NYANYIAN
Setelah badan
bersimbah darah
Setelah
tangan putus dua-dua
Setelah mata
cacat sebelah
Setelah wajah
luka-luka
Apa yang akan
kau lakukan
MADEKUR
Mencopet dan terus mencopet. Kalau bisa aku juga akan terus
mencopet setelah aku mati
NYANYIAN
Dan kau
Tarkeni
Setelah
keindahanmu busuk
Apakah akan
terus melonte?
TARKENI
Aku tidak pernah berpikir sebelum melakukan sesuatu. Dan aku tidak
suka dipusingkan oleh pertimbangan-pertimbangan yang akan menyebabkan aku jadi
pintar. Yang pasti kami, aku dan Madekur akan tetap saling setia, sebab kami
saling mencinta
MADEKUR
Aku mencintaimu, dan aku selalu gemas seperti pada hidup ini
TARKENI
Aku juga, aku juga Madekur
KEMUDIAN KEDUANYA BERCIUMAN SANGAT ERAT TANDAS
MADEKUR (meludah)
Baumu mulai busuk
TARKENI
Nanah tidak bisa dibendung lagi, Madekur.
MADEKUR
Bagaimana pun aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa mengingkari
penyakit sipilismu. Penyakitmu sudah sedemikian rupa dan terus terang aku hampir
muntah
TARKENI
Mau apa lagi?
MADEKUR
Ya, mau apa lagi? Kita telah meludahi
TARKENI
Sekarang kita diludahi
MADEKUR
Ya, mau apa lagi? Karena kita tak pernah bisa meludahi wajah
sendiri
NABI
Apa cuma itu yang bisa kamu lakukan?
MADEKUR
Banyak
NABI
Kenapa tidak lainnya?
MADEKUR
Dengan meludah, aku merasa telah melakukan segalanya
TARKENI
Suaramu mulai mirip suara Waska
TIBA-TIBA MADEKUR MENEMPELENG ISTRINYA DAN DIA KELUAR. TARKENI
TIDAK PAHAM MENGEJARNYA. TEPAT DUA DETIK SEBELUM ORANG-ORANG BERLARIAN DI
KEJAR-KEJAR POLISI, DAN BEBERAPA SAAT KEPANIKAN TERJADI DI PENTAS. DAN
SEMENTARA ITU ORKES MENYANYIKAN ‘TAK PERNAH MUTLAK GELAP
IBU
Mad, Mad…
MADEKUR DAN TARKENI DIAM SAJA
IBU
Kau lupa suara ibumu?
MADEKUR
Tidak
IBU
Kenapa kau diam saja?
MADEKUR
Suara itu selalu menyiksa
IBU
Aku menyesal kau berkata begitu
MADEKUR
Suaramu selalu tangis atau bujukan serta janji
IBU
Mad
MADEKUR
Aku ingin melupakanmu. Aku ingin melupakanmu tapi aku tidak bisa;
setiap mencoba lupa, wajahmu kian nyata
IBU
Niatmu jahat, padahal aku tidak pernah bisa berniat melupakanmu lantaran
aku pun tidak bisa melupakan rasa sakit ketika melahirkanmu dan kegelian
pertama pada tetekku ketika kamu menyusu
MADEKUR
Bu, bu.
IBU
Kamu pasti kedinginan, ataukah kamu merasa pedih pada luka-luka
dan borokmu? Atau tanganmu yang putus itu masih kamu rindukan dan sesalkan?
MADEKUR
Aku memanggilmu karena kangen, diam-diam aku kangen. Malu-malu aku
kangen, malu ketika aku membayangkan kau jadi istriku
IBU
Anakku, anakku!!
TARKENI
Betul kamu pernah berpikir begitu?
MADEKUR
Ya. Semuanya berantakan
TARKENI
Seharusnya kau tak boleh
MADEKUR
Seharusnya! Seharusnya!
IBU
Mad, seharusnya kau menjadi gubernur
MADEKUR
Seharusnya aku menjadi nabi
IBU
Setiap kali aku mendengar kalimatmu, aku jadi bertanya-tanya,
apakah air susuku dulu beracun!?
