WASKA
Kembali soal mati, dapat saya
katakana bahwa pada umumnya orang mengisi waktu dan usianya dengan segala macam
kegiatan yang mengarah pada suatu angan-angan yang gila, yaitu…. Eh, begini sederhananya:
hidup bagi sebagian besar orang adalah persiapan untuk menghadapi cara mati.
Untuk saya pribadi….
SESEORANG DAN LAIN-LAIN
Nanti dulu bapak, nanti dulu
WASKA
Belum, belum. Saya bicara apa
tadi?
SESEORANG
Untuk saya pribadi
WASKA
Untuk saya pribadi hidup adalah
hidup, mati adalah mati
SESEORANG
Maksud bapak?
WASKA
Aku sendiri tidak begitu jelas
WASKA LALU BANGKIT DAN BERGERAK
SESEORANG
Kemana bapak?
WASKA
Mau ngopi
NYANYIAN ANGIN BERGELOMBANG, WASKA
MUNCUL LAGI MERAUNG MARAH. NYANYIAN LAGI. WASKA MUNCUL LAGI, MARAH, NYANYI DAN
TERUS NYANYI SAMPAI TERDENGAR SUAR TEMBAKAN YANG SANGAT MEMEKAKAN TELINGA YANG
MENJADIKAN SEMUA ORANG TERDIAM DAN FIRASAT MASING-MASING MENGATAKAN BAHWA ITU
PASTI KEMATIAN WASKA
DAN BENAR KEMUDIAN MUNCUL SEMAR
DENGAN SAPU TANGAN SEDIHNYA.
NABI
Siapa yang mati, Semar?
SEMAR
Waska
SESEORANG
Polisi yang nembak? Karena ia
melarikan diri? Atau salah seorang di antara kita yang dengki? (Baris ini
menyebabkan Madekur merasa nggak enak) jelaskan kalau memang jelas, Semar!
NABI
Siapa yang menembaknya?
SEMAR
Mula-mula begini…..
SESEORANG
Tidak perlu bagaimana
permulaannya, yang penting siapa yang menembak. Kalau ada persoalan, itu urusan
mereka berdua. Kita hanya perlu tahu siapa yang menembaknya.
SEMUA ORANG MENDUKUNG ORANG TADI
SESEORANG
Bagaimana pun, kita banyak
berhutang kepada Waska. Bukan saja ia telah memberikan jalan terang kepada kita
ketika kita luntang-lantung meraba-raba hampir putus asa dalam kegelapan dan
kesemrawutan jalan-jalan Jakarta.
SESEORANG
Ia juga menuntun kita setiap kali
kita tersesat ke dalam sikap putus asa
SESEORANG
Ia juga memutuskan tali yang telah
dipersiapkan buat menggantung leher kita sendiri
SESEORANG
Ia yang mengurungkan telunjuk kita
menarik pelatuk pistol yang akan ditembakkan atas kepala kita
SESEORANG
Dan ia yang menyadarkan dan
membangunkan harga diri kita
SESEORANG
Dan ia juga yang membelokkan kita
dari jalan hina para pengemis
SESEORANG
Singkat kata, dialah ‘api nan tak
kunjung padam’ bagi barisan para penganggur yang memenuhi kota-kota yang
gemerlap namun gelap, yang gelap namun gemerlap
SESEORANG MENANGIS SANGAT
MEMILUKAN SEKALI
SESEORANG
Tangis yang panjang yang paling
panjang yang pilu yang paling pilu tak akan juga seimbang untuk menghormati
jenazah yang mulia itu. Tuhan, Tuhan…
NYANYIAN
Angin berwarna ungu
Angin berwarna ungu
Menghembus perlahan batang-batang
Cemara yang kelabu
Dan sepi menunggunya
Dan sepi menunggunya
Waska
Lelaplah dalam senyap
Lelap lelap senyap senyap
Angin berwarna ungu
NABI
Sebentar, Semar. Saya kira
orang-orangmu sudah keterlaluan menanggapi tokoh Waska
SEMAR
Saya kira juga, tuanku. Malah
lebih dari itu, mereka sudah menyimpang dari teks
SESEORANG
Sebentar, sebentar, jangan ngobrol
yang tidak-tidak dulu. Pertanyaan kami belum dijawab. Siapa yang menembak
Waska?
SEMAR
Waska ditembak tepat pada
pelipisnya dengan lubang peluru yang mengagumkan lurusnya dan penembaknya
adalah Waska sendiri.
SEMUA ORANG MENGATAKAN BAHWA
PERBUATAN ITU TIDAK MUNGKIN DILAKUKAN OLEH WASKA
SEMAR
Coba, tenang sebentar. Jangan
bicara sendiri-sendiri. Kalau terus kalian bicara begini, penonton yang
sebenarnya dan nanti mereka menduga-duga secara berlebihan seperti bisaanya
SESEORANG
Saya tahu motif serta alas an
mengapa Waska bunuh diri
SEMAR
Kamu tidak tahu. Yang tahu Cuma
Arifin, saya dan Tuhan. Sebab itu dengarkan. Waska bunuh diri karena malu
SESEORANG
Lantaran hutang?
SEMAR
Selebihnya bukan urusan kamu dan
siapapun. Itu semata-mata urusan Waska sendiri, pribadi
SEMUA ORANG SEKETIKA MUNDUR
KETIKA MUNCUL TARKENI YANG EMRAYAP-RAYAP
SECARA MENGERIKAN SEKALI. SELURUH TUBUHNYA PENUH DENGAN BOROK KECIL-KECIL YANG
SEMUANYA BERNANAH. SETIAP BOROK KECIL ITU DIBUMBUI OLEH BEBERAPA EKOR LALAT,
SEMENTARA DARAH KERING DI PINGGIR-PINGGIRNYA DAN NANAH KENTAL MELELEH. TARKENI
DENGAN SUSAH PAYAH MENDEKATI MADEKUR YANG MASIH TIDUR SANGAT NYENYAK.
NABI
Sejuta borok kecil mengerumuni
keindahanmu. Berjuta lalat singgah mengerumuni borok-borokmu. Dan darah dan
nanah meleleh-leleh
SESEORANG
Bagaimana pun perasaan kita,
hidung kita tetap tidak tahan akan baunya
SESEORANG
Seharusnya kamu berobat
TARKENI
Jelas
SESEORANG
Kenapa tidak?
TARKENI
Nggak punya duit
SESEORANG
Cari dong
TARKENI
Tidak usah nyocot. Tanpa kamu
bilang aku sudah berusaha, hanya saja aku belum dapat
SESEORANG
Saya kira lebih baik dia pergi ke
rumah sosial
TARKENI MELUDAH
SESEORANG
Atau dia bisa datang ke rumah pastur
atau dokter atau sosiawan atau….
TARKENI
Aku tidak akan pernah datang ke
rumah-rumah mereka. Penyakit dan kelaparan yang sekarang kutanggung adalah
penyakitku dan kelaparanku, bukan penyakit mereka kelaparan mereka
SESEORANG
Tempo hari pernah ada seorang
pelacur yang menderita seperti dia datang ke rumah seorang dokter-pastur dan
beberapa bulan kemudian dia sudah kembali cantik seperti keluar dari kap salon
dan kemudian ia aktif lagi sebagai pelacur
SESEORANG
Kemarin pernah orang cerita….
DAN KEMUDIAN SETIAP ORANG
BERCERITA MENGENAI PENGALAMANNYA YANG HAMPIR SERUPA ITU, MENDENGAR ITU SEMUA,
TARKENI JADI JENGKEL DAN IA PUN SEGERA MELEMPARI
ORANG-ORANG ITU DENGAN APA SAJA YANG DIDAPAT
DAN ORANG-ORANG ITU PUN MNEYINGKIR SEMUA.
SETELAH ITU, TARKENI MEMBANGUNKAN
MADEKUR DENGAN MESRA SEKALI, SEPERTI IA MEMBANGUNKAN MADEKUR DI KAMAR YANG
INDAH DI SEBUAH RUMAH KAMPUNG DI DESANYA.
TARKENI
Mad, Mad….
MADEKUR (Sambil bangun menggeliat enak sekali)
Ah, matahariku
TARKENI
Menyenangkan mimpimu?
MADEKUR
Luar biasa, tapi mencapekkan
pinggang
TARKENI
Aku juga mimpi yang sama
MADEKUR
Sebentar lagi luka-lukamu kering, sayang.
