Jumat, 30 Desember 2016

Naskah Drama Sidang Susila Bagian 7

SEBELAS
Operasi Moral besar-besaran digelar untuk memburu Susila. Sepasukan Polisi Moral terlehat menyebar. Mereka bergerak, seperti sepasukan tentara elit memakai seragam hitam-hitam dengan jaket rompi anti peluru. Di punggung mereka terlihat tulisan DESTASEMEN MORAL. Sebagian memakai topeng penutup, topi baja dengan lampu sorot di bagian depannya. Senjata mereka terarah siap menembak, dengan sinar infra merah terus berkelebatan dalam gelap.
Musik Mission Imposible mengiringi gerakan para Polisi Moral yang terus menyebar hingga ke penonton. Mereka menggeledah setiap penonton. Mengarahkan lampu sorot, membidikkan senapan berinfra merah itu tepat ke dada atau kening penonton…
Di ataa panggung, dalam ketinggian komando, terlihat Petugas Kepala berdiri menjulang memberi perintah dengan megaphone…
PETUGAS KEPALA: Perhatian! Perhatian!…. Ini darurat Moral! Atas nama Undang-undang Susila saya perintahkan semua menyerah… Tembak ditempat semua yang mencurigakan!
Sementara para pasukan menyebar mendatangi para penonton, menggeledah para penonton…
PETUGAS KEPALA: Ini jam malam moral. Jangan sampai kelamin Anda berkeliaran malam-malam…
Dari satu arah seorang Pasukan berteriak, sambil mengarahkan senapannya ke sebuah sudut..
PETUGAS: Pak! Ada kelamin sembunyi di selokan…
PETUGAS KEPALA: Tembak!
Petugas itu segera memberondongkan senapan. Serentetan tembakan menggelegar…
PETUGAS KEPALA: (Dengan megaphonenya) Sekali lagi, bagi saudara-saudara yang tidak bisa menjaga kelaminnya, harap segera menyerahkan kelaminnya ke pos-pos kemanan terdekat!
Para petugas it uterus memeriksa para penonton, menggeledah. Para petugas tersebut bisa improve melaporkan apa yang ditemukan (seorang petugas misalnya berteriak ke arah Petugas Kepala kalau ia menemukan kondom nyangku di atas pohon, menemukan dua pil Viagra, dst…)
PETUGAS: Terus geledah setiap rumah! Cari buronan itu! Cari sampai ketemu. Bahkan bila ia kembali sembunyi di rahim ibunya!
Para pasukan bergerak sigap dan cepat. Sirene pencarian terus meraung-raung menggetarkan udara.
DUA BELAS
Sirene masih sayup terdengar menjauh dan derap pasukan yang melakukan operasi masih terdengar menyebar ketika dari satu pojok muncul Mira. Petugas kepala tampak hendak bergerak, ketika terdengar suara Mira yang dengan hati-hati memanggil…
MIRA: Kelabang satu!
Petugas kepala menoleh, mencari suara itu. Ia tampak kaget.
MIRA: (Kembali berteriak, hati-hati, memanggil) Kelabang satu!
PETUGAS KEPALA: (Sambil melihat-lihat keadaan) Sebutkan kodemu?!
MIRA: Agen 36-B…
Mendengar itu, Petugas Kepala makin tampak makin kaget, gelisah, tapi mencoba menguasai keadaan…
Mira tampak keluar dari pojok persembunyiannya, tapi Petugas Kepala langsung membentaknya…
PETUGAS KEPALA: Tetap di situ!! (Kembali melihat sekeliling) Kamu yakin tak ada yang mengikutimu? (Sambil terus menyembunyikan diri dalam keremangan) terlalu beresiko kamu menemui saya langsung…
Tampak benar kalau Petugas Kepala selalu mencoba menjaga jarak, dengan berdiri di keremangan, hingga sosoknya tampak samar ketika berbicara…
MIRA: Maaf…
PETUGAS KEPALA:Kamu telah melanggar perintah!
MIRA: Saya hanya mau minta kepastian…
PETUGAS KEPALA: Apa yang yang pasti dalam situasi seperti ini! Semua sudah diluar kendali! Dan saya pun hanya pelaksana!
MIRA: Tapi kita telah sepakat: Susila tidak akan dibunuh… Karna itulah saya mau membujuknya supaya kabur…
PETUGAS KEPALA: Sekarang ini bukan saatnya kamu melibatkan perasaan! Kamu telah gagal, karena kamu melibatkan perasaan kamu. Kalau saja saat itu Susila langsung kamu bunuh, tak perlu ada operasi besar-besaran ini…
MIRA: Saya pikir, membiarkan Susila kabur dan bersembunyi lebih menguntungkan…
PETUGAS KEPALA: Pikirkan saja nasib kamu! Tak perlu memikirkan Susila. Apakah dia akan dibunuh atau tidak, itu hanya soal kepentingan. Mana yang lebih menguntungkan…
MIRA: Saya mohon…
PETUGAS KEPALA: Terlambat!
