Selasa, 13 Desember 2016

Naskah Drama Orkes Madun 1 Bagian 9

NYANYIAN
Setelah badan bersimbah darah
Setelah tangan putus dua-dua
Setelah mata cacat sebelah
Setelah wajah luka-luka
Apa yang akan kau lakukan

MADEKUR
Mencopet dan terus mencopet. Kalau bisa aku juga akan terus mencopet setelah aku mati

NYANYIAN
Dan kau Tarkeni
Setelah keindahanmu busuk
Apakah akan terus melonte?

TARKENI
Aku tidak pernah berpikir sebelum melakukan sesuatu. Dan aku tidak suka dipusingkan oleh pertimbangan-pertimbangan yang akan menyebabkan aku jadi pintar. Yang pasti kami, aku dan Madekur akan tetap saling setia, sebab kami saling mencinta

MADEKUR
Aku mencintaimu, dan aku selalu gemas seperti pada hidup ini

TARKENI
Aku juga, aku juga Madekur

KEMUDIAN KEDUANYA BERCIUMAN SANGAT ERAT TANDAS

MADEKUR (meludah)
Baumu mulai busuk

TARKENI
Nanah tidak bisa dibendung lagi, Madekur.

MADEKUR
Bagaimana pun aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa mengingkari penyakit sipilismu. Penyakitmu sudah sedemikian rupa dan terus terang aku hampir muntah

TARKENI
Mau apa lagi?

MADEKUR
Ya, mau apa lagi? Kita telah meludahi

TARKENI
Sekarang kita diludahi

MADEKUR
Ya, mau apa lagi? Karena kita tak pernah bisa meludahi wajah sendiri

NABI
Apa cuma itu yang bisa kamu lakukan?

MADEKUR
Banyak

NABI
Kenapa tidak lainnya?

MADEKUR
Dengan meludah, aku merasa telah melakukan segalanya

TARKENI
Suaramu mulai mirip suara Waska

TIBA-TIBA MADEKUR MENEMPELENG ISTRINYA DAN DIA KELUAR. TARKENI TIDAK PAHAM MENGEJARNYA. TEPAT DUA DETIK SEBELUM ORANG-ORANG BERLARIAN DI KEJAR-KEJAR POLISI, DAN BEBERAPA SAAT KEPANIKAN TERJADI DI PENTAS. DAN SEMENTARA ITU ORKES MENYANYIKAN ‘TAK PERNAH MUTLAK GELAP

IBU
Mad, Mad…

MADEKUR DAN TARKENI DIAM SAJA

IBU
Kau lupa suara ibumu?

MADEKUR
Tidak

IBU
Kenapa kau diam saja?

MADEKUR
Suara itu selalu menyiksa

IBU
Aku menyesal kau berkata begitu

MADEKUR
Suaramu selalu tangis atau bujukan serta janji

IBU
Mad

MADEKUR
Aku ingin melupakanmu. Aku ingin melupakanmu tapi aku tidak bisa; setiap mencoba lupa, wajahmu kian nyata

IBU
Niatmu jahat, padahal aku tidak pernah bisa berniat melupakanmu lantaran aku pun tidak bisa melupakan rasa sakit ketika melahirkanmu dan kegelian pertama pada tetekku ketika kamu menyusu

MADEKUR
Bu, bu.

IBU
Kamu pasti kedinginan, ataukah kamu merasa pedih pada luka-luka dan borokmu? Atau tanganmu yang putus itu masih kamu rindukan dan sesalkan?

MADEKUR
Aku memanggilmu karena kangen, diam-diam aku kangen. Malu-malu aku kangen, malu ketika aku membayangkan kau jadi istriku

IBU
Anakku, anakku!!

TARKENI
Betul kamu pernah berpikir begitu?

MADEKUR
Ya. Semuanya berantakan

TARKENI
Seharusnya kau tak boleh

MADEKUR
Seharusnya! Seharusnya!

IBU
Mad, seharusnya kau menjadi gubernur

MADEKUR
Seharusnya aku menjadi nabi

IBU
Setiap kali aku mendengar kalimatmu, aku jadi bertanya-tanya, apakah air susuku dulu beracun!?

