SEBELAS
Operasi Moral besar-besaran digelar untuk
memburu Susila. Sepasukan Polisi Moral terlehat menyebar. Mereka bergerak,
seperti sepasukan tentara elit memakai seragam hitam-hitam dengan jaket rompi
anti peluru. Di punggung mereka terlihat tulisan DESTASEMEN MORAL. Sebagian
memakai topeng penutup, topi baja dengan lampu sorot di bagian depannya.
Senjata mereka terarah siap menembak, dengan sinar infra merah terus
berkelebatan dalam gelap.
Musik Mission Imposible mengiringi gerakan
para Polisi Moral yang terus menyebar hingga ke penonton. Mereka menggeledah
setiap penonton. Mengarahkan lampu sorot, membidikkan senapan berinfra merah
itu tepat ke dada atau kening penonton…
Di ataa panggung, dalam ketinggian
komando, terlihat Petugas Kepala berdiri menjulang memberi perintah dengan
megaphone…
PETUGAS KEPALA: Perhatian! Perhatian!…. Ini darurat
Moral! Atas nama Undang-undang Susila saya perintahkan semua menyerah…
Tembak ditempat semua yang mencurigakan!
Sementara para pasukan menyebar mendatangi
para penonton, menggeledah para penonton…
PETUGAS KEPALA: Ini jam malam moral. Jangan sampai kelamin
Anda berkeliaran malam-malam…
Dari satu arah seorang Pasukan berteriak,
sambil mengarahkan senapannya ke sebuah sudut..
PETUGAS: Pak! Ada kelamin sembunyi di selokan…
PETUGAS KEPALA: Tembak!
Petugas itu segera memberondongkan
senapan. Serentetan tembakan menggelegar…
PETUGAS KEPALA: (Dengan megaphonenya) Sekali lagi, bagi saudara-saudara yang
tidak bisa menjaga kelaminnya, harap segera menyerahkan kelaminnya ke pos-pos
kemanan terdekat!
Para petugas it uterus memeriksa para
penonton, menggeledah. Para petugas tersebut bisa improve melaporkan apa yang
ditemukan (seorang petugas misalnya berteriak ke arah Petugas Kepala kalau ia
menemukan kondom nyangku di atas pohon, menemukan dua pil Viagra, dst…)
PETUGAS: Terus geledah setiap rumah! Cari buronan
itu! Cari sampai ketemu. Bahkan bila ia kembali sembunyi di rahim ibunya!
Para pasukan bergerak sigap dan cepat.
Sirene pencarian terus meraung-raung menggetarkan udara.
DUA BELAS
Sirene masih sayup terdengar menjauh dan
derap pasukan yang melakukan operasi masih terdengar menyebar ketika dari satu
pojok muncul Mira. Petugas kepala tampak hendak bergerak, ketika terdengar
suara Mira yang dengan hati-hati memanggil…
MIRA: Kelabang satu!
Petugas kepala menoleh, mencari suara itu.
Ia tampak kaget.
MIRA: (Kembali berteriak, hati-hati, memanggil) Kelabang satu!
PETUGAS KEPALA: (Sambil melihat-lihat keadaan)
Sebutkan kodemu?!
MIRA: Agen 36-B…
Mendengar itu, Petugas Kepala makin tampak
makin kaget, gelisah, tapi mencoba menguasai keadaan…
Mira tampak keluar dari pojok
persembunyiannya, tapi Petugas Kepala langsung membentaknya…
PETUGAS KEPALA: Tetap di
situ!! (Kembali melihat sekeliling) Kamu yakin tak ada yang mengikutimu?
(Sambil terus menyembunyikan diri dalam keremangan) terlalu beresiko
kamu menemui saya langsung…
Tampak benar kalau Petugas Kepala selalu
mencoba menjaga jarak, dengan berdiri di keremangan, hingga sosoknya tampak
samar ketika berbicara…
MIRA: Maaf…
PETUGAS KEPALA:Kamu telah melanggar perintah!
