Selasa, 13 Desember 2016

Naskah Drama Orkes Madun 1 Bagian 7

NABI I
Semar, lakonmu kali ini pahit sekali dan compang-camping

SEMAR
Aku sendiri tidak tahu lagi. Yang kutahu hanayalh kekecewaan demi kekecewaan yang tak pernah terlintas dalam benakku.

WASKA
Ketika aku dilahirkan, sejak dulu sampai kini pun, aku tetap berpihak kepada cinta. Tapi kejahatan kusaksikan semakin memenuhi sudut-sudut pandangan dan meneyrbu membakar-memusnahkan impian-impian masa kanak-kanakku. Segala macam kekecewaan!

NABI I
Apa tidak ada yang kau matangkan!?

WASKA
Semuanya kumatangkan menjadi kenekatan (Seketika menjadi Waska) Anak-anakku!!, berkeliaranlah sebagai umang-umang dan setialah sebagai umang-umang karena kalian adalah umang-umang

SEKETIKA PENTAS MENJADI SEBAGAI APAI AMARAH DAN SELANJUTNYA SENYAP. DI PENTAS CUMA ADA MADEKUR DAN TARKENI. SISIPAN. BAPAK TARKENI BERKELIARAN DALAM RUANG KOSONG DENGAN WAJAH PENUH TANYA. IA MEMAKAI SEPATU RODA

BAPAK
Ini pasti sungai susu itu 

(Lalu lewat Ibu Tarkeni yang membawa sekuntum bunga dengan wajah riang. Dan ia juga memakai sepatu roda)

Itu pasti bidadari. Stop.

(Ia mengejarnya dan keluur. Begitulah saling berkejaran)

Pasti kamu bidadari

IBU (menyembunyikan wajahnya)
Bukan.

BAPAK
Mengaku saja.

IBU 
Bukan

BAPAK
Kalau begitu buka wajahmu

IBU
Malu.

BAPAK
Atau kamu pelacur yang sebulan sebelum saya mati…

IBU (membuka wajahnya)
Setan! Ternyata kamu hidung belang!

BAPAK
Sebentar-sebentar, kamu siapa? Jangan marah-marah dulu. Jelaskan siapa kamu. Rasanya aku pernah melihatmu.

IBU
Coba besarkan mata kamu!

LALU IA MEMBELALAKAN MATANYA

BAPAK
Oh, ibu….

IBU
Jangan sentuh aku. Kau kotor. Tempatmu di neraka nanti.

BAPAK
Bu, sama sekali aku mencarimu di ruangan yang aneh ini.

IBU
Akhirat, goblok.

BAPAK
Ya, bu….

IBU
Jangan sentuh aku. Kau telah nyeleweng.

BAPAK
Jangan dulu bersikap negative begitu. Dengarkan.

Ibu berpaling

BAPAK
Percayalah, bahwa pelacur yang kutiduri itu persis wajah dan tubuhnya dengan kau, bu. Matanya persis matamu. Hidungnya persis hidungmu. Bibirnya persis bibirmu. Segala-galanya persis segala yang kau miliki yang indah dan menggemaskan itu.

IBU MEMATAHKAN BUNGA DARI TANGKAINYA DAN MELEMPARKANNYA

jadi bu, secara rohaniah, malam itu aku tidur denganmu.semuanya adalah rindu kita cinta kita.
IBU
Betul, pak?

BAPAK
Kebenaran selalu sukar diungkapkan

IBU
Oh, pak. Betapa setia kau.(Mereka berpelukan) Omong-omong, kapan kau mati, pak?

BAPAK
Aku tidak bisa mengingatnya. Rasanya sudah lama.

IBU
Apa sebab kamu mati?

BAPAK
Mungkin lantaran TBC, mungkin lantaran aku tak tahan menanggung mal terus-terusan akibat anak kita Tarkeni (Batuk) Batukku enteng dan tidak berdarah lagi.