MADEKUR
Boleh jadi racun itu menjadi sempurna bercampur dengan air sumur
yang bau busuk dan udar yang mengandung wabah cacar dan tebece
IBU
Kamu kurang punya rasa syukur, nak
MADEKUR
Tuhan lebih tahu. Biarkan aku tidur sekarang dan jangan bangunkan
, sang surya lebih tahu kapan saatnya membangunkanku
KETIKA MADEKUR TIDUR, TARKENI MASIH MELEK SAJA, DIAM SAJA
TARKENI
Betul-betul di luar dugaan sama sekali. Bau tanah pesawahan hanya
bersisa dalam kenangan samara-samar (Membaui dirinya sendiri)
MADEKUR
Tidurlah kau. Tidak akan ada lagi yang tertarik menghampiri kamu
TARKENI
Kemarin malam ada seseorang
MADEKUR
Aku tahu pasti. Orang itu sangat tua, sangat kurus, sedikit
bungkuk dan memerlukan tenaga banyak dalam bernafas. Orang tua itu pensiunan
juru rawat
TARKENI
Memang
MADEKUR
Tidurlah, malam ini kamu tidak akan punya tamu lagi
TARKENI
Tuhan yang tahu
MADEKUR
Pensiunan itu telah mati tadi pagi di selokan
TARKENI
Aku yakin masih banyak lelaki tua dan bungkuk di dunia ini
MADEKUR
Semuanya sudah mati di selokan
TARKENI
Kalau benar begitu, anak-anak dungu dan sedikit sinting pasti
sudah ada
MADEKUR
Banyak
TARKENI
Nah, biarkan aku melek dan tidurlah kau
LALU SEMUA ORANG TIDUR DAN KEMUDIAN SAYUP-SYAUP TERDENGAR SUARA
WASKA MERAUNG TUA DAN KELIHATAN SAMARA-SAMAR IA KOMING. DAN SEMENTARA ITU
TARKENI MENYANYI, KEMUDIAN TARKENI KELUAR. KEMUDIAN WASKA KELUAR, DAN SEMUA
ORANG BANGKIT KARENA MATAHARI TELAH MULAI NAIK.
IBU MAD
Ibu yakin kau cuma sombong. Sejak kecil memang kau punya sifat itu
BAPAK MAD
Aku kira juga selain itu kamu memang gampang patah hati
MADEKUR
Yang pasti aku cuma jengkel
BAPAK TAR
Tapi bodoh kalau kamu mengisi seluruh waktu dan kesempatanmu hanya untuk
berjengkel-jengkelan
IBU TAR
Kenapa mesti jengkel sih?
MADEKUR
Sudahlah, tidak usah kalian hiraukan aku. Semuanya, segalanya cuma
persoalan najis, dan aku tidak mau membungkus persoalan itu dengan segala macam
hal-hal yang besar yang agung
IBU MAD
Tapi nak
BAPAK MAD
Tapi nak
MADEKUR
Tapi tapi tapi. Semuanya di seberang tetapi semuanya tetapi
IBU MAD
Masih ada pilihan lain daripada apa yang sudah kamu pilih selama
ini
MADEKUR
Aku tidak pernah memilih sejak lamaran-lamaran kerjaku ditolak
kantor demi kantor, pabrik demi pabrik
BAPAK TAR
Kamu juga bisa jadi penghulu atau ulama kalau mau
MADEKUR
Terlalu banyak pejabat-pejabat macam gitu. Sudah, aku tak mau lagi
membagi-bagi nafkah mereka
BAPAK MAD
Jadi gubernur aku kira lebih cocok
MADEKUR
Jadi, apapun, siapapun cocok atau tidak cocok. Dalam pengalamanku
aku belum pernah menjumpai soal cocok-cocokan
IBU MAD
Kalian semua kejam dengan menyodorkan segala macam pekerjaan atau
jabatan yang sudah jelas tidak dapat dia capai. Dalam keadaan seperti itu kita
harus menyarankan kepadanya jalan lumrah sebagaimana umunya telah ditempuh
banyak orang. Mengemislah, anakkku. Jalan ini adalah jalan paling mulia
diantara jalan-jalan yang tidak mulia
MADEKUR
Pada waktu kecil aku pernah bercita-cita menjadi guru atau seorang
mantra kesehatan. Kalian pasti masih ingat pak Guru Toha yang lembut itu. Aku
masih bisa mengingat wajahnya dengan jelas seperti juga wajah pak Mantri Barnas
IBU TAR
Tangan orang tua itu selalu bersih seperti wajahnya
BAPAK TAR
Dia memang muslim sejati seperti aku
BAPAK MAD
Aku ingat seorang lagi yang mengesankan di desa kita, pensiunan
lurah Wartama. Caranya berjalan gagah sekali
IBU MAD
Ayam-ayam minggir semua kalau ia lewat
BAPAK MAD
Bukan saja ayam. Kerbau juga
BAPAK TAR
Guru itu
IBU TAR
Mantra itu
BAPAK MAD
Lurah itu
MADEKUR
Tuhan, kenapa dikau tinggalkan daku. (Eli-eli lamma sabaktani)
IBU
Bangun anak-anakku, pintu-pintu telah terbuka. Restoran-restoran
telah dibuka. Warung-warung juga, segala macam rezeki menanti kita
SEMUA TERJAGA DAN BANGKIT
IBU
Alat-alat sudah siap? Mental-mental sudah siap? Jangan lupa
menangkap lalat dan kumpulkan lalu tempelkan di borok kalian masing-masing
SEMUA
Semua sudah siap, bu
IBU
Tuhan membenihkan rezeki
dimana-mana, bahkan di antara sampah-sampah
SEMUA
Syukur alhamdulillah
IBU
Memang kita harus selalu bersyukur. Bagaimana pun kita berangkat
sekarang. Bismillah.
