Rabu, 28 Desember 2016

Naskah Drama SOBRAT

(Sebuah Sandiwara Gelap)

Catatan Gelap
 Kisah ini diilhami oleh tragedi penambang emas liar di daerah gunung Pongkor, Jawa Barat. Serta, kejadian aneh yang dialami pembantu saya sekitar tahun 80 an yang bernama Jaman. Dia suka nomor buntut, dan ia bermimpi berjumpa dengan jin wanita di garasi rumah, jin itu membisikan nomor jitu  dengan syarat Jaman harus bersedia kawin dengannya. Tanpa pikir panjang, Jaman bersedia dan nomor pun kena. Akibatnya, Jaman jadi kaya menurut ukurannya, lalu pulang ke kampungnya dan menikah dengan gadis pilihannya. Ternyata jin wanita itu menagih janji dan menganggap Jaman berkhianat. Jin itu hanya meniup tangannya dan menciumnya dalam mimpi. Sejak saat itu, Jaman jadi bisu dan tuli. Percaya atau tidak bahwa dalam hidup ini adakalanya muncul keanehan. Dan, keanehan bagi seorang penulis lakon adalah lahan untuk didramatisir. Dengan mengambil setting masa penjajahan ketika masa kuli kontrak merajalela, sandiwara ini dikembangkan. Hasilnya, sebuah sandiwara gelap yang terdiri dari delapan belas bagian berjudul SOBRAT. Siapa tahu bisa jadi cermin bahwa kita memang masih jadi bangsa kuli sampai sekarang dan pengiriman TKI/TKW tak akan pernah berhenti.

  DRAMATIC PERSONAE

1.Sobrat                                           Pemuda Kampung Lisung
2.Samolo                                         Pemuda Kampung Lisung
3.Doyong                                         Pemuda Kampung Lisung
4.Mimi                                             Ibu Sobrat
5.Wak Lopen                                   Pemilik Warung
6.Rasminah                                      Nyai/Istri Sobrat
7.Surobromo                                    Guru judi Sobrat
8.Mongkleng                                    Hawa Nafsu
9.Silbi Gendruwi                              Mahluk Halus Penguasa Bukit Kemilau
10Inang Honar                                 Pencari Tenaga Kerja
11.Mandor Bokop                            Mandor
12.Mandor Burik                             Mandor
13.Mandor                                       Mandor
14.Dongson                                     Bandar Judi Koplok
15.Dua Orang                                 Centeng


 BAGIAN SATU

Sebuah tempat bernama Tapakdara. Di tempat judi Koplok milik Dongson yang ramai oleh kaum lelaki dan pelayan wanita yang disebut Biti-biti[1]

DONGSON (mengocok batok kelapa berisi dadu)
Koplok-koplok-koplok! (menjatuhkan ke lantai judi) Kelabang, kalajengking, ah laba-laba! (tertawa)
Kalian kalah! (kepada wanita di sampingnya) Lampok, Simpan di tong! (wanita pelayan itu dengan telaten memunguti uang Benggol[2] dan memasukannya ke tong kayu. Para penjudi tampak gelisah dan penasaran, termasuk Sobrat yang tampak layu. Dongson kembali mengocok batok kelapa)
Koplok-koplok-koplok! (menjatuhkan ke lantai judi) Laba-laba, kelabang! Laba-laba! (tertawa) Kalian tak seberuntung malam kemarin! (pada Sobrat) Sobrat, habis!?

Sobrat mengangguk, tapi tiba-tiba ia berdiri, ia membuka baju dan celana panjangnya. Lampok menjerit, lalu tertawa. Sobrat menaruh baju dan celananya di lantai judi. Semua riuh menyaksikan kelakuan Sobrat. Sobrat tidak peduli


DONGSON (mengocok kembali batok kelapa)
Koplok-koplok-koplok! (menjatuhkannya ke lantai judi) Capung! Kelabang! Jangkrik! (teriak) Hampir, Sobrat! Tapi sayang, laba-laba! (tertawa)

Tiba-tiba keriuhan hilang, sangat sepi. Hanya tampak adegan perjudian ini tanpa bunyi. Hanya aksi saja. sobrat berdiri dengan hanya mengenakan cawat. Dia berjalan ke depan melakukan solilokui[3]

SOBRAT
Beginilah hidupku di Tapak dara ini! Jauh dari kampung Lisung datang ke bukit Kemilau hanya untuk mengadu nasib menjadi kuli kontrak penambang emas. Padahal aku cukup bahagia bersama Mimi[4], ibuku. Mimi yang sangat telaten, suka memasak sayur asem untukku, suka membuatkan pepes ikan dan sambal pedas untukku. Semuanya itu kutinggalkan demi emas. Kalau aku beruntung, upah yang kudapat, lalu habis di lantai judi dan biti-biti. Lalu aku kontrak lagi. Aku selalu tergoda, sejak pergi tinggalkan kampung, sejak pergi dari tanah yang sebenarnya subur, sawah yang ledok[5] dan Kebo[6] yang montok.