Jangan kecil hati
TARKENI
Aku tidak pernah kecil hati
seperti kau tahu
MADEKUR
Memang, dan itulah yang membuatku
tergila-gila padamu
TARKENI
Bagaimana pun, samar-samar aku
masih bisa membayangkan ketika pada suatu sore kau mengintip aku mandi
MADEKUR
Waktu itu aku masih bocah dan aku
malu karena tertangkap basah
TARKENI
Mad….
MADEKUR
Tar….
KEDUANYA SALING MENATAP SAMA
TERSENYUM, TAMPAK BETAPA KEDUANYA SALING MENCINTA
MADEKUR
Waktu tidak berhasil merusak
keheningan matamu, sayang. Matamu tetap bulat bening seperti ketika untuk
pertama kalinya aku memperhatikanmu
TARKENI
Ketika aku belajar mengaji di rumah
Nyi Rohmah?
MADEKUR
Ya, kau pakai kerudung….
TARKENI
Oh, tiba-tiba aku ingin
berkerudung sekarang
MADEKUR
Sapu tangan ini bisa kau gunakan
sebagai kerudung
LALU TARKENI MEMAKAI KERUDUNG
MADEKUR
Siapa bilang kau busuk?
TARKENI
Jangan hiraukan omongan orang
MADEKUR
Kau tetap cantik mengagumkan
TARKENI
Aku selalu gemetar setiap
mendengar suaramu
MADEKUR
Kita berbahagia, bukan
TARKENI
Sangat, sangat
MADEKUR
Ya, karena ternyata kita berhasil
dan selalu berhasil mengatasi penderitaan demi penderitaan
TARKENI
Mad, aku merasa sebentar lagi aku
akan mati
MADEKUR
Aku juga merasa begitu
TARKENI
Kalau begitu, setubuhi aku. Aku
ingin….
MADEKUR
Aku mengerti, aku mengerti.
ANGIN PUN BERDESIR
TARKENI
Mad….
MADEKUR
Tar….
NYANYIAN
Bunga-bunga plastik warna-warni
Tidak bergoyang, tidak bergoyang
Sementara angin menghembusnya
Hanya debu-debu yang menari-nari
Nanah yang meleleh
Dosa yang meleleh
Langit pun terbuka
Memberkas cahaya
Cahaya perak kemerlap
Bumi pucat senyap
Dedaun perak kemeralp
Melayang meratap
Nanah yang meleleh
Dosa yang meleleh
Menyerbu angkasa
Menggedor cahaya
Madekur mandi cahaya
Semua jadi bunga
Tarkeni mandi cahaya
Semua jadi doa
IBM
Para penonton yang berbahagia –
semoga. Amien.
Bertahun-tahun lamanya Ibu Madekur
mengembara sebagai pengemis di jalan-jalan Jakarta, mencari dan mencari Madekur
dan Tarkeni. Tidak seorang pun tahu. Tidak seorang pun yang tahu. Dan pada
suatu dini hari di bawah jembatan Semanggi perempuan tua itu, yang sedang
kedinginan dalam tidur sepinya dibangunkan oleh seorang anak lelaki dan seorang
anak perempuan – sepasang kuda putih. Kedua anak kecil itu membisikan di
telinganya bahwa Madekur dan Tarkeni telah wafat. Mendnegar itu, Ibu Madekur
bangkit dan kedua anak itu kemudian gaib menjelma dua titik embun.
Begitulah perempuan tua itu
kembali mengembara dan mengembara dan kali ini bermaksud menziarahi kuburan
anak-anaknya; Madekur dan Tarkeni. Tapi tidak seorang pun tahu. Tidak seorang
pun yang tahu. Dan pada suatu senja di sebuah tong sampah perempuan tua itu mengais-ngais,
tapi tong itu kosong. Tong itu kosong.
Tapi ibu it terus mengais dan mengais, lantaran percaya di bawah tong itulah
pasti Madekur dan Tarkeni terkubur. Dan benar, perempuan itu menemukan Madekur
dan Tarkeni yang sedang nyenyak tidur berpelukan. Dipandanginya anak-anak itu,
diciuminya anak-anak itu, direstuinya anak-anak itu. Dan seketika Madekur dan
Tarkeni gaib menjelma dua lembar daun kering yang siap menjadi debu.
Para penonton yang bahagia –
semoga, Amin.
Kemudian ibu itu berbisik pada daun-daun
kering itu
“Bagaimana pun kalian adalah
putra-putra ku yang terbesar bagiku….”
TAMAT
0 komentar
Posting Komentar