SEMUA
Bismillah
BARU SAJA SATU LANGKAH MEREKA PORAK PORANDA LANTARAN DIKEPUNG OLEH
POLISI DAN TEAM PENETIB KEINDAHAN KOTA. DAN AKHIRNYA SEMUA KELUAR, BEBERAPA
SAAT KEMUDIAN SECARA MENGENDAP-ENDAP MEREKA MUNCUL LAGI
SESEORANG
Ada apa tadi?
SESEORANG
Saya kira gempa
SESEORANG
Pemebrsihan apa?
SESEORANG
Pembersihan sampah
SESEORANG
Sampah?
IBU
Mereka hanya mau menyembunyikan dosa mereka sendiri
SESEORANG
Saya tidak bisa tenang kalau selalu dibikin kaget begitu. Jantung
saya lemah
IBU
Kalau begitu, marilah saya hibur
POLISI-POLISI DATANG LAGI DAN MEREKA BUYAR LAGI. DAN BEBERAPA SAAT
LAMANYA PENTAS KOSONG. KARENA TERLALU LAMA NGGAK ADA PERMAINAN NABI-NABI JADI
CURIGA.
NABI
Kenapa mereka nggak muncul?
NABI
Hilang lagi kayak dulu?
SEMAR (Muncul)
Kalau pentas kosong selalu membingungkan penonton, tuanku. Padahal
maksud kami sekedar ingin memberi tahu bahwa para pengemis itu semuanya
tertangkap tanpa terkecuali dan mereka disekap dalam rumah sosial
BEBERAPA ORANG MUNCUL DAN LANGSUNG TIDUR DI SUDUT
NABI
Kenapa mereka?
SEMAR
Beberapa minggu kemudian sebagian demi sebagian mereka lari
NABI
Apa sebabnya?
SEMAR
Seperti juga orang-orang kaya, para pengemis juga punya sifat loba
dan tamak. Mereka ingin makan lebih banyak meskipun sisa dan bercampur kotoran
NABI
Begitu?
SEMAR
Begitulah adnya, tuanku. Maaf, tuanku adegan selanjynya seudah
siap dan akan dimainkan
NABI
Adegan yang mana Semar?
SEMAR
Adegan Waska sakit
KEMUDIAN WASKA BERBARING DAN ORANG-ORANG MENGERUMUNINYA
SESEORANG
Jangan mati dulu bapak
WASKA MENYEMBUR ORANG ITU
WASKA
Kalau aku mati memangnya kenapa?
SESEORANG
Saya sedih, bapak
WASKA
Alaaaah, sudah. Jangan berpura-pura
SESEORANG
Tapi setidak-tidaknya sempatkan berpidato dulu, bapak.
SEMUA ORANG MENGIYAKAN
WASKA
Umang-umang anakku, soal mati itu urusan Tuhan yang maha kuasa.
Karenanya tidak perlu lagi kita pusingkan, persoalan terpenting hanyalah soal
stasiun tua ini. Aku ingin kita sudah pindah sebelum saya mati.
SESEORANG
Beres bapak
0 komentar
Posting Komentar