IBU
Karena kamu telah mati, pak. Kamu dibebaskan dari, bahkan dari penyakit.

BAPAK
Kalau begitu, mati itu enak dong.

IBU
Sudahlah, kau bilang tentang Tarkeni tadi. Kenapa dia?

BAPAK
Seperti kau sendiri tahu, anak kita memang benar pelacur dan aku malu sendiri.

IBU
Boleh saja malu, tapi tak usah terlalu lama.

BAPAK
Kamu bisa begitu. Tapi aku tidak. Selama dia jadi pelacur selama itu pula saya malu. Bagaimana tidak!? Kamu tahu dari buyut saya smapi ayah saya semuanya penghulu dan ulama terkenal, dan Tarkeni….

IBU
Yang penting kita telah berusaha keras menginsyafkan dia dan Tuhan tahu itu.

BAPAK
Tapi ini soal kehormatan keluarga  dan sama sekali bukan soal Tuhan. Ha? Aku bilang apa tadi?

IBU
Sudahlah kamu jangan ngaco. Lebih baik kita berdoa sekarang demi anak-anak kita.

BAPAK
Ya, saya akan berdoa biar anak itu tahu betapa besar cinta saya kepadanya dan…

IBU
Sudah

BAPAK
Kesucian namaku dan  keluarga haruslah….

IBU
Sudah aku bilang

BAPAK (terus omong tanpa suara)

IBU (Tanpa suara)

MADEKUR
Kalau kau menangis terus begitu. Waska pasti kecewa. Berhentilah. Lupakan semuanya.

TARKENI
Sudah sepuluh tahun aku tak sempat menangis, biarkan aku kini menangis barang dua menit untuk kematian kedua orang tuaku.

MADEKUR
Aku?

TARKENI
Menangislah kalau kau mau

MADEKUR
Aku tidak bisa lagi menangis, juga tidak mengaduh ketika lenganku yang kiri dilindas roda kereta api.

TARKENI
Kalau begitu kau cukup diam dan biarkan aku menangis sebentar (Menangis)

MADEKUR
Kalau sudah, kita harus segera ke kantor Gubernur, kita sangat diperlukan.

TARKENI
Madekur, biarkanlah aku menangis dulu.

MADEKUR
Baiklah, baiklah. Menangislah.

TARKENI LALU MENANGIS. SESEORANG MUNCUL

SESEORANG
Permisi

MADEKUR
Ada apa?

SESEORANG
Mau melonte, Tarkeni nganggur?

MADEKUR
Sedang berkabung.

SESEORANG
Jadi tidak terima tamu?

TARKENI
Terima. Tunggu saja di kamar.

SESEORANG
Terima kasih. Permisi (Keluar)

MADEKUR
Kita harus segera ke kantor Gubernur

TARKENI
Kenapa?

MADEKUR
Orang tua ku di sana. Mereka mencariku.

TARKENI
Kenapa di sana?

MADEKUR
Mereka tetap berpendapat aku ini Gubernur Jakarta.

TARKENI
Tapi.

MADEKUR
Ayolah kita segera berangkat

LALU MADEKUR MENARIK TARKENI KELUR. DAN KEMUDIAN MUNCUL LELAKI TADI YANG HAMPIR TELANJANG

SESEORANG
Tarkeni, di mana kau?

ORANG ITU TERUS MENCARI MENYERU TARKENI SAMBIL AKHIRNYA KELUAR. DAN BERSAMAAN DENGAN ITU MASUK BEBERAPA ORANG YANG NAMPAKNYA SEDANG BERTENGKAR

BAPAK
Coba, aku sudah menyebut namaku, aku sudah sebut nama anakku, aku sudah sebut pangkat anakku, aku mesti menyebut apalagi supaya boleh bertemu dengan anakku.

RESEPSIONIS
Bapak boleh bertemu dengan anak bapak, tapi tidak di sini.