MADEKUR
Boleh jadi racun itu menjadi sempurna bercampur dengan air sumur yang bau busuk dan udar yang mengandung wabah cacar dan tebece

IBU
Kamu kurang punya rasa syukur, nak

MADEKUR
Tuhan lebih tahu. Biarkan aku tidur sekarang dan jangan bangunkan , sang surya lebih tahu kapan saatnya membangunkanku

KETIKA MADEKUR TIDUR, TARKENI MASIH MELEK SAJA, DIAM SAJA

TARKENI
Betul-betul di luar dugaan sama sekali. Bau tanah pesawahan hanya bersisa dalam kenangan samara-samar (Membaui dirinya sendiri)

MADEKUR
Tidurlah kau. Tidak akan ada lagi yang tertarik menghampiri kamu

TARKENI
Kemarin malam ada seseorang

MADEKUR
Aku tahu pasti. Orang itu sangat tua, sangat kurus, sedikit bungkuk dan memerlukan tenaga banyak dalam bernafas. Orang tua itu pensiunan juru rawat

TARKENI
Memang

MADEKUR
Tidurlah, malam ini kamu tidak akan punya tamu lagi

TARKENI
Tuhan yang tahu

MADEKUR
Pensiunan itu telah mati tadi pagi di selokan

TARKENI
Aku yakin masih banyak lelaki tua dan bungkuk di dunia ini

MADEKUR
Semuanya sudah mati di selokan

TARKENI
Kalau benar begitu, anak-anak dungu dan sedikit sinting pasti sudah ada

MADEKUR
Banyak

TARKENI
Nah, biarkan aku melek dan tidurlah kau

LALU SEMUA ORANG TIDUR DAN KEMUDIAN SAYUP-SYAUP TERDENGAR SUARA WASKA MERAUNG TUA DAN KELIHATAN SAMARA-SAMAR IA KOMING. DAN SEMENTARA ITU TARKENI MENYANYI, KEMUDIAN TARKENI KELUAR. KEMUDIAN WASKA KELUAR, DAN SEMUA ORANG BANGKIT KARENA MATAHARI TELAH MULAI NAIK.

IBU MAD
Ibu yakin kau cuma sombong. Sejak kecil memang kau punya sifat itu

BAPAK MAD
Aku kira juga selain itu kamu memang gampang patah hati

MADEKUR
Yang pasti aku cuma jengkel

BAPAK TAR
Tapi bodoh kalau kamu mengisi seluruh  waktu dan kesempatanmu hanya untuk berjengkel-jengkelan

IBU TAR
Kenapa mesti jengkel sih?

MADEKUR
Sudahlah, tidak usah kalian hiraukan aku. Semuanya, segalanya cuma persoalan najis, dan aku tidak mau membungkus persoalan itu dengan segala macam hal-hal yang besar yang agung

IBU MAD
Tapi nak

BAPAK MAD
Tapi nak

MADEKUR
Tapi tapi tapi. Semuanya di seberang tetapi semuanya tetapi

IBU MAD
Masih ada pilihan lain daripada apa yang sudah kamu pilih selama ini

MADEKUR
Aku tidak pernah memilih sejak lamaran-lamaran kerjaku ditolak kantor demi kantor, pabrik demi pabrik

BAPAK TAR
Kamu juga bisa jadi penghulu atau ulama kalau mau

MADEKUR
Terlalu banyak pejabat-pejabat macam gitu. Sudah, aku tak mau lagi membagi-bagi nafkah mereka

BAPAK MAD
Jadi gubernur aku kira lebih cocok

MADEKUR
Jadi, apapun, siapapun cocok atau tidak cocok. Dalam pengalamanku aku belum pernah menjumpai soal cocok-cocokan

IBU MAD
Kalian semua kejam dengan menyodorkan segala macam pekerjaan atau jabatan yang sudah jelas tidak dapat dia capai. Dalam keadaan seperti itu kita harus menyarankan kepadanya jalan lumrah sebagaimana umunya telah ditempuh banyak orang. Mengemislah, anakkku. Jalan ini adalah jalan paling mulia diantara jalan-jalan yang tidak mulia

MADEKUR
Pada waktu kecil aku pernah bercita-cita menjadi guru atau seorang mantra kesehatan. Kalian pasti masih ingat pak Guru Toha yang lembut itu. Aku masih bisa mengingat wajahnya dengan jelas seperti juga wajah pak Mantri Barnas

