MAYOR SESAAT
MEMPERHATIKAN REMASAN KERTAS YANG MASIH BELUM TERLEPAS DARI GENGGAMANNYA.
Kapten : Khusus untuk
menghadapi perintah-perintah yang tertulis pada kertas itulah, saya kemari.
Mayor : Maksud bung
menolaknya?
Kapten : Setepat dugaan
bapak. Dan saya kemari ini adalah untuk secara resmi, tegas-tegas menolaknya. Menolak
untuk menggabungkan diri pada tentara nasional. Konsekuensinya, menolak
kedudukan selaku komandan sektor atas wilayah ini yang oleh Markas Besar
Tentara sudah dipercayakan kepada letnan wanita itu, dengan segala wewenangnya.
Mayor : Kalau begitu kita
sejalan.
MAYOR DENGAN
GEMAS MEROBEK-ROBEK REMASAN KERTAS, LALU DILEMPAR KE BAWAH DAN DIINJAKNYA.
Mayor : Aku akan
pertahankan kedudukan batalyonku sebagai kesatuan laskar pejuan yang bebas.
Persetan dengan segala perintah Markas Besar Tentara! Dan khusus terhadap
komandan betina itu, akan kutunjukkan padanya nanti, bahwa dialah yang musti
mengakui aku sebagai komandan sektor ini.
Kapten : Jadi bapak selain
mempersetankan segala perintah Markas Besar Tentara itu, juga bermaksud hendak
menguasai sektor ini?
Mayor : Ya. Bagaimana
pendapat bung.
Kapten : Ooo, tentu saya
dukung, baik secara resmi maupun pribadi. Untuk lebih menguatkan dukungan itu,
selain pernyataan-pernyataan saya tadi, dengan ini pula saya selaku komandan
kompi “Garuda Hitam” menyatakan kesetiaan kami terhadap bapak. Kami serahkan
segala wewenang serta tanggung jawab wilayah ini kepada bapak selaku komandan
batalyon 013.
Mayor : Bagus – bagus!
Kapten : Cuma saja yang
menjadi pemikiran saya sekarang ini, adalah konsekuensi pembangkangan kesatuanku
terhadap letnan wanita yang telah diberi wewenang dan kedudukan selaku komandan
sektor.
Mayor : Oho, serahkan
soal itu padaku. Aku yang akan ambil alih segala pertanggung jawaban. Tapi
bung, terus terang saja aku sendiri merasa dihadapkan kesulitan untuk bertindak
secara militer terhadap wanita itu. Sebab dia perempuan. Dan perempuan adalah
perempuan. Dan perempuan itu, eh……
Kapten : Kabarnya, lumayan
juga.
Mayor : Ha! Apa?!
Kapten : Ah kita ‘kan
lelaki pak.
MAYOR TERTAWA RINGAN, DISAMBUT
SENYUM KAPTEN.
Mayor : Wah, aku sudah
terlanjur bicara terus terang sama bung. Jadi apa boleh buat, aku akan selalu
bicara begitu, khususnya mengenai dia. Eh, perempuan itu. Dia sudah kukenal
lama bung. Jadi bung tentu tahu kenapa aku sulit untuk bertindak tegas secara
militer terhadap dia.
Kapten : Oo begitu?
Mayor : Ya. Soalnya
antara aku dan dia ada sejarahnya.
Kapten : Sejarah pribadi,
bukan begitu pak?
Mayor : Ya, tentu. Tentu
saja bukan sejarah militer. Meski kenalku dengan dia sejak aku sudah jadi opsir
kesatuan laskar. Dan dia mengenal aku sejak dia masih jadi opsir Barisan
Srikandi di Laskar Wanita. Waktu itu dia masih eh, masih perawan tentu saja.
Masih kembang yang tengah memekar wangi jadi rebutan antara kami, jantan-jantan
yang mengelilinginya. Dan eh, aku sendiri termasuk di antara mereka yang ingin
mempersuntingnya……
Kapten : (BERSIUL PANJANG)
Nada suara bapak mulai romantis iramanya.
Mayor : Apa itu tadi
bung bilang?
Kapten : Romantis. Ah
semacam ungkapan pernyataan yang serba manis, indah lembut mewangi, yang
senantiasa lestari membarai rasa hati insani yang tengah kasmaran dibius kasih
berahi.
Mayor : Wah, enak
didengar itu. Dengan kata lain bung menyatakan bahwa aku ada rasa tertentu
terhadap dia ya.
Kapten : Itu kan tafsiran
bapak. Soalnya bapak sendiri bagaimana. Ada atau tidak.
Mayor : Kalau pun ada
itu urusanku pribadi.
Kapten : Maaf pak, sama
sekali saya tidak ingin campuri urusan pribadi bapak. Cuma saja sekiranya bapak
benar menyimpan rasa tertentu padanya, dan karena kalian telah lama saling mengenal,
rasanya itu akan dapat merentangkan jalan sutera yang memberikan kemungkinan
serba baik, lagi manis dalam penyelesaian masalah yang bapak hadapi sekarang.