MIRA: Saya hanya mau
minta kepastian…
PETUGAS KEPALA: Apa yang yang pasti dalam situasi seperti
ini! Semua sudah diluar kendali! Dan saya pun hanya pelaksana!
MIRA: Tapi kita
telah sepakat: Susila tidak akan dibunuh… Karna itulah saya mau membujuknya
supaya kabur…
PETUGAS KEPALA: Sekarang ini bukan saatnya kamu melibatkan
perasaan! Kamu telah gagal, karena kamu melibatkan perasaan kamu. Kalau saja
saat itu Susila langsung kamu bunuh, tak perlu ada operasi besar-besaran ini…
MIRA: Saya pikir,
membiarkan Susila kabur dan bersembunyi lebih menguntungkan…
PETUGAS KEPALA: Pikirkan saja nasib kamu! Tak perlu
memikirkan Susila. Apakah dia akan dibunuh atau tidak, itu hanya soal
kepentingan. Mana yang lebih menguntungkan…
MIRA: Saya mohon…
PETUGAS KEPALA: Terlambat!
Terdengar serentetan tembakan di kejahuan.
Mira dan Petugas Kepala saling menatap tajam…
MIRA: Apa itu
Susila?
PETUGAS KEPALA: Entahlah… Kamu bisa cari informasi
sendiri! Sekarang kamu mesti kembali!…
Seperti ada yang datang, dan Petugas
Kepala melihat keadaan…
PETUGAS KEPALA: Cepat! (memperhatikan satu arah, merasa
kalau ada seseorang yang datang mendekat) Kamu yakin tak ada yang
mengikutimu?
Mira diam, memperhatikan sekeliling juga.
Ia juga mendengar ada yang berjalan mendekat…
PETUGAS KEPALA: Cepat! Sekarang kamu pergi! Saya ingin
daftar nama-nama itu secepatnya!
Petugas Kepala tampak makin ingin buru-uru
pergi, melihat ke satu arah, melihat ada yang datang, dan Petugas kepala pun
segera berkelebat menghilang, sementara Mira kembali sembunyi…
Muncul Pembela, tampak berjalan bergegas.
Mira memperhatikan Pembela yang melintas itu, lalu memanggilnya.
MIRA: Utami!
Pembela kaget, berhenti dan menoleh.
menatap penuh selidih kekapa Mira.
MIRA: Saya Mira…
Kawan Susila…
PEMBELA: Oo.. Mira? Atau Agen 36 B? Kawan Susila?
Atau yang mengkhianati Susila?
MIRA: Beri
kesempatan saya untuk menjelaskan…
PEMBELA: Kamu mau memberikan penjelasan atau mau
memberikan informasi yang menyesatkan? Dalam situasi seperti ini, siapa yang
bisa kita percaya?
MIRA: Susila percaya
sama saya. Dia mau mendengar omongan saya….
PEMBELA: Dan karena mendengar omonganmu lah maka
sekarang nasibnya menjadi tidak jelas. Dia buron, dan sewaktu-waktu bisa mati
ditembak! Atau jangan-jangan sekarang ia sudah mati tertembak! Kalau saja ia
masih di dalam penjara, setidaknya saya masih bisa menjamin keselamatannya…
MIRA: Saya tahu
persis: penjara akan menjadi tempat kematiannya. Karena itulah saya menyuruhnya
pergi… Tolonglah… Jangan biarkan saya terus disiksa perasaan bersalah begini.
Saya bisa bantu kamu. Sayu bisa hubungkan kamu dengan orang-orang gerakan… (Mengeluarkan
seberkas kertas dari balik pakaiannya) Semua informasi ini mungkin berguna
sebagai bukti di sidang nanti…
PEMBELA: (Dengan halus menolak) Apa untungnya buat saya? Kamu melakukan
ini bukan karena ingin membantu saya, kan?! Kamu hanya ingin Susila selamat.
