PELAMAR I MEMBACA AGAK NYARING.
Pelamar I : Demi Tuhan, ikhlas
kuterima takdir malangku selama ini. tapi aku sudah terlalu rapuh untuk
bertahan lebih lama. Jiwaku sudah dilumpuhkan dera siksa batin yang
berkepanjangan. Tak ada matahari dalam hidupku. Semuanya kelam mengerikan. Dan
wajah bunda kandung kian datang dari alam barzah sana. Padanya ingin aku adukan
tingkah gila bapak. Tidak, aku tidak bisa lebih lama hadir di alam fana ini
sebagai pemuas nafsu gila bapak. Aku akan segera bertemu bunda, aku mau segera
mengadu padanya. Di tanganku kini kugenggam dua kapsul racun yang kubawa semasa
studi farmasiku dulu. Benda ini akan mengantar kepergianku ke alamat bunda
beberapa menittanpa rasa sakit…… Semoga Tuhan Yang Maha Pengampun melimpahkan
belas kasihan padaku, mengampuni dosaku, kelancanganku. Aku terpaksa, Tuhan
Maha Tahu. Karena aku tidak sudi diperlakukan isteri oleh bapak kandungku
sendiri. Ya Allah, terimalah rohku, hamba-Mu yang teramat malang ini……
(SUARANYA TERSENDAT. GONTAI MELANGKAH KE KURSI SAMBIL DUDUK DILETAKKAN BUKU
HARIAN YANG MASIH TERBUKA DI ATAS MEJA) Semoga, kabul doa dan harapannya.
Terkutuklah si bapak gila. Di mana dia sekarang?
Pemuda : Di ranjang mati
sana.
Pelamar I : Bersama mayat
wati? ia membiarkan mayat wati selama beberapa hari
Pemuda : Silahkan bung
lihat sendiri , wajah wati begitu damai disana, meski jasad matinya sudah mulai
berbau. Tapi, si tua sinting masih juga enggan melepaskannya. Dan sekarang
mungkin dia masih terus membelainya dan meratapinya.
Pelamar I : Astaga, itu harus
segera dicegah . apa yang ahrus kulakukan sekarang?
Pemuda : Terserah apa
saja maumu.
Pelamar I : Aku akan menderita
kerugian total sekarang. Tapi pada siapa aku akan menuntut rugi ini, Wati Cuma
satu, takan ada lagi penggantinya. Dan terhadap bapak gial itu I tidak
bisa berbuat apa-apa selain kutukan dan makian, dan I tidak bisa mengambil
tindakan terhadapnya, tetapi bagaimana dengan mayat Wati, apakah akan kita
biarkan membusuk dan terus dibelai-belai oleh si gila itu? Apakah you tidak
bisa mengambil tindakan? Setidak-tidaknya you harus menyeret si gila itu dari
kamar celaka itu.
Pemuda : Biarkan untuk
sementara ia memuaskan kesintingannya.
PEMUDA MENDADAK TERSENTAK PANDANGANNYA NYALANG
KE RUANG DALAM. PELAMAR I CEPAT BANGKIT DENGAN KAGET DAN MENGIKUTI PANDANGAN
PEMUDA KE RUANG DALAM.
Pemuda : Bau kain
terbakar.
Pelamar I : Celaka,
jangan-jangan dia bakar mayat Wati dan rumah ini.
PEMUDA CEKATAN LARI MENGHAMBUR KE
RUANG DALAM. PELAMAR I MEMPERHATIKAN DENGAN CEMAS BINGUNG.
Pelamar I : Sialan! Duwit,
kekasih ideal segalanya hilang. Dan sekarang harus terlibat dengan urusan mayat
dan orang gila segala. Sialan!
MENDADAK DARI DALAM TERDENGAR
BAPAK BERTERIAK-TERIAK NYARING.
Bapak : Pergi kau
jahanam, pergi kau setan! Pergi!
Pelamar I : (MAJU SELANGKAH,
PANDANGANNYA NYALANG KE RUANG DALAM) Celaka, sekarang apa lagi yang terjadi di
sana. Jangan-jangan mereka duel. Dan kalau rumah ini sampai terbakar, lebih
celaka lagi. sebaiknya aku cepat-cepat angkat kaki saja.