BAPAK
Di mana? Di mana? Di rumahnya? Aku belum tahu di mana rumahnya. Di sini sudah jelas kantornya, dan di sini sudah jelas lebih gampang aku bisa menemuinya, kenapa tidak boleh?

IBU
Barangkali dia sedang…. Sedang repot, pak. Dinas, rapat.

BAPAK
Saya tidak peduli dia sedang apa, saya hanya perlu ketemu sekarang juga, sebentar, non. Coba jawab pertanyaan saya. Nona tahu buat apa saya perlu ketemu anak saya alias Gubernur?

RES
Bagaimana saya tahu?

BAPAK
Itulah! Sebab itulah non tidak boleh gegabah pada siapa saja yang bernama tamu. Nah, biar jelas saya akan uraikan secara panjang lebar kenapa dan dengan apa saya perlu bertemu dengan anak saya alias Gubernur.

RES TANPA PEDULI MULAI MAKAN SIANGNYA

BAPAK
Sebentar, non mau dengarkan saya atau makan saja?

RES
Saya lapar. Ini jam istirahat.

IBU
Kelihatannya enak ya non.

BAPAK
Baiklah saya izinkan kau makan sambil mendengarkan saya. Saya mau bicara apa tadi, bu?

IBU
Kenapa….

BAPAK
Saya sudah tahu. Ya, kenapa dan dengan tujuan  apa saya ingin ketemu dengan anak saya alias Gubernur? Sebab sudah bertahun-tahun gubernur itu tidak pernah lagi mengirim wesel kepada saya. coba tahu nona alasan apa dia tidak mengirimkan lagi wesel-wesel itu kapada saya?

RES
Saya kira tidak ada alasan untuk melupakan orang tuanya.

BAPAK
Setidak-tidaknya ia bisa menyuruh ajudannya untuk mengirimkan wesel itu ke desa saya.

RES
Lalu tujuan bapak ketemu?

BAPAK
Ada dua. Pertama, memarahinya dan kedua membujuknya. Sebentar, Bu, kappa dia terakhir kali mengirim wesel?

IBU
Dua maulud yang lalu.

BAPAK
Kau pelupa. Tidak mungkin. Coba, darimana kita dapat uang seminggu yang lalu untuk naik bus!?

IBU
Kamu yang lupa. Seminggu yang lalu kita resmi jadi pengemis.

BAPAK (Marah)
Sekali lagi sebut kata itu saya jambak! (Menunjuk Res) siapa itu?

IBU
Orang lain, pak.

BAPAK
Nah, jangan bikin malu – non, dengar apa yang kami percakapkan barusan?

(Res menggelengkan kepalanya dan menyelesaikan suapannya)

BAPAK
Sayang sekali, tapi tidak apa. Kami baru saja membicarakan keistimewaan anak kam alias gubernur. Ketika dia lahir kepalanya bercahaya.

IBU
Dan sehari sebelum melahirkannya, say abaca di lanit yang bru tulisan arab yang bunyinya Madekur.

RES
Saya ulangi lagi, pak. Nama anak bapak Madekur, bukan?

BAPAK
Tepatnya Muhammad Madekur.

RES
Ya, Muhamad Madekur. Sedangkan nama gubernur adalah Mohamad Mabrur

BAPAK
Pasti itu nama samaran

IBU
Kedengarannya hampir sama, tapi tidak sama. Bagaimana pun kita harus menyesal karena kita tidak memberinya nama Mabrur ketika dia lahir.

BAPAK
Tidak usah menyesal karena dia toh akhirnya bisa pilih nama sendiri

IBU
Dan dipikir-pikir antara nama Madekur dengan Mabrur nggak begitu berbeda ya pak?

BAPAK
Cuma beda beberapa huruf saja. Apa harus jadi soal?

MUNCUL MADEKUR DAN TARKENI

MADEKUR
Pak.

BAPAK DAN IBU DIAM SAJA

TARKENI
Bu

JUGA BAPAK DAN IBU DIAM SAJA. ANEH.

BAPAK
Maaf, saudara siapa? Mau cari siapa?

MADEKUR
Madekur, pak. Anak bapak.

BAPAK
Madekur siapa anak bapak siapa?

MADEKUR
Kita jelaskan nanti di rumah. Kita pulang sekarang.

BAPAK
Kita kita siapa pulang pulang ke mana?

MADEKUR
Jangan main-main, pak. Ini kantor….

BAPAK
Sejak tadi sebenarnya aku ingin mengatakan hal itu dan terus terang aku jengkel karena pertanyaanmu terus nyerocos sementara aku tak tahu siapa kalian.

MADEKUR
Aku anak bapak dan ini menantu bapak.

BAPAK
Tidak, nak. Cara kalian menipu orang tua terlalu kasar dan aku tidak akan terkecoh.

TARKENI
Apa yang terjadi?

BAPAK
Penipuan

IBU
Ya, penipuan di siang bolong. Toloooong!

BAPAK
Sudah jelas anakku gubernur dan kalian mengaku diri sebagai anakku?

MAD /TAR
Pak, dengar.

IBU
Polisi, tolong!!

ORANG-ORANG MEMBERIKAN PERTOLONGAN YANG DIMINTA, JUGA BEBERAPA POLISI DATANG. DAN SEMUA ORANG DAN POLISI MENANYAKAN PERSOALANNYA KEPADA IBU DAN BAPAK. IBU MENJELASKAN SECARA BERAPI-API ‘PENIPUAN’ TADI. SEBALIKNYA, MADEKUR TARKENI JUGA MENCOBA JUGA MENJELASKAN HAL YANG SEBENARNYA SECARA MATI-MATIAN. SECARA SUSAH PAYAH. AKHIRNYA ORANG-ORANG BERSAMA POLISI-POLISI MENYERET MADEKUR TARKENI KE KANTOR POLISI.
LANTARAN RIBUTNYA ORANG-ORANG, LANTARAN TIAP-TIAP ORANG INGIN MENONJOL MENYELESAIKAN PERSOALAN TERSBEUT, MAKA TIBA-TIBA SESEORANG NAIK KE MIMBAR DAN MENGANGKAT DIRINYA SEBAGAI KETUA SEKALIGUS MEMBENTUK APA YANG DISEBUTNYA ‘PANITIA PENYELESAIAN PERSOALAN PERTIKAIAN SEJENIS

KETUA
Perhatian! Perhatian! Jangan bertindak sendiri-sendiri! Jangan menafsirkan sendiri-sendiri! Jangan menjadi hakim sendiri-sendiri! Jangan menjadi jaksa sendiri-sendiri! Jangan menjadi advokat sendiri-sendiri! Jangan jangan jangan!
Daripada saudara-saudara rebut semrawut begitu tanpa pangkal ujung, pilihlah seorang ketua. Daripada saudara-saudara akan babak belur lantaran bertikaian kata tanpa kejelasan pokok, pilihlah tunjuklah seorang ketua. Daripada saudara-saudara tidak punya ketua, tunjuklah saya sebagai ketua.

ORANG-ORANG MEMPERCAKAPKANNYA SEHINGGA KEMBALI RIBUT LAGI. DAN TAMBAH LAMA TAMBAH REBUT. KEMUDIAN SANG KETUA MENJERIT KERAS SEKALI HINGGA SEMUA ORANG BERHENTI BICARA TERKEJUT

ORANG-ORANG
Kenapa? Kenapa?

KETUA
Aku Cuma menjerit agar saudara-saudara kembali memperhatikan saya. Terus terang saya tidak tega membiarkan saudara-saudara bercakar-cakaran hanya untuk mencari nama yang tepat dan orang yang tepat sebagai ketua. Apa saudara-saudara suka berdebat?

0 komentar

Posting Komentar