NABI I
Semar, lakonmu kali
ini pahit sekali dan compang-camping
SEMAR
Aku sendiri tidak tahu
lagi. Yang kutahu hanayalh kekecewaan demi kekecewaan yang tak pernah terlintas
dalam benakku.
WASKA
Ketika aku dilahirkan,
sejak dulu sampai kini pun, aku tetap berpihak kepada cinta. Tapi kejahatan
kusaksikan semakin memenuhi sudut-sudut pandangan dan meneyrbu
membakar-memusnahkan impian-impian masa kanak-kanakku. Segala macam kekecewaan!
NABI I
Apa tidak ada yang kau
matangkan!?
WASKA
Semuanya kumatangkan
menjadi kenekatan (Seketika menjadi Waska) Anak-anakku!!, berkeliaranlah
sebagai umang-umang dan setialah sebagai umang-umang karena kalian adalah
umang-umang
SEKETIKA PENTAS
MENJADI SEBAGAI APAI AMARAH DAN SELANJUTNYA SENYAP. DI PENTAS CUMA ADA MADEKUR
DAN TARKENI. SISIPAN. BAPAK TARKENI BERKELIARAN DALAM RUANG KOSONG DENGAN WAJAH
PENUH TANYA. IA MEMAKAI SEPATU RODA
BAPAK
Ini pasti sungai susu
itu
(Lalu lewat Ibu
Tarkeni yang membawa sekuntum bunga dengan wajah riang. Dan ia juga memakai
sepatu roda)
Itu pasti bidadari.
Stop.
(Ia mengejarnya dan
keluur. Begitulah saling berkejaran)
Pasti kamu bidadari
IBU (menyembunyikan wajahnya)
Bukan.
BAPAK
Mengaku saja.
IBU
Bukan
BAPAK
Kalau begitu buka
wajahmu
IBU
Malu.
BAPAK
Atau kamu pelacur yang
sebulan sebelum saya mati…
IBU (membuka wajahnya)
Setan! Ternyata kamu
hidung belang!
BAPAK
Sebentar-sebentar,
kamu siapa? Jangan marah-marah dulu. Jelaskan siapa kamu. Rasanya aku pernah
melihatmu.
IBU
Coba besarkan mata
kamu!
LALU IA MEMBELALAKAN
MATANYA
BAPAK
Oh, ibu….
IBU
Jangan sentuh aku. Kau
kotor. Tempatmu di neraka nanti.
BAPAK
Bu, sama sekali aku
mencarimu di ruangan yang aneh ini.
IBU
Akhirat, goblok.
BAPAK
Ya, bu….
IBU
Jangan sentuh aku. Kau telah
nyeleweng.
BAPAK
Jangan dulu bersikap negative
begitu. Dengarkan.
Ibu berpaling
BAPAK
Percayalah, bahwa pelacur yang
kutiduri itu persis wajah dan tubuhnya dengan kau, bu. Matanya persis matamu.
Hidungnya persis hidungmu. Bibirnya persis bibirmu. Segala-galanya persis
segala yang kau miliki yang indah dan menggemaskan itu.
IBU MEMATAHKAN BUNGA DARI
TANGKAINYA DAN MELEMPARKANNYA
jadi bu, secara rohaniah, malam
itu aku tidur denganmu.semuanya adalah rindu kita cinta kita.
IBU
Betul, pak?
BAPAK
Kebenaran selalu sukar diungkapkan
IBU
Oh, pak. Betapa setia kau.(Mereka
berpelukan) Omong-omong, kapan kau mati, pak?
BAPAK
Aku tidak bisa mengingatnya.
Rasanya sudah lama.
IBU
Apa sebab kamu mati?
BAPAK
Mungkin lantaran TBC, mungkin
lantaran aku tak tahan menanggung mal terus-terusan akibat anak kita Tarkeni (Batuk)
Batukku enteng dan tidak berdarah lagi.
IBU
Karena kamu telah mati, pak. Kamu
dibebaskan dari, bahkan dari penyakit.
BAPAK
Kalau begitu, mati itu enak dong.
IBU
Sudahlah, kau bilang tentang
Tarkeni tadi. Kenapa dia?
BAPAK
Seperti kau sendiri tahu, anak
kita memang benar pelacur dan aku malu sendiri.
IBU
Boleh saja malu, tapi tak usah
terlalu lama.
BAPAK
Kamu bisa begitu. Tapi aku tidak.
Selama dia jadi pelacur selama itu pula saya malu. Bagaimana tidak!? Kamu tahu
dari buyut saya smapi ayah saya semuanya penghulu dan ulama terkenal, dan
Tarkeni….
IBU
Yang penting kita telah berusaha
keras menginsyafkan dia dan Tuhan tahu itu.
BAPAK
Tapi ini soal kehormatan
keluarga dan sama sekali bukan soal Tuhan.
Ha? Aku bilang apa tadi?
IBU
Sudahlah kamu jangan ngaco. Lebih
baik kita berdoa sekarang demi anak-anak kita.
BAPAK
Ya, saya akan berdoa biar anak itu
tahu betapa besar cinta saya kepadanya dan…
IBU
Sudah
BAPAK
Kesucian namaku dan keluarga haruslah….
IBU
Sudah aku bilang
BAPAK (terus omong tanpa suara)
IBU (Tanpa suara)
MADEKUR
Kalau kau menangis terus begitu.
Waska pasti kecewa. Berhentilah. Lupakan semuanya.
TARKENI
Sudah sepuluh tahun aku tak sempat
menangis, biarkan aku kini menangis barang dua menit untuk kematian kedua orang
tuaku.
MADEKUR
Aku?
TARKENI
Menangislah kalau kau mau
MADEKUR
Aku tidak bisa lagi menangis, juga
tidak mengaduh ketika lenganku yang kiri dilindas roda kereta api.
TARKENI
Kalau begitu kau cukup diam dan
biarkan aku menangis sebentar (Menangis)
MADEKUR
Kalau sudah, kita harus segera ke
kantor Gubernur, kita sangat diperlukan.
TARKENI
Madekur, biarkanlah aku menangis
dulu.
MADEKUR
Baiklah, baiklah. Menangislah.
TARKENI LALU MENANGIS. SESEORANG
MUNCUL
SESEORANG
Permisi
MADEKUR
Ada apa?
SESEORANG
Mau melonte, Tarkeni nganggur?
MADEKUR
Sedang berkabung.
SESEORANG
Jadi tidak terima tamu?
TARKENI
Terima. Tunggu saja di kamar.
SESEORANG
Terima kasih. Permisi (Keluar)
MADEKUR
Kita harus segera ke kantor
Gubernur
TARKENI
Kenapa?
MADEKUR
Orang tua ku di sana. Mereka
mencariku.
TARKENI
Kenapa di sana?
MADEKUR
Mereka tetap berpendapat aku ini
Gubernur Jakarta.
TARKENI
Tapi.
MADEKUR
Ayolah kita segera berangkat
LALU MADEKUR MENARIK TARKENI
KELUR. DAN KEMUDIAN MUNCUL LELAKI TADI YANG HAMPIR TELANJANG
SESEORANG
Tarkeni, di mana kau?
ORANG ITU TERUS MENCARI MENYERU
TARKENI SAMBIL AKHIRNYA KELUAR. DAN BERSAMAAN DENGAN ITU MASUK BEBERAPA ORANG
YANG NAMPAKNYA SEDANG BERTENGKAR
BAPAK
Coba, aku sudah menyebut namaku,
aku sudah sebut nama anakku, aku sudah sebut pangkat anakku, aku mesti menyebut
apalagi supaya boleh bertemu dengan anakku.
RESEPSIONIS
Bapak boleh bertemu dengan anak
bapak, tapi tidak di sini.