PELAMAR I
CEPAT MEMBALIK DAN BURU-BURU MELANGKAH KE PINTU LUAR. TAPI SEGERA BERHENTI
KETIKA MENDENGAR SUARA NAFAS TERENGAH-EN MENDADAK PELAMAR I TERSENTAK KAGET
MENGALIHKAN PANDANGAN PADA BAPAK YANG MUNCUL DARI RUANG DALAM. BAPAK MENUTUPI
WAJAHNYA DENGAN KEDUA TELAPAK TANGAN YANG MENGGENGGAM SECARIK KAIN BEKAS
TERBAKAR API. TANGAN DAN BAJUNYA KOTOR BERLUMURAN ABU. BAPAK MELANGKAH AGAK
SEMPOYONGAN MENUJU KE TENGAH RUANGAN. PEMUDA JUGA TERSENTAK KAGET MELIHAT
KEHADIRAN BAPAK. BAIK PELAMAR I MAUPUN PEMUDA SAMA MELANGKAH MUNDUR SEDIKIT.
KEDUA ORANG ITU MENOROTI BAPAK YANG SUDAH BERADA DI TENGAH RUANGAN, DENGAN
PERASAAN TEGANG.
GAH PEMUDA MUNCUL DARI DALAM; PELAMAR I
BERDIRI DI AMBANG PINTU, SEDANG PEMUDA BERDIRI DEKAT BUFET SAMBIL MEMBERSIHKAN
LENGAN TANGANNYA YANG BERLUMURAN ABU.
Pelamar I : Bagaimana? Apa
yang terjadi? Betul orang tua gila itu membakar mayat Wati dan rumah ini?
Pemuda : Tidak. Dia hanya
membakar wajahnya sendiri dengan mencelupkan mukanya pada kobaran api. dia
bakar wajahnya dengan tumpukan pakaian Wati. Tadi sudah kucoba mencegahnya.
Tapi sia-sia. Dan terjadilah apa yang terjadi.
Pelamar I : Betul-betul sudah
gila dia sekarang. Tapi itu urusan pribadi, biar dia menggantung diri. Apa
peduliku. Ayo, kita segera angkat kaki dari sini sebelum kita langsung
berurusan dengan orang gila. Bisa nanti kita berurusan dengan polisi dalam
peristiwa ini. bukan saja kita harus jadi saksi, malah bisa kita dituduh
berkomplot membunuh Wati.
Pemuda : Kita tak perlu
takut menghadapi kenyataan. Kita wajib menjadi saksi-saksi hidup di samping
kesaksian celaka Wati dalam buku hariannya itu.
Pelamar I : Ooo, no! Sudah
kelewat rugi dalam urusan Wati. I tidak mau menjadi lebih susah lagi. I
tidak mau terlibat lebih jauh lagi. nanti saja kalau sudahberes, I akan
urus segala keperluan, segala ongkos penguburan Wati. Mulai dari ongkos visum
dokter, karangan bunga, peti mati, nisan, seluruhnya I bayar. Sekarang,
biar I pergi. You saja yang tunggu di sini. Kalau perlu, you segera
saja panggil polisi. Siapa tahu orang tua gila itu semakin kalap, akibatnya you
bisa mendapat susah sendiri. Okay?
Pemuda : Kalau bung mau
pergi, silahkan, pergilah. Tapi bung tidak akan bisa lari dari kesaksian
peristiwa malang ini.
Pelamar I : Jangan I di-fait
accomli!
