek Itu susahnya.
Kakek Takdir. Sekarang mari kita minum seakan kita tidak punya matahari.
Janda Alangkah sejuknyausu pana ini.
Kakek Alangkah panasnya es jeruk ini. Tidak begitu, sayang?
Nenek Ya.
Janda Tapi kalau kita tidak punya matahari kitapun tak akan pernah punya bulan.
Nenek Juga kita tidak akan punya iang hari dan rematik kau akan lebih parah lagi.
Janda Kita tidak akan punya siang dan punya malam.
Kakek Kalau begitu?
Nenek Lebih baik punya matahari daripada sama sekali tak punya apa-apa.
Kakek Ya, dan itu berarti tuapun merupakan rahmat.
Janda Tidak, bukan rahmat tapi “apa boleh buat”
Nenek Itu susahnya.
Kakek Takdir. Sekarang mari kita minum seakan kita tidak punya matahari.
Janda Alangkah sejuknyausu pana ini.
Kakek Alangkah panasnya es jeruk ini. Tidak begitu, sayang?
Nenek Ya.
Janda Tapi kalau kita tidak punya matahari kitapun tak akan pernah punya bulan.
Nenek Juga kita tidak akan punya iang hari dan rematik kau akan lebih parah lagi.
Janda Kita tidak akan punya siang dan punya malam.
Kakek Kalau begitu?
Nenek Lebih baik punya matahari daripada sama sekali tak punya apa-apa.
Kakek Ya, dan itu berarti tuapun merupakan rahmat.
Janda Tidak, bukan rahmat tapi “apa boleh buat”
Kakek Apa boleh buat mari kita minum lagi.
Mereka minum dan omong seperti tadi.
Janda Tua dan tidak tua tetap
saja ama, kaktus, misalnya.
Nenek Ya, kaktus memang tetap kaktus kaku dan berduri kapanpun.
Nenek Ya, kaktus memang tetap kaktus kaku dan berduri kapanpun.
Kakek Saya jadi ingat Old Shatterhand dengan Winnetou,
bagaimana keduanya merangkak di atas padang rumput sambil membaui udara yang
mengantarkan bau musuh, atau bagaimana mereka mendengarkan bentak-bentakan kaki
kuda musuh dari jarak ber-mil-mil. Kaktus-kaktus liar banyak bertumbuhan di
Amerika.
Janda Indahnya.
Nenek Apa tidak
indah kemeriahan flamboyant, yang mampu menciptakan jalan selalu diliputi
senja?
Kakek Saya kira lebih indah, juga lebih bermanfaat. Kita bahkan bisa berteduh
di bawah cahaya kuning merahnya.
Janda Tapi flamboyant saya kira
terlalu mewah dan kurang sederhana.
Nenek Kaktus memang selalu kesepian.
Janda Memang ia kurang dihiraukan orang.
Nenek Lantaran berbahaya.
Nenek Kaktus memang selalu kesepian.
Janda Memang ia kurang dihiraukan orang.
Nenek Lantaran berbahaya.
Kakek Bagaimana
kalau kita beralih kepada bunga bank saja. Ini lebih langsung menyangkut
kepentingan ekonomi kita.
Janda Sayang
sekali kita telah sepakat menerima kehadiran matahari, sehingga saya kini telah
ditegurnya. Sudah cukup lama. Saya di jamu di sini. Saya minta diri sekali lagi
saya mengucapkan selamat ata perkawinan emas tuan dan nyonya. Sayang sekali dia
sedang sakit: saya harus segera pulang.
Nenek Terima
kasih banyak ata kunjungan nyonya.Kakek Terima kasih banyak. Salam pada suami nyonya.
Janda Terima kasih (Sambil pergi) Bisonku.
0 komentar
Posting Komentar