Jumat, 30 Desember 2016

Naskah Drama Gempa Bagian 2

MAYOR SESAAT MEMPERHATIKAN REMASAN KERTAS YANG MASIH BELUM TERLEPAS DARI GENGGAMANNYA.

Kapten          :   Khusus untuk menghadapi perintah-perintah yang tertulis pada kertas itulah, saya kemari.
Mayor            :   Maksud bung menolaknya?
Kapten          :   Setepat dugaan bapak. Dan saya kemari ini adalah untuk secara resmi, tegas-tegas menolaknya. Menolak untuk menggabungkan diri pada tentara nasional. Konsekuensinya, menolak kedudukan selaku komandan sektor atas wilayah ini yang oleh Markas Besar Tentara sudah dipercayakan kepada letnan wanita itu, dengan segala wewenangnya.
Mayor            :   Kalau begitu kita sejalan.

MAYOR DENGAN GEMAS MEROBEK-ROBEK REMASAN KERTAS, LALU DILEMPAR KE BAWAH DAN DIINJAKNYA.

Mayor            :   Aku akan pertahankan kedudukan batalyonku sebagai kesatuan laskar pejuan yang bebas. Persetan dengan segala perintah Markas Besar Tentara! Dan khusus terhadap komandan betina itu, akan kutunjukkan padanya nanti, bahwa dialah yang musti mengakui aku sebagai komandan sektor ini.
Kapten          :   Jadi bapak selain mempersetankan segala perintah Markas Besar Tentara itu, juga bermaksud hendak menguasai sektor ini?
Mayor            :   Ya. Bagaimana pendapat bung.
Kapten          :   Ooo, tentu saya dukung, baik secara resmi maupun pribadi. Untuk lebih menguatkan dukungan itu, selain pernyataan-pernyataan saya tadi, dengan ini pula saya selaku komandan kompi “Garuda Hitam” menyatakan kesetiaan kami terhadap bapak. Kami serahkan segala wewenang serta tanggung jawab wilayah ini kepada bapak selaku komandan batalyon 013.
Mayor            :   Bagus – bagus!
Kapten          :   Cuma saja yang menjadi pemikiran saya sekarang ini, adalah konsekuensi pembangkangan kesatuanku terhadap letnan wanita yang telah diberi wewenang dan kedudukan selaku komandan sektor.
Mayor            :   Oho, serahkan soal itu padaku. Aku yang akan ambil alih segala pertanggung jawaban. Tapi bung, terus terang saja aku sendiri merasa dihadapkan kesulitan untuk bertindak secara militer terhadap wanita itu. Sebab dia perempuan. Dan perempuan adalah perempuan. Dan perempuan itu, eh……
Kapten          :   Kabarnya, lumayan juga.
Mayor            :   Ha! Apa?!
Kapten          :   Ah kita ‘kan lelaki pak.

MAYOR TERTAWA RINGAN, DISAMBUT SENYUM KAPTEN.

Mayor            :   Wah, aku sudah terlanjur bicara terus terang sama bung. Jadi apa boleh buat, aku akan selalu bicara begitu, khususnya mengenai dia. Eh, perempuan itu. Dia sudah kukenal lama bung. Jadi bung tentu tahu kenapa aku sulit untuk bertindak tegas secara militer terhadap dia.
Kapten          :   Oo begitu?
Mayor            :   Ya. Soalnya antara aku dan dia ada sejarahnya.
Kapten          :   Sejarah pribadi, bukan begitu pak?
Mayor            :   Ya, tentu. Tentu saja bukan sejarah militer. Meski kenalku dengan dia sejak aku sudah jadi opsir kesatuan laskar. Dan dia mengenal aku sejak dia masih jadi opsir Barisan Srikandi di Laskar Wanita. Waktu itu dia masih eh, masih perawan tentu saja. Masih kembang yang tengah memekar wangi jadi rebutan antara kami, jantan-jantan yang mengelilinginya. Dan eh, aku sendiri termasuk di antara mereka yang ingin mempersuntingnya……
Kapten          :   (BERSIUL PANJANG) Nada suara bapak mulai romantis iramanya.
Mayor            :   Apa itu tadi bung bilang?
Kapten          :   Romantis. Ah semacam ungkapan pernyataan yang serba manis, indah lembut mewangi, yang senantiasa lestari membarai rasa hati insani yang tengah kasmaran dibius kasih berahi.
Mayor            :   Wah, enak didengar itu. Dengan kata lain bung menyatakan bahwa aku ada rasa tertentu terhadap dia ya.
Kapten          :   Itu kan tafsiran bapak. Soalnya bapak sendiri bagaimana. Ada atau tidak.
Mayor            :   Kalau pun ada itu urusanku pribadi.
Kapten          :   Maaf pak, sama sekali saya tidak ingin campuri urusan pribadi bapak. Cuma saja sekiranya bapak benar menyimpan rasa tertentu padanya, dan karena kalian telah lama saling mengenal, rasanya itu akan dapat merentangkan jalan sutera yang memberikan kemungkinan serba baik, lagi manis dalam penyelesaian masalah yang bapak hadapi sekarang. Rasanya secara pribadi saja, bapak akan dapat meyakinkan padanya, bahwa dia sebaiknya menarik kompinya dari wilayah ini. dan tidak layak untuk menjadi komandan sektor.