Kamu mencintai Susila, dan karna itu kamu mau melakukan apa saja asal Susila
selamat.
MIRA: Saya melakukan
ini karena saya yakin kamu pun ingin Susila selamat… Bagaimana pun dia Pakdemu…
Kamu mesti menolong Pakdemu…
PEMBELA: Bagaimana saya mesti menolong dia?
Menolong diri sendiri saja saya tak mampu… (Menatap sinis pada Mira)
Maaf, saya mesti buru-buru menghadiri sidang!
Dengan cepat Pembela segera meninggalkan
Mira. Mira pun berdiri gamang. Terisak. Ia gelisah dengan seluruh perasaan
bersalah. Ia mengeluarkan berkas kertas yang tadi hendak diberikan pada
Pembela. Menatap dan mengamati berkas kertas itu dengan gemetar. Tiba-tiba Mira
menyobek-nyobek berkas kertas itu, seperti ingin melampiarkan seluruh
kegundahannya…
Pada saat itulah, terdengar teriakan
orang-orang: ”Itu dia!
pengkhianat! Tangkap! Tangkap!” Mira kaget, tetapi ia dengan cekatan
langsung menyelematkan diri. Teriakan-teriakan itu terus terdengar mengejar:
”Tangkap! Kejar! tangkap!! kejaarr!!”….
TIGA BELAS
Hakim, Jaksa dan pembela muncul
terburu-buru. Hakim langsung menuju meja sidang dan langsung mengetokkan palu
berkali-kali.
HAKIM: (suara sudah langsung meninggi) Sidang mulai!
PEMBALA: (Ragu dan tak seyakin dulu) Ee.. Maaf, Bapak hakim.., klien saya
belum ditemukan…
HAKIM: (mengabaikan, dan langsung memotong
omongan Pembela dengan mengetukkan palu keras-keras dan makin tegas) Kalau begitu sidang dilangsungkan secara in
absentia! Apa pun yang bisa mewakili kehadiran terdakwa harap segera dibawa
ke ruang sidang…
Hakim kembali mengetukkan palu
memerintahkan.
Terdengar teriakan seorang petugas:
“Terdakwa segera memasuki ruangan!”… Suasana kemudian hening, khidmad. Musik
mengiringi suasana bagai permulaan prosesi upacara yang sakral dan kudus. Semua
berdiri menunggu…
Kemudian muncul para petugas yang
mengusung sebuah closet yang ditandu dengan langkah-langkah upacara. Seperti
parade kehormatan. Khidmad dan agung. Kemudian dengan penuh kehati-hatian,
kloset yang ditandu itu kemudian diletakkan di tengah-tengah ruang sidang. Para
petugas yang menandu pergi dengan sikap parade militer…
HAKIM: Harap petugas
memastikan keotentikan status terdakwa!
Seorang petugas medis, segera mendekati
closet itu. Ia segera menyeprotkan cairan pendeteksi sidik jari ke kloset itu,
kemudian mengeliuarkan selembar tissue dan dengan hati-hati mengelap ke bekas
semprotan itu. Lalu ia memeriksa closet itu dengan semacam alat pendeteksi dan
dengan cermat dan seksama kertas itu diterawangkan ke cahaya…
PETUGAS MEDIS: Kami tak berhasil mengidentifikasi sidik
jari terdakwa… Tapi kami berhasil menemukan sidik tai terdakwa… Dan berdasarkan
sidik tai yang kami miliki, kloset ini memang pernah diduduki terdakwa!
HAKIM: Berdasarkan
Undang-undang Susila, maka sidang bisa dianggap sah dan memenuhi kuorum…
Saudara Jaksa dan Saudara Pembela, silakan mulai…
Hakim mengetukkan palu. Jaksa dan Pembela
serentak mendekati kloset itu, dan langsung menghunjamkan bermacam pertanyaan,
kata-kata, cercaan, sambil menuding dan menunjuk-nunjuk kloset itu…
JAKSA: Apa yang
dilakukan pesakitan ini sudah tidak bisa kita maafkam.