Diam

Kalau saja aku tidak tergoda oleh bujuk rayu Inang Honar[7]waktu itu, mungkin aku sekarang tengah memandikan kebo milik ngabihi, orang kaya di kampungku. Mungkin sekarang aku tengah makan singkong bakar dari hawu[8] sambil sesekali menggigit gula jawa biar tambah enak

Diam

Tapi godaan itu…. inang Honar si pembujuk ulung menjanjikan bahwa uang mudah di dapat, kerlipan emas di bukit kemilau seperti pasir yang berserak di mana-mana, termasuk wanitanya. Sekali lagi aku tergoda (menirukan suara Inang Honar, walaupun tidak persis suara wanita)
Sobrat, kamu itu pemuda yang kuat. Tubuhmu berotot ibarat baja balung besi, mirip Gatotkaca dalam wayang kulit Jawa. Pemuda macam kamulah yang bisa menjadi pemilik bukit Kemilau. Kamu hanya korek-korek sedikit tanahnya, dan kamu bisa dapatkan butiran emas sebesar biji salak; setelah itu kamu akan miliki apa yang kamu mau!

(meludah)

Haram jadah! Kalian lihat, aku begini memalukan, hanya tinggal cawat katok[9] (merubah suaranya) Sobrat! Sobrat! Kamu pulang, nak. Oh, anakku sayang semata wayang. Bawa harta dan sutra, bawa kemakmuran bagi kampungmu. Sobrat datang! Sobrat datang! Sobrat sayang, anakku semata wayang!

(bersuara keras)

Tapi, aku takkan pulang, Mi. aku telah terjebak dalam pusaran hidup di bukit Kemilau ini. Aku takkan pulang, Mi. aku belum kaya, Mi. utangku banyak, Mi. aku harus menggali bukit padas dan batu keras, Mi. aku harus masuk sumur maut berjam-jam, Mi. sembari berdoa agar talinya tidak putus, Mi! aku takkan pulang, Mi! (Sobrat menjatuhkan dirinya ke tanah. Hening)

SOBRAT (lirih)
Aku akan pulang, bila aku sudah kaya, Mi…!

LAMPU GELAP

BAGIAN DUA

Tampak permainan music kendang pencak silat irama “Padungdung”[10]. Terompetnya bertuat-tuit riang. Tampak pula adu gulat tradisional ala Sunda yang disebut “permainan Dogong” tengah berlangsung. Yang bermain yaitu Sobrat dan Samolo. Kedua-duanya jago Dogong kampung Lisung, semenara itu tampak pak Ngabihi – kepala kampung – ditemani Inang Honar, tamu istimewa dari seberang sekaligus seorang pencari tenaga kerja. Orang-orang berkerumun menikmati permainan Dogong.
Tiba-tiba Sobrat berhasil menjatuhkan Samolo dan menindihnya, Samolo tak berdaya, ia kalah. Semua bersorak. Inang Honar dengan kipas warna merahnya tampak senang, music kendang pencak silat terdengar naik-turun. Jika ada dialog, terdengar menurun, sementara jika merespon situasi, akan terdengar menaik.

WASIT DOGONG
Akhirnya, lahir jago Dogong baru dari kampung Lisung, yaitu Sobrat!

ORANG-ORANG
Hidup Sobrat! Hidup Sobrat!

Musik naik. Tampak Sobrat bersalaman dengan Samolo. Music menurun, sampai akhirnya berhenti. Para pemain music pengiring permainan Dogong berkemas. Lalu Sobrat dipanggil menghadap Inang Honar. Inang Honar mengeluarkan sekanjut kundang[11] uang logam, dan ditimang-timangnya di depan Sobrat. Semua orang kampung melongo

INANG HONAR
Kamu luar biasa. Permainan Dogong memang permainan lelaki. Hanya lelaki kuatlah yang bisa main Dogong. Di tempat asalku permainan semacam ini disebut masurangut[12]. Kalau kalian ikut aku, kalian akan memiliki banyak uang seperti ini. (Memberi uang pada Sobrat) persenan ini untukmu, terimalah! Ingat, itu hanya beberapa benggol. Kalau kamu mau, kamu bisa dapat lebih banyak!

SOBRAT
Bagaimana caranya, Inang?

INANG HONAR
Kamu ikutlah aku ke bukit Kemilau. Tinggal korek-korek tanah, kamu akan dapatkan emas sebesar biji salak. Kamu mau jadi penambang emas di sana?

PEMUDA-PEMUDA KAMPUNG
Mau, mau!

INANG HONAR (tertawa)
Bagus, aku senang para pemuda yang trengginas[13]. Apakah kalian penakut?

PEMUDA-PEMUDA KAMPUNG
Tidak, tidak!

INANG HONAR
Siapa penakut, boleh mundur! (menunggu reaksi) Ternyata semuanya adalah pemberani. Di sana nanti kalian akan dapatkan apa yang kalian inginkan, emas gadis dan kebebasan hidup. (Pada Sobrat) kamu merasa bahagia malam ini. Tapi ingat anak muda, kebahagiaanmu ini belum seujung tahi kuku kalau dibandingkan dengan kebahagianmu di tanah seberang nanti, tanah yang berpendar-pendar karena kemilau emas, gadis-gadisnya yang berkulit kuning bersih dan halus, dan satu lagi…. Kebebasan hidup akan kamu reguk sepuasnya.

PEMUDA-PEMUDA KAMPUNG
Kami ingin ikut, kami ingin ikut!

INANG HONAR
Bagus, bagus.

SAMOLO
Bagaimana caranya, Inang?

INANG HONAR
Pokoknya begini saja. yang akan ikut nanti berkumpul di kedai Wak Lopen. Tapi harus daftar dulu sama pak Ngabihi ini ya!?

Inang Honar pergi diikuti pak Ngabehi dan dua orang centeng, Sobrat dan para pemuda kampong berkumpul

SAMOLO
Kamu mau pergi, Brat?

SOBRAT
Aku harus minta izin Mimi dulu.

Para pemuda kampung menertawakan ucapan Sobrat

SAMOLO
Seperi anak kecil saja harus minta ijin. Kamu kan sudah gede, pake izin segala…

SOBRAT
Jangan begitu, Lo. Kamu enak sudah tidak ada yang melarang, aku kan masih ada Mimi. Surga itu ada di telapak kaki Ibu!

SAMOLO
Kaki ibu? Kaki Mimimu kan rorombeuheun[14] dan bau!?

Para pemuda kampung menertawakan ucapan Samolo. Dengan satu rangkulan dan pitingan, Samolo tak berdaya dijepit Sobrat. Ia hampir tak bernapas.

SOBRAT
Ucapkan sekali lagi, Lo. “Kaki mimiku rorombeuheun dan bau!” Ayo!.

SAMOLO
Ampun, Brat, aku hanya main-main! Ampun!

SOBRAT
Ibu tak boleh dipakai main-main! (pada yang lain) Kalian dilahirkan oleh siapa heh? (Hening dan diam. Sobrat melepaskan jepitan, lalu pergi)

SAMOLO
Hei Brat, kamu jadi ikut? Jangan lupa, kami tunggu di kedai Wak Lopen.

Sobrat hanya mengangguk sambil ngeloyor pergi

LAMPU GELAP

BAGIAN TIGA

Kamar Sobrat hanya diterangi Cempor. Muncul orang satu persatu sambil bersiul. Mereka menyeret rantai emas. Sobrat terbangun

SOBRAT
Apa itu?

ORANG I (berbisik)
Rantai emas, kawan!

SOBRAT
è…À‰Uôu$ƒL___…ÀÇEè____t_@_…Àt_jÿPÿ_ p_0Mì‹Eô…À_p___iÿ|___øë‹




[1] Gadis Abdi dalem istana (bahasa melayu)
[2] Mata uang tembaga bernilai 2.5 persen (dipakai pada zaman penjajahan Belanda)
[3] Senandika; wacana seorang tokoh dalam karya susatra dengan dirinya sendiri di dalam drama yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan, firasat, konflik batin yang paling dalam dari tokoh tersebut.
[4] Ibu(bahasa Cirebon)
[5] Sawah yang berlumpur subur (melayu)
[6] kerbau
[7] Tipu muslihat (melayu)
[8] Perapian dari tanah liat (sunda)
[9] Celana (panjang/pendek)
[10] Peeniruan suara kendang pencak yang dipukul pada saat perkelahian seru
[11] Kain yang dirajut untuk tempat uang
[12] Permainan gulat tradisional di daerah Sumatera
[13] Lincah dan terampil
[14] Pecah-pecah kulit telapak kaki karena kutu air

0 komentar

Posting Komentar