BAPAK
Di mana? Di mana? Di rumahnya? Aku
belum tahu di mana rumahnya. Di sini sudah jelas kantornya, dan di sini sudah
jelas lebih gampang aku bisa menemuinya, kenapa tidak boleh?
IBU
Barangkali dia sedang…. Sedang
repot, pak. Dinas, rapat.
BAPAK
Saya tidak peduli dia sedang apa,
saya hanya perlu ketemu sekarang juga, sebentar, non. Coba jawab pertanyaan
saya. Nona tahu buat apa saya perlu ketemu anak saya alias Gubernur?
RES
Bagaimana saya tahu?
BAPAK
Itulah! Sebab itulah non tidak
boleh gegabah pada siapa saja yang bernama tamu. Nah, biar jelas saya akan
uraikan secara panjang lebar kenapa dan dengan apa saya perlu bertemu dengan
anak saya alias Gubernur.
RES TANPA PEDULI MULAI MAKAN
SIANGNYA
BAPAK
Sebentar, non mau dengarkan saya
atau makan saja?
RES
Saya lapar. Ini jam istirahat.
IBU
Kelihatannya enak ya non.
BAPAK
Baiklah saya izinkan kau makan
sambil mendengarkan saya. Saya mau bicara apa tadi, bu?
IBU
Kenapa….
BAPAK
Saya sudah tahu. Ya, kenapa dan
dengan tujuan apa saya ingin ketemu dengan
anak saya alias Gubernur? Sebab sudah bertahun-tahun gubernur itu tidak pernah
lagi mengirim wesel kepada saya. coba tahu nona alasan apa dia tidak
mengirimkan lagi wesel-wesel itu kapada saya?
RES
Saya kira tidak ada alasan untuk
melupakan orang tuanya.
BAPAK
Setidak-tidaknya ia bisa menyuruh
ajudannya untuk mengirimkan wesel itu ke desa saya.
RES
Lalu tujuan bapak ketemu?
BAPAK
Ada dua. Pertama, memarahinya dan
kedua membujuknya. Sebentar, Bu, kappa dia terakhir kali mengirim wesel?
IBU
Dua maulud yang lalu.
BAPAK
Kau pelupa. Tidak mungkin. Coba,
darimana kita dapat uang seminggu yang lalu untuk naik bus!?
IBU
Kamu yang lupa. Seminggu yang lalu
kita resmi jadi pengemis.
BAPAK (Marah)
Sekali lagi sebut kata itu saya
jambak! (Menunjuk Res) siapa itu?
IBU
Orang lain, pak.
BAPAK
Nah, jangan bikin malu – non,
dengar apa yang kami percakapkan barusan?
(Res menggelengkan kepalanya dan
menyelesaikan suapannya)
BAPAK
Sayang sekali, tapi tidak apa.
Kami baru saja membicarakan keistimewaan anak kam alias gubernur. Ketika dia
lahir kepalanya bercahaya.
IBU
Dan sehari sebelum melahirkannya,
say abaca di lanit yang bru tulisan arab yang bunyinya Madekur.
RES
Saya ulangi lagi, pak. Nama anak
bapak Madekur, bukan?
BAPAK
Tepatnya Muhammad Madekur.
RES
Ya, Muhamad Madekur. Sedangkan
nama gubernur adalah Mohamad Mabrur
BAPAK
Pasti itu nama samaran
IBU
Kedengarannya hampir sama, tapi
tidak sama. Bagaimana pun kita harus menyesal karena kita tidak memberinya nama
Mabrur ketika dia lahir.
BAPAK
Tidak usah menyesal karena dia toh
akhirnya bisa pilih nama sendiri
IBU
Dan dipikir-pikir antara nama
Madekur dengan Mabrur nggak begitu berbeda ya pak?
BAPAK
Cuma beda beberapa huruf saja. Apa
harus jadi soal?
MUNCUL MADEKUR DAN TARKENI
MADEKUR
Pak.
BAPAK DAN IBU DIAM SAJA
TARKENI
Bu
JUGA BAPAK DAN IBU DIAM SAJA.