PEMBELA: Hukum seberat-beratnya…
JAKSA: Ia terbukti
secara meyakinkan berusaha menggulingkan moral negara.
PEMBELA: (Bertanya kepada kloset itu) Bukankah begitu, saudara terdakwa?
HAKIM: Pesakitan,
saudara Pembela!
PEMBELA: Ya, pesakitan! Pesakitan ini adalah contoh
buruk dari peradilan kita!
HAKIM: Contoh buruk
dari moral, saudra Pembela!
PEMBELA: Ya, inilah contoh moral yang buruk!
JAKSA: Lihatlah Bapak
Hakim… (menuding ke kloset) Inilah bentuk komunisnme gaya baru!
PEMBELA: Harus kita waspadai!
JAKSA: Harus kita
ganyang! Inilah sumber penyakit kelamin. Sumber demoralitas Negara!
PEMBELA: Itu terlalu berlebih-lebihan…
HAKIM: Tak ada yang
berlebih-lebihan, saudara Pembela…
PEMBELA: Ya, maaf, Bapak Hakim… tidak berlebihan
bila pesakitan dihukum seberat-beratnya…
JAKSA: Pesakitan ini
jelas sangat pantas dihukum rajam!
PEMBELA: Potong kelaminnya!
JAKSA: Hidup kelamin!
HAKIM: Saudara Jaksa!
JAKSA: Maaf, Bapak
Hakim… Maksud saya, hidup kelamin yang bermoral!!
HAKIM: Sudah menjadi
kewajiban kita mendidik agar setiap kelamin memiliki moral, Saudara Jaksa…
PEMBELA: Tapi kelamin pesakitan ini tidak bermoral!
HAKIM: Saya suka
dengan nada bicamu yang heroik, Pembela! Good…
JAKSA: Teteknya juga
tidak bermoral!
PEMBELA: Otaknya tak bermoral!
JAKSA: Buah pelirnya
tak bermoral!
PEMBELA: Telinganya tidak bermoral!
JAKSA: Dengkulnya
tidak bermoral!
PEMBELA: Kutilnya tidak bermoral!
Begitu seterusnya, Jaksa dan Pembela
seperti saling berlomba melontarkan kata-kata ke arah kloset itu,
menuding-nuding, meludahi, bahkan mengentuti kloset itu. Keduanya terus
mendakwa dengan bermacam-macam kata cercaan dan bermacam-macam tuduhan…
Kemudian semua yang hadir ikut-ikutan
menghujat: “Jarinya tidak bermoral! Alisnya tidak bermoral! Tumitnya tidak
bermoral! Kukulnya tidak bermoral!… dst…” Hingga suasanya menjadi hiruk pikuk
oleh hujatan yang makin meninggi.
Sementara lampu perlahan lahan mengarah
dan fukus pada kloset itu. Bersamaan itu, suara Jaksa dan Pembela yang terus
melontarkan kata-kata perlahan juga merendah dan sayup-sayup…
Sekitar panggung menggelap, dan hanya ada
cahaya yang menyorot ke arah kloset. Suara Jaksa dan Pembela makin sayup-sayup.
Dan bersamaan dengan itu kemudian
terdengar suara yang keluar dari pengeras suara, suara Hakim yang tengah
mengumumkan,
SUARA HAKIM DI PENGERAS SUARA: Sidang Susila dengan ini memutuskan bahwa
pesakitan akan menerima hukuman seberat-beratnya. Dan untuk menghindari hal-hal
yang bisa berkembang dikemudian hari, maka Sidang Susila ini juga menetapkan,
bahwa segala macam kata-kata, ucapan, tulisan, gambar, rekaman dan semua bentuk
kelamin yang ada di muka bumi ini harus segera dihapuskan dengan cara seksama
dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya….
S E L E S A I
0 komentar
Posting Komentar