Jumat, 30 Desember 2016

Naskah Drama Gempa Bagian 1

PARA PELAKU

 Letnan                  : Wanita usia 27 tahun, Komandan Kompi “BANTENG”

Mayor                   : Pria usia 35 tahun, Komandan Batalyon 013 “LASKAR GABUNGAN”

Kapten                 : Pria usia 30 tahun, Komandan Kompi “GARUDA HITAM”

Kopral                   : Pria usia 29 tahun, Ajudan Komandan Kompi “BANTENG”

SUATU WAKTU SEMASA
BABAK REVOLUSI BERSENJATA

TENGAH BERGELORA


BABAK I


WAKTU PAGI CERAH. DALAM RUANG PERTEMUAN YANG DIDIRIKAN SECARA DARURAT. RUANG YANG SANGAT SEDERHANA ITU BERISIKAN SEBUAH MEJA, DUA BUAH KURSI SEDERHANA.
MASUKLAH MAYOR. WAJAHNYA GAGAH DISERAMI RAMBUT GONDRONG DAN KUMIS JENGGOT MENEBAL. PADA IKAT PINGGANGNYA TERGANTUNG SEPUCUK VICKERS, DAN SEBILAH BELATI MENGHIAS PADA SISI LAIN. IA DIIRINGI KOPRAL, YANG DENGAN SIKAP HORMAT MENYILAHKAN DUDUK. KOPRAL BERPAKAIAN SERAGAM KUMAL, BERSENJATAKAN SEBILAH BAYONET.

Mayor            :   Berapa lama lagi aku musti menunggu.
Kopral            :   Sabarlah sedikit pak.
Mayor            :   Jangan ditawar lagi.
Kopral            :   Apanya pak?
Mayor            :   Kesabarannya! Sabar itu prinsip. Tidak bisa ditawar-tawar. Ngerti?!
Kopral            :   Kalau begitu kuralat ucapanku tadi. Sabarlah, titik-habis.
Mayor            :   Ya. Tapi pertanyaanku belum bung jawab.
Kopral            :   Setepat hitungan ilmu pasti tentu tidak dapat pak. Jadi, sabarlah. (SERAYA MAU PERGI)
Mayor            :   He, tunggu dulu! Bung jadi ajudannya sudah berapa lama?
Kopral            :   Sejak dia diangkat jadi komandan Kompi Banteng.
Mayor            :   Hem. Siapa yang mengusulkan pada Markas Besar Tentara untuk mengangkatnya jadi komandan dengan pangkat letnan?
Kopral            :   Kami sendiri, seluruh anak buah kesatuan.
Mayor            :   Kalian?! Astaga, kalian jantan-jantan yang berotot banteng mengusulkan seorang betina untuk menjadi komandan kesatuan kalian. Lucu sekali! (LEDAK TERTAWANYA)

KOPRAL SESAAT NAMPAK JENGKEL, TAPI MENDADAK PULA LEDAK TAWANYA, HINGGA MAYOR CEPAT MENGHENTIKAN TAWANYA. DAN DENGAN KURANG MENGERTI, MENATAP KOPRAL.
Mayor            :   He, apa yang bung tertawakan ha!
Kopral            :   Lelucon itu.
Mayor            :   Wah celaka. Jadi bung tidak merasa ya.
Kopral            :   Justru karena saya merasa sekali.
Mayor            :   Apa yang bung rasakan ha!
Kopral            :   Kelucuan bapak.
Mayor            :   Apanya yang lucu.
Kopral            :   Itulah! Bapak menganggap orang lain badut. Padahal orang yang bapak anggap badut itu justru menganggap bahwa yang badut adalah bapak. (MAYOR MENGHENTAKKAN KAKI KANAN TANDA MARAH) Sabarlah pak. (TERUS CEPAT-CEPAT KELUAR)
Mayor            :   Setan! Jika saja kau bawahanku, rasakan!

MAYOR MENGHANTAM TINJUNYA KE MEJA. DENGAN SIKAP DONGKOL IA TERUS DUDUK DI TEPI MEJA. TANGANNYA MEROGOH SAKU CELANA. DIKELUARKANNYA SELEMBAR KERTAS TERLIPAT. SESAAT DIBACA, LALU DIREMAS-REMASNYA DALAM GENGGAMAN, SAMBIL MENGGERUTU GEMAS.

Mayor            :   Tidak bisa. Ini tidak bisa terjadi! Dengan alasan apa pun juga kita tidak bisa menerima pengangkatan seorang betina menjadi komandan kompi. Terlebih pula dengan jabatan komandan sektor. Aku komandan sektor, tidak bisa terima penghinaan total ini!