Terdengar serentetan tembakan di kejahuan. Mira dan Petugas Kepala saling menatap tajam…
MIRA: Apa itu Susila?
PETUGAS KEPALA: Entahlah… Kamu bisa cari informasi sendiri! Sekarang kamu mesti kembali!…
Seperti ada yang datang, dan Petugas Kepala melihat keadaan…
PETUGAS KEPALA: Cepat! (memperhatikan satu arah, merasa kalau ada seseorang yang datang mendekat) Kamu yakin tak ada yang mengikutimu?
Mira diam, memperhatikan sekeliling juga. Ia juga mendengar ada yang berjalan mendekat…
PETUGAS KEPALA: Cepat! Sekarang kamu pergi! Saya ingin daftar nama-nama itu secepatnya!
Petugas Kepala tampak makin ingin buru-uru pergi, melihat ke satu arah, melihat ada yang datang, dan Petugas kepala pun segera berkelebat menghilang, sementara Mira kembali sembunyi…
Muncul Pembela, tampak berjalan bergegas. Mira memperhatikan Pembela yang melintas itu, lalu memanggilnya.
MIRA: Utami!
Pembela kaget, berhenti dan menoleh. menatap penuh selidih kekapa Mira.
MIRA: Saya Mira… Kawan Susila…
PEMBELA: Oo.. Mira? Atau Agen 36 B? Kawan Susila? Atau yang mengkhianati Susila?
MIRA: Beri kesempatan saya untuk menjelaskan…
PEMBELA: Kamu mau memberikan penjelasan atau mau memberikan informasi yang menyesatkan? Dalam situasi seperti ini, siapa yang bisa kita percaya?
MIRA: Susila percaya sama saya. Dia mau mendengar omongan saya….
PEMBELA: Dan karena mendengar omonganmu lah maka sekarang nasibnya menjadi tidak jelas. Dia buron, dan sewaktu-waktu bisa mati ditembak! Atau jangan-jangan sekarang ia sudah mati tertembak! Kalau saja ia masih di dalam penjara, setidaknya saya masih bisa menjamin keselamatannya…
MIRA: Saya tahu persis: penjara akan menjadi tempat kematiannya. Karena itulah saya menyuruhnya pergi… Tolonglah… Jangan biarkan saya terus disiksa perasaan bersalah begini. Saya bisa bantu kamu. Sayu bisa hubungkan kamu dengan orang-orang gerakan… (Mengeluarkan seberkas kertas dari balik pakaiannya) Semua informasi ini mungkin berguna sebagai bukti di sidang nanti…
PEMBELA: (Dengan halus menolak) Apa untungnya buat saya? Kamu melakukan ini bukan karena ingin membantu saya, kan?! Kamu hanya ingin Susila selamat. Kamu mencintai Susila, dan karna itu kamu mau melakukan apa saja asal Susila selamat.
MIRA: Saya melakukan ini karena saya yakin kamu pun ingin Susila selamat… Bagaimana pun dia Pakdemu… Kamu mesti menolong Pakdemu…
PEMBELA: Bagaimana saya mesti menolong dia? Menolong diri sendiri saja saya tak mampu… (Menatap sinis pada Mira) Maaf, saya mesti buru-buru menghadiri sidang!
Dengan cepat Pembela segera meninggalkan Mira. Mira pun berdiri gamang. Terisak. Ia gelisah dengan seluruh perasaan bersalah. Ia mengeluarkan berkas kertas yang tadi hendak diberikan pada Pembela. Menatap dan mengamati berkas kertas itu dengan gemetar. Tiba-tiba Mira menyobek-nyobek berkas kertas itu, seperti ingin melampiarkan seluruh kegundahannya…
Pada saat itulah, terdengar teriakan orang-orang: ”Itu dia! pengkhianat! Tangkap! Tangkap!” Mira kaget, tetapi ia dengan cekatan langsung menyelematkan diri. Teriakan-teriakan itu terus terdengar mengejar: ”Tangkap! Kejar! tangkap!! kejaarr!!”….
TIGA BELAS
Hakim, Jaksa dan pembela muncul terburu-buru. Hakim langsung menuju meja sidang dan langsung mengetokkan palu berkali-kali.
HAKIM: (suara sudah langsung meninggi) Sidang mulai!
PEMBALA: (Ragu dan tak seyakin dulu) Ee.. Maaf, Bapak hakim.., klien saya belum ditemukan…
HAKIM: (mengabaikan, dan langsung memotong omongan Pembela dengan mengetukkan palu keras-keras dan makin tegas) Kalau begitu sidang dilangsungkan secara in absentia! Apa pun yang bisa mewakili kehadiran terdakwa harap segera dibawa ke ruang sidang…
Hakim kembali mengetukkan palu memerintahkan.
Terdengar teriakan seorang petugas: “Terdakwa segera memasuki ruangan!”… Suasana kemudian hening, khidmad. Musik mengiringi suasana bagai permulaan prosesi upacara yang sakral dan kudus. Semua berdiri menunggu…
Kemudian muncul para petugas yang mengusung sebuah closet yang ditandu dengan langkah-langkah upacara. Seperti parade kehormatan. Khidmad dan agung. Kemudian dengan penuh kehati-hatian, kloset yang ditandu itu kemudian diletakkan di tengah-tengah ruang sidang. Para petugas yang menandu pergi dengan sikap parade militer…
HAKIM: Harap petugas memastikan keotentikan status terdakwa!
Seorang petugas medis, segera mendekati closet itu. Ia segera menyeprotkan cairan pendeteksi sidik jari ke kloset itu, kemudian mengeliuarkan selembar tissue dan dengan hati-hati mengelap ke bekas semprotan itu. Lalu ia memeriksa closet itu dengan semacam alat pendeteksi dan dengan cermat dan seksama kertas itu diterawangkan ke cahaya…
PETUGAS MEDIS: Kami tak berhasil mengidentifikasi sidik jari terdakwa… Tapi kami berhasil menemukan sidik tai terdakwa… Dan berdasarkan sidik tai yang kami miliki, kloset ini memang pernah diduduki terdakwa!
HAKIM: Berdasarkan Undang-undang Susila, maka sidang bisa dianggap sah dan memenuhi kuorum… Saudara Jaksa dan Saudara Pembela, silakan mulai…
Hakim mengetukkan palu. Jaksa dan Pembela serentak mendekati kloset itu, dan langsung menghunjamkan bermacam pertanyaan, kata-kata, cercaan, sambil menuding dan menunjuk-nunjuk kloset itu…
JAKSA: Apa yang dilakukan pesakitan ini sudah tidak bisa kita maafkam.
PEMBELA: Hukum seberat-beratnya…
JAKSA: Ia terbukti secara meyakinkan berusaha menggulingkan moral negara.
PEMBELA: (Bertanya kepada kloset itu) Bukankah begitu, saudara terdakwa?
HAKIM: Pesakitan, saudara Pembela!
PEMBELA: Ya, pesakitan! Pesakitan ini adalah contoh buruk dari peradilan kita!
HAKIM: Contoh buruk dari moral, saudra Pembela!
PEMBELA: Ya, inilah contoh moral yang buruk!
JAKSA: Lihatlah Bapak Hakim… (menuding ke kloset) Inilah bentuk komunisnme gaya baru!
PEMBELA: Harus kita waspadai!
JAKSA: Harus kita ganyang! Inilah sumber penyakit kelamin. Sumber demoralitas Negara!
PEMBELA: Itu terlalu berlebih-lebihan…
HAKIM: Tak ada yang berlebih-lebihan, saudara Pembela…
PEMBELA: Ya, maaf, Bapak Hakim… tidak berlebihan bila pesakitan dihukum seberat-beratnya…
JAKSA: Pesakitan ini jelas sangat pantas dihukum rajam!
PEMBELA: Potong kelaminnya!
JAKSA: Hidup kelamin!
HAKIM: Saudara Jaksa!
JAKSA: Maaf, Bapak Hakim… Maksud saya, hidup kelamin yang bermoral!!
HAKIM: Sudah menjadi kewajiban kita mendidik agar setiap kelamin memiliki moral, Saudara Jaksa…
PEMBELA: Tapi kelamin pesakitan ini tidak bermoral!
HAKIM: Saya suka dengan nada bicamu yang heroik, Pembela! Good
JAKSA: Teteknya juga tidak bermoral!
PEMBELA: Otaknya tak bermoral!
JAKSA: Buah pelirnya tak bermoral!
PEMBELA: Telinganya tidak bermoral!
JAKSA: Dengkulnya tidak bermoral!
PEMBELA: Kutilnya tidak bermoral!
Begitu seterusnya, Jaksa dan Pembela seperti saling berlomba melontarkan kata-kata ke arah kloset itu, menuding-nuding, meludahi, bahkan mengentuti kloset itu. Keduanya terus mendakwa dengan bermacam-macam kata cercaan dan bermacam-macam tuduhan…
Kemudian semua yang hadir ikut-ikutan menghujat: “Jarinya tidak bermoral! Alisnya tidak bermoral! Tumitnya tidak bermoral! Kukulnya tidak bermoral!… dst…” Hingga suasanya menjadi hiruk pikuk oleh hujatan yang makin meninggi.
Sementara lampu perlahan lahan mengarah dan fukus pada kloset itu. Bersamaan itu, suara Jaksa dan Pembela yang terus melontarkan kata-kata perlahan juga merendah dan sayup-sayup…
Sekitar panggung menggelap, dan hanya ada cahaya yang menyorot ke arah kloset. Suara Jaksa dan Pembela makin sayup-sayup.
Dan bersamaan dengan itu kemudian terdengar suara yang keluar dari pengeras suara, suara Hakim yang tengah mengumumkan,
SUARA HAKIM DI PENGERAS SUARA: Sidang Susila dengan ini memutuskan bahwa pesakitan akan menerima hukuman seberat-beratnya. Dan untuk menghindari hal-hal yang bisa berkembang dikemudian hari, maka Sidang Susila ini juga menetapkan, bahwa segala macam kata-kata, ucapan, tulisan, gambar, rekaman dan semua bentuk kelamin yang ada di muka bumi ini harus segera dihapuskan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya….

S E L E S A I

0 komentar

Posting Komentar