MAYOR MENGANGGUK-ANGGUK, LALU MONDAR MANDIR SESAAT DENGAN WAJAH SERIUS. DAN SEBUAH SENYUM PADA BIBIRNYA CEPAT MENGUBAH SIKAP WAJAHNYA. IA MENGHAMPIRI KAPTEN YANG MENYAMBUT DENGAN SENYUM. DITEPUK-TEPUKNYA PUNDAK KAPTEN DENGAN SIKAP AKRAB.

Mayor            :   Aku dapat ilham. Untuk menyelesaikan persoalan ini tanpa menggunakan prinsip kekerasan.
Kapten          :   Tanpa mengurangi kepercayaan saya terhadap kewicaksanaan bapak. Namun, bapak akan dihadapkan alternatif yang sangat gawat bila nanti sikap bapak yang begitu simpatik ternyata malah ditolak olehnya.
Mayor            :   He, ya. Tapi kemungkinan kegagalan ajakanku secara baik-baik itu memang sudah termasuk perhitungan. Nah, bila kemungkinan itu jadi kenyataan, apa boleh buat aku bikin perhitungan sendiri terhadapnya. Akan kutunjukkan segala kewibawaan dan kekuatan serta kekuasaanku selaku komandan batalyon. Sedemikian rupa, hingga paling sedikit ia akan mengakui bahwa segala wewenang yang diberikan atasannya, hanya berlaku di atas kertas saja. Dan apa yang akan mampu diperbuatnya, bila kompinya yang kerdil ltu kulucuti ha.
Kapten          :   Satu taktik yang mengagumkan dari bapak.
Mayor            :   Jadi, bung tidak perlu pusing-pusing lagi terhadap dia.
Kapten          :   Benar pak. Seluruhnya saya percayakan pada bapak. Ijinkan saya kembali ke pasukan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan penyerahan kekuasaan militer sektor ini ke tangan bapak. Dan persiapan penggabungan pasukan ke dalam batalyon bapak.
Mayor            :   Bagus. Tunggu sebentar. Eh, sudah terpikir olehku untuk mempertimbangkan bung menjadi pembantuku yang penting dalam staf komando batalyon.
Kapten          :   Terima kasih untuk kehormatan yang bapak anugerahkan.

KAPTEN MEMBERI HORMAT SECARA MILITER. MAYOR MEMBALAS DENGAN ANGGUKAN PENUH KEBANGGAAN. SELEPAS KAPTEN PERGI, MAYOR KETAWA KECIL SAMBIL BERTOLAK PINGGANG ANGKUH.

Mayor            :   Sepantasnya sudah bila sekarang pangkatku kunaikkan lagi. dari mayor menjadi letnan kolonel.

TAWA MAYOR TERHENTI DENGAN MASUKNYA KOPRAL DIIRINGI LETNAN. WANITA ITU BERPAKAIAN SERAGAM. PADA IKAT PINGGANGNYA TERGANTUNG JENIS SOLT. PANDANG LETNAN LANGSUNG TERTUJU WAJAH MAYOR, YANG MENYAMBUT DENGAN SENYUM LEBAR, TAPI LETNAN BERSIKAP DINGIN. MELIHAT SIKAP LETNAN, MATA MAYOR MENGALIHKAN PANDANGANNYA KE ARAH KOPRAL YANG NAMPAK KAGET KERNA KAPTEN TELAH TIADA.

Mayor            :   Bung tidak perlu cari dia. Kami barusan berunding, segala persoalannya sudah diserahkan kepadaku semua. Dia tidak merasa perlu lagi ketemu komandan bung ini.
Kopral            :   Oh ya, kenalkan……
Mayor            :   Tidak perlu pakai upacara perkenalan lagi. bukan begitu nyonya?

LETNAN TIDAK MEMBALAS, IA MEMBERI ISYARAT KEPADA AJUDANNYA, DAN KELUARLAH KOPRAL. BEGITU KOPRAL PERGI, MAYOR HIDANGKAN SENYUMNYA LAGI. TAJAM PANDANGANNYA MENELITI LETNAN YANG MASIH TEGAK, MULAI DARI SEPATU SAMPAI KEPALA. MAYOR MAJU DUA LANGKAH, SAMBIL TERUS SENYUM-SENYUM.


Mayor            :   Senang ketemu kau kembali, setelah bertahun aku tidak pernah beroleh kesempatan untuk menikmati wajahmu. Hem, wajahmu begitu awet muda. Masih seperti dulu saja……

0 komentar

Posting Komentar