KOPRAL MUNCUL LAGI DIIRINGI KAPTEN KOMANDAN KOMPI “GARUDA HITAM”. KAPTEN YANG BERWAJAH CAKAP DENGAN KUMIS MANIS ITU, SENYUM-SENYUM, SAMBIL MENYEKA RAMBUTNYA YANG SUDAH LICIN TERSISIR RAPI. PAKAIAN SERAGAMNYA NAMPAK MASIH BARU BERSIH. PADA DADA KIRI  TERSEMAT LENCANA BERGAMBAR GARUDA WARNA HITAM. DAN SEHELAI SAPU TANGAN HITAM POLOS, NAMPAK TERATUR TERKALUNGKAN PADA LEHERNYA. PADA IKAT PINGGANGNYA YANG DIHIASI RANTAIAN PELURU PISTOL, SEPUCUK CLOT SMITH, TERGANTUNG MANIS DENGAN GAYA COWBOY. MELIHAT KEDATANGAN MEREKA ITU MAYOR NAMPAK TAMBAH DONGKOL. CEPAT IA BANGKIT BERTOLAK PINGGANG, MATANYA MENYOROTKAN KEMARAHAN PADA KOPRAL.

Mayor            :   Jangan main-main ya! Bukan dia yang kunantikan.
Kopral            :   Sabarlah pak. Memang bukan beliau, eh, bukan bapak kapten ini. Beliau seperti bapak juga keperluannya.
Mayor            :   Aku mau ketemu dan bicara dengan komandan bung, berempat mata saja, tahu !
Kopral            :   Tentu pak, tentu. Saya jamin pasti berempat mata saja. Eh, bergilir dengan bapak kapten ini. bapak giliran pertama.
Mayor            :   Jadi apa perlunya bung kapten ini dibawa masuk.
Kopral            :   Tentu saja nanti bapak kapten akan keluar bila bapak sedang berunding dengan komandan kami.

MAYOR MAU BICARA LAGI, TAPI BERHENTI KARENA PERHATIANNYA MENDADAK TERTUJU KEPADA KAPTEN YANG MENYELA TEPAT PADA WAKTUNYA DENGAN DEHAM-DEHAM. KAPTEN MNEGHORMAT DENGAN SEDIKIT MEMBONGKOKKAN BADAN, SAMBIL TERSENYUM RAMAH.

Kapten          :   Rasanya akan lebih baik sekiranya kita berkenalan, bukan begitu?
Kopral            :   Usul yang simpatik. Eh kenalkan pak. Beliau, mayor, Komandan Batalyon 013 “Laskar Gabungan”.

KAPTEN DENGAN TERTIB MEMBERI HORMAT SECARA MILITER. MAYOR MEMBALAS DENGAN ANGGUKAN KECIL.

Kopral            :   Dan beliau, kapten. Komandan kompi “Garuda Hitam”.
Kapten          :   Suatu kehormatan bisa berkenalan dengan mayor komandan batalyon yang begitu kenamaan. Secara pribadi, saya merasa mendapat kehormatan besar untuk bisa berkenalan dengan pribadi bapak, yang dikelilingi cerita dan warta tentang kepahlawanan bapak yang mengagumkan.
Mayor            :   Hem. Kapten dan kesatuan bung juga sudah banyak kukenal dalam berita.
Kopral            :   Nah selamat berkenalan.

KOPRAL TERUS KELUAR. KAPTEN MEROGOH SAKU MENGELUARKAN SEBUNGKUS ROKOK, RAMAH MENAWARKAN PADA MAYOR, YANG MENERIMANYA DENGAN MENARIK SEBATANG, SAMBIL MENGAMATI ROKOK YANG SUDAH TERSELIP ANTARA JARI-JARINYA.

Mayor            :   Hem, ini rokok…
Kapten          :   Ah cuma barang hasil rampasan yang kurang berharga dari saku-saku serdadu-serdadu musuh, yang patrolinya barusan kami cegat dan kami sikat habis.

CEKATAN KAPTEN MENYALAKAN KOREK API, DENGAN SIKAP HORMAT MENYULUTKANNYA PADA ROKOK YANG SUDAH TERJEPIT DI BIBIR MAYOR, KEMUDIAN MENYULUTKANNYA PADA ROKOK YANG DIISAPNYA SENDIRI.

Mayor            :   Terus terang saja bung ya, aku sudah sering dengar tentang kesatuan bung. Cerita yang sangat tidak baik.
Kapten          :   Bahwa kesatuanku lebih cenderung sebagai kesatuan gerombolan liar, gerombolan pengacau. Demikian?
Mayor            :   Ya.
Kapten          :   Bahwa kesatuanku bertindak sebagai penguasa bersenjata yang merupakan satu-satunya penguasa di sektor ini. dan bahwa saya cenderung sebagai penguasa tanpa mahkota yang berpraktek sebagai diktator militer atas sektor, yang begini strategis lagi kondang subur loh jenawi. Demikian?
Mayor            :   Begitulah.

KAPTEN TERTAWA KECIL SAMBIL MENGHEMBUSKAN ASAP ROKOK DENGAN SIKAP KEBANGSAWANAN. LALU SUARANYA MELUNCUR LANCAR.

Kapten          :   Ya begitulah fitnah orang yang menaruh iri dengki. Betapa kan tidak. Sejak kesatuanku berhasil menguasai sektor ini, adalah satu kenyataan bahwa tentara musuh tidak lagi berani mencoba-coba merebut wilayah ini. sedang sebelum itu, tak pernah ada satu kesatuan laskar pejuang ya, bahkan kesatuan tentara resmi yang berhasil menghalau tentara pendudukan dari sektor ini. sekarang sebagai yang mungkin telah bapak dengar sendiri, saya telah berhasil mengkoordinasi sedemikian rupa, sehingga musuh hanya berani menempatkan pos-pos kesatuannya jauh di daerah perbatasan sana. Jadi wajarlah, bila banyak orang yang menaruh iri dengki atas hasil yang saya capai. Dan adalah sangat wajar pula, bila mereka yang iri dengki berusaha memfitnah dengan menyiarkan warta berita dusta.
Mayor            :   Hem, itu yang akan kuselidiki. Dusta dan kebenarannya. Itulah salah satu alasanku untuk menggerakkan batalyon-ku ke sini.
Kapten          :   Satu tindakan yang tepat lagi bijaksana dari bapak. Namun pada kesempatan ini pula saya akan memberikan satu bukti lagi. bukti betapa dusta dan fitnah yang dilancarkan orang terhadap diriku. Sekiranya saja apa yang dikatakan orang mengenai diriku itu benar, maka pastilah……

KAPTEN CEPAT CEKATAN MENCABUT COLTNYA. CEKATAN PULA MEMBUKA KUNCI PISTOL DAN DITODONGKAN KE ARAH DADA MAYOR YANG TERSENTAK KAGET.

Kapten          :   Dalam beberapa detik lagi, bapak sudah tergeletak mati sebelum bapak sempat mencabut Vickers dan meneriakkan pertolongan.

LALU DENGAN LINCAHNYA KAPTEN MEMAINKAN PISTOL DI TANGAN, MENGUNCI KEMBALI. DAN SAMBIL TERSENYUM DENGAN GERAKAN ENAK MEMASUKKAN SENJATA KE TEMPAT SEMULA. TENANG PULA MEMBUANG DAN MENGINJAK API PUNTUNG. MAYOR YANG MASIH NAMPAK KAGET MENGHEMBUSKAN NAFAS PANJANG.

Kapten          :   Dan apa kenyataan yang bapak saksikan?

MAYOR BERUSAHA MENGUASAI RASA KAGETNYA, TERTAWA RINGAN SAMBIL MENGANGGUK-ANGGUK.

Mayor            :   Ya, ya, nyatanya bung tidak tembak aku. Dan itu mendorong sikapku untuk tidak terlalu mempercayai segala cerita buruk tentang diri bung.
Kapten          :   Saya jadi tambah kagum akan kebijaksanaan bapak. Dan untuk tidak mengurangi kebijaksanaan bapak yang kini cenderung mempercayai saya, maka saya akan mengimbangi dengan memberikan satu bukti lagi. yakni sikap kesatuanku untuk dengan segala kemampuan yang ada, memberikan bantuan sebesar-besarnya kepada bapak. Kami yakin bahwa kehadiran batalyon bapak akan lebih memantapkan posisi kami dalam menghadapi tentara musuh.
Mayor            :   Bagus! Bantuan bung pasti sangat kuhargai. Bung harus tahu, tujuan utama gerakan batalyonku ke sektor sini adalah menjadikan wilayah ini sebagai pusat pertahanan kami, untuk kemudian melancarkan serangan umum terhadap musuh yang masih bercokol di perbatasan sana.

Kapten          :   Kami pasti akan merasa bangga untuk bernaung di bawah panji-panji batalyon pimpinan bapak. Selain itu pak, rasanya kita akan dapat lebih mengakrabkan kerjasama kita, dalam menghadapi perintah-perintah Markas Besar Tentara, yang kulihat masih teremas dalam genggaman bapak itu.

0 komentar

Posting Komentar