ANEH.
BAPAK
Maaf, saudara siapa? Mau cari
siapa?
MADEKUR
Madekur, pak. Anak bapak.
BAPAK
Madekur siapa anak bapak siapa?
MADEKUR
Kita jelaskan nanti di rumah. Kita
pulang sekarang.
BAPAK
Kita kita siapa pulang pulang ke
mana?
MADEKUR
Jangan main-main, pak. Ini
kantor….
BAPAK
Sejak tadi sebenarnya aku ingin
mengatakan hal itu dan terus terang aku jengkel karena pertanyaanmu terus nyerocos
sementara aku tak tahu siapa kalian.
MADEKUR
Aku anak bapak dan ini menantu
bapak.
BAPAK
Tidak, nak. Cara kalian menipu
orang tua terlalu kasar dan aku tidak akan terkecoh.
TARKENI
Apa yang terjadi?
BAPAK
Penipuan
IBU
Ya, penipuan di siang bolong.
Toloooong!
BAPAK
Sudah jelas anakku gubernur dan
kalian mengaku diri sebagai anakku?
MAD /TAR
Pak, dengar.
IBU
Polisi, tolong!!
ORANG-ORANG MEMBERIKAN PERTOLONGAN
YANG DIMINTA, JUGA BEBERAPA POLISI DATANG. DAN SEMUA ORANG DAN POLISI
MENANYAKAN PERSOALANNYA KEPADA IBU DAN BAPAK. IBU MENJELASKAN SECARA BERAPI-API
‘PENIPUAN’ TADI. SEBALIKNYA, MADEKUR TARKENI JUGA MENCOBA JUGA MENJELASKAN HAL
YANG SEBENARNYA SECARA MATI-MATIAN. SECARA SUSAH PAYAH. AKHIRNYA ORANG-ORANG
BERSAMA POLISI-POLISI MENYERET MADEKUR TARKENI KE KANTOR POLISI.
LANTARAN RIBUTNYA ORANG-ORANG,
LANTARAN TIAP-TIAP ORANG INGIN MENONJOL MENYELESAIKAN PERSOALAN TERSBEUT, MAKA
TIBA-TIBA SESEORANG NAIK KE MIMBAR DAN MENGANGKAT DIRINYA SEBAGAI KETUA
SEKALIGUS MEMBENTUK APA YANG DISEBUTNYA ‘PANITIA PENYELESAIAN PERSOALAN
PERTIKAIAN SEJENIS
KETUA
Perhatian! Perhatian! Jangan
bertindak sendiri-sendiri! Jangan menafsirkan sendiri-sendiri! Jangan menjadi
hakim sendiri-sendiri! Jangan menjadi jaksa sendiri-sendiri! Jangan menjadi
advokat sendiri-sendiri! Jangan jangan jangan!
Daripada saudara-saudara rebut
semrawut begitu tanpa pangkal ujung, pilihlah seorang ketua. Daripada
saudara-saudara akan babak belur lantaran bertikaian kata tanpa kejelasan
pokok, pilihlah tunjuklah seorang ketua. Daripada saudara-saudara tidak punya
ketua, tunjuklah saya sebagai ketua.
ORANG-ORANG MEMPERCAKAPKANNYA
SEHINGGA KEMBALI RIBUT LAGI. DAN TAMBAH LAMA TAMBAH REBUT. KEMUDIAN SANG KETUA
MENJERIT KERAS SEKALI HINGGA SEMUA ORANG BERHENTI BICARA TERKEJUT
ORANG-ORANG
Kenapa? Kenapa?
KETUA
Aku Cuma menjerit agar
saudara-saudara kembali memperhatikan saya. Terus terang saya tidak tega
membiarkan saudara-saudara bercakar-cakaran hanya untuk mencari nama yang tepat
dan orang yang tepat sebagai ketua. Apa saudara-saudara suka berdebat?
0 komentar
Posting Komentar