Rasanya secara pribadi saja, bapak akan dapat meyakinkan padanya, bahwa dia
sebaiknya menarik kompinya dari wilayah ini. dan tidak layak untuk menjadi
komandan sektor.
MAYOR
MENGANGGUK-ANGGUK, LALU MONDAR MANDIR SESAAT DENGAN WAJAH SERIUS. DAN SEBUAH
SENYUM PADA BIBIRNYA CEPAT MENGUBAH SIKAP WAJAHNYA. IA MENGHAMPIRI KAPTEN YANG
MENYAMBUT DENGAN SENYUM. DITEPUK-TEPUKNYA PUNDAK KAPTEN DENGAN SIKAP AKRAB.
Mayor : Aku dapat ilham.
Untuk menyelesaikan persoalan ini tanpa menggunakan prinsip kekerasan.
Kapten : Tanpa mengurangi
kepercayaan saya terhadap kewicaksanaan bapak. Namun, bapak akan dihadapkan
alternatif yang sangat gawat bila nanti sikap bapak yang begitu simpatik
ternyata malah ditolak olehnya.
Mayor : He, ya. Tapi
kemungkinan kegagalan ajakanku secara baik-baik itu memang sudah termasuk
perhitungan. Nah, bila kemungkinan itu jadi kenyataan, apa boleh buat aku bikin
perhitungan sendiri terhadapnya. Akan kutunjukkan segala kewibawaan dan
kekuatan serta kekuasaanku selaku komandan batalyon. Sedemikian rupa, hingga
paling sedikit ia akan mengakui bahwa segala wewenang yang diberikan atasannya,
hanya berlaku di atas kertas saja. Dan apa yang akan mampu diperbuatnya, bila
kompinya yang kerdil ltu kulucuti ha.
Kapten : Satu taktik yang
mengagumkan dari bapak.
Mayor : Jadi, bung tidak
perlu pusing-pusing lagi terhadap dia.
Kapten : Benar pak. Seluruhnya
saya percayakan pada bapak. Ijinkan saya kembali ke pasukan untuk mempersiapkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan penyerahan kekuasaan militer sektor ini
ke tangan bapak. Dan persiapan penggabungan pasukan ke dalam batalyon bapak.
Mayor : Bagus. Tunggu
sebentar. Eh, sudah terpikir olehku untuk mempertimbangkan bung menjadi
pembantuku yang penting dalam staf komando batalyon.
Kapten : Terima kasih untuk
kehormatan yang bapak anugerahkan.
KAPTEN
MEMBERI HORMAT SECARA MILITER. MAYOR MEMBALAS DENGAN ANGGUKAN PENUH KEBANGGAAN.
SELEPAS KAPTEN PERGI, MAYOR KETAWA KECIL SAMBIL BERTOLAK PINGGANG ANGKUH.
Mayor : Sepantasnya
sudah bila sekarang pangkatku kunaikkan lagi. dari mayor menjadi letnan
kolonel.
TAWA MAYOR
TERHENTI DENGAN MASUKNYA KOPRAL DIIRINGI LETNAN. WANITA ITU BERPAKAIAN SERAGAM.
PADA IKAT PINGGANGNYA TERGANTUNG JENIS SOLT. PANDANG LETNAN LANGSUNG TERTUJU
WAJAH MAYOR, YANG MENYAMBUT DENGAN SENYUM LEBAR, TAPI LETNAN BERSIKAP DINGIN.
MELIHAT SIKAP LETNAN, MATA MAYOR MENGALIHKAN PANDANGANNYA KE ARAH KOPRAL YANG
NAMPAK KAGET KERNA KAPTEN TELAH TIADA.
Mayor : Bung tidak perlu
cari dia. Kami barusan berunding, segala persoalannya sudah diserahkan kepadaku
semua. Dia tidak merasa perlu lagi ketemu komandan bung ini.
Kopral : Oh ya,
kenalkan……
Mayor : Tidak perlu
pakai upacara perkenalan lagi. bukan begitu nyonya?
LETNAN TIDAK MEMBALAS, IA MEMBERI ISYARAT KEPADA AJUDANNYA, DAN
KELUARLAH KOPRAL. BEGITU KOPRAL PERGI, MAYOR HIDANGKAN SENYUMNYA LAGI. TAJAM
PANDANGANNYA MENELITI LETNAN YANG MASIH TEGAK, MULAI DARI SEPATU SAMPAI KEPALA.
MAYOR MAJU DUA LANGKAH, SAMBIL TERUS SENYUM-SENYUM.
Mayor : Senang ketemu
kau kembali, setelah bertahun aku tidak pernah beroleh kesempatan untuk
menikmati wajahmu. Hem, wajahmu begitu awet muda. Masih seperti dulu saja……
0 komentar
Posting Komentar