IBU TAR
Tangan orang tua itu selalu bersih seperti wajahnya

BAPAK TAR
Dia memang muslim sejati seperti aku

BAPAK MAD
Aku ingat seorang lagi yang mengesankan di desa kita, pensiunan lurah Wartama. Caranya berjalan gagah sekali

IBU MAD
Ayam-ayam minggir semua kalau ia lewat

BAPAK MAD
Bukan saja ayam. Kerbau juga

BAPAK TAR
Guru itu

IBU TAR
Mantra itu

BAPAK MAD
Lurah itu

MADEKUR
Tuhan, kenapa dikau tinggalkan daku. (Eli-eli lamma sabaktani)

IBU
Bangun anak-anakku, pintu-pintu telah terbuka. Restoran-restoran telah dibuka. Warung-warung juga, segala macam rezeki menanti kita

SEMUA TERJAGA DAN BANGKIT

IBU
Alat-alat sudah siap? Mental-mental sudah siap? Jangan lupa menangkap lalat dan kumpulkan lalu tempelkan di borok kalian masing-masing

SEMUA
Semua sudah siap, bu

IBU
Tuhan membenihkan  rezeki dimana-mana, bahkan di antara sampah-sampah

SEMUA
Syukur alhamdulillah

IBU
Memang kita harus selalu bersyukur. Bagaimana pun kita berangkat sekarang. Bismillah.

SEMUA
Bismillah

BARU SAJA SATU LANGKAH MEREKA PORAK PORANDA LANTARAN DIKEPUNG OLEH POLISI DAN TEAM PENETIB KEINDAHAN KOTA. DAN AKHIRNYA SEMUA KELUAR, BEBERAPA SAAT KEMUDIAN SECARA MENGENDAP-ENDAP MEREKA MUNCUL LAGI

SESEORANG
Ada apa tadi?

SESEORANG
Saya kira gempa

SESEORANG
Pemebrsihan apa?

SESEORANG
Pembersihan sampah

SESEORANG
Sampah?

IBU
Mereka hanya mau menyembunyikan dosa mereka sendiri

SESEORANG
Saya tidak bisa tenang kalau selalu dibikin kaget begitu. Jantung saya lemah

IBU
Kalau begitu, marilah saya hibur

POLISI-POLISI DATANG LAGI DAN MEREKA BUYAR LAGI. DAN BEBERAPA SAAT LAMANYA PENTAS KOSONG. KARENA TERLALU LAMA NGGAK ADA PERMAINAN NABI-NABI JADI CURIGA.

NABI
Kenapa mereka nggak muncul?

NABI
Hilang lagi kayak dulu?

SEMAR (Muncul)
Kalau pentas kosong selalu membingungkan penonton, tuanku. Padahal maksud kami sekedar ingin memberi tahu bahwa para pengemis itu semuanya tertangkap tanpa terkecuali dan mereka disekap dalam rumah sosial

BEBERAPA ORANG MUNCUL DAN LANGSUNG TIDUR DI SUDUT

NABI
Kenapa mereka?

SEMAR
Beberapa minggu kemudian sebagian demi sebagian mereka lari

NABI
Apa sebabnya?

SEMAR
Seperti juga orang-orang kaya, para pengemis juga punya sifat loba dan tamak. Mereka ingin makan lebih banyak meskipun sisa dan bercampur kotoran

NABI
Begitu?

SEMAR
Begitulah adnya, tuanku. Maaf, tuanku adegan selanjynya seudah siap dan akan dimainkan

NABI
Adegan yang mana Semar?

SEMAR
Adegan Waska sakit

KEMUDIAN WASKA BERBARING DAN ORANG-ORANG MENGERUMUNINYA

SESEORANG
Jangan mati dulu bapak

WASKA MENYEMBUR ORANG ITU

WASKA
Kalau aku mati memangnya kenapa?

SESEORANG
Saya sedih, bapak

WASKA
Alaaaah, sudah. Jangan berpura-pura

SESEORANG
Tapi setidak-tidaknya sempatkan berpidato dulu, bapak.

SEMUA ORANG MENGIYAKAN

WASKA
Umang-umang anakku, soal mati itu urusan Tuhan yang maha kuasa. Karenanya tidak perlu lagi kita pusingkan, persoalan terpenting hanyalah soal stasiun tua ini. Aku ingin kita sudah pindah sebelum saya mati.

SESEORANG

Beres bapak

0 komentar

Posting Komentar