MENDADAK
PELAMAR I TERSENTAK KAGET MENGALIHKAN PANDANGAN PADA BAPAK YANG MUNCUL DARI
RUANG DALAM. BAPAK MENUTUPI WAJAHNYA DENGAN KEDUA TELAPAK TANGAN YANG
MENGGENGGAM SECARIK KAIN BEKAS TERBAKAR API. TANGAN DAN BAJUNYA KOTOR
BERLUMURAN ABU. BAPAK MELANGKAH AGAK SEMPOYONGAN MENUJU KE TENGAH RUANGAN. PEMUDA
JUGA TERSENTAK KAGET MELIHAT KEHADIRAN BAPAK. BAIK PELAMAR I MAUPUN PEMUDA SAMA
MELANGKAH MUNDUR SEDIKIT. KEDUA ORANG ITU MENOROTI BAPAK YANG SUDAH BERADA DI
TENGAH RUANGAN, DENGAN PERASAAN TEGANG.
Bapak : Aku dengar
suara lelaki-lelaki di sini. Pasti yang satu suara si pengkhianat jahanam.
Satunya lagi? ya, aku ingat. Pasti itu, sijuragan yang tergila-gila pada Wati.
Si kenes, si banci apa yang yang mau kau cari di sini? Sudah kau dengar kabar
bencana? Sudahkah kau saksikan sendiri? (BATUK-BATUK. MELANGKAH KE ARAH BUFET)
Kalian lelaki-lelaki konyol! Kalian mau memboyong Wati ha! Tidak bisa, tidak
bisa! Wati adalah milikku pribadi, Wati sekarang sudah pergi……(KETAWA.
MELANGKAH LEBIH DEKAT KE BUFET) Tidak ada seorangpun di antara kalian yang
memenangkan pertandingan. Tidak juga lelaki ketiga yang jahanam. Tidak ada
seorang lelakipun di dunia ini yang bisa memiliki Wati, kecuali aku. Tapi
sekarang Wati sudah pergi. Aku ditinggalkannya dalam kegelapan…… (MERABA DENGAN
TANGAN KIRINYA PINGGIRAN BUFET SAMPAI MENYENTUH POTRET) Wati sayang, kani kau
sudah bebas dari incaran lelaki-lelaki lajang. Tak ada lagi yang akan
menyedihkan hatimu dengan lamaran-lamaran. Tak ada lagi yang akan merayu,
menyentuh-nyentuh jasadmu dengan berahi berapi. (TANGAN KIRINYA MERABA, MENGUSAP-USAP
POTRET. PELAMAR I DAN PEMUDA TERUS MEMPERHATIKAN TINGKAH LAKU BAPAK DENGAN
WAJAH-WAJAH TEGANG) Kini kau damai dalam abadi, bukan? Ooo jangan, jangan kau
mencibir bibir begitu. Apa Wati, kau bilang apa? Aku jahanam tua bangka,
katamu? Apa? Aku hantu jahat? Jangan manis, jangan kau sakiti hatiku begitu
rupa. Aku satu-satunya lelaki yang menyayangimu lebih dari siapapun di dunia
ini. Ooo hentikan cibiranmu itu Wati, hentikan! (TANGAN KIRINYA MENYENTAK, DAN
POTRET JATUH PECAH BERANTAKAN DI LANTAI. DENGAN GEMETAR, TANGAN KIRI NYA
DIANGKAT TEPAT DI HADAPAN WAJAHNYA, YANG MASIH DITUTUPI DENGAN BEKAS BAKARAN
KAIN DENGAN TANGAN KANAN NYA) Wati kau cuma sejangkauan di hadapanku, kemarilah
Wati. Kemarilah. Jangan bimbing aku dalam kekelaman jahanam. Wati, bimbinglah
aku bersamamu. Wati kemana kau? Kemana? Wati tunggu, jangan tinggalkan aku.
Tunggu – tunggu! (DENGAN TANGAN MENGGAPAI-GAPAI, MELANGKAH KE ARAH PINTU LUAR)
Bapak : Tunggu Wati!
Jangan tinggalkan aku dalam kegelapan jahanam, jangan! Wati tumggu aku, tunggu!
BAPAK
SEMPOYONGAN MELANGKAH SAMPAI DIAMBANG PINTU LUAR, TANGAN KIRINYA BERHASIL
MEMBUKA PINTU, TERUS KELUAR SAMBIL BERSERU-SERU.
Bapak : Tunggu Wati,
tunggu! Gelap-gelap!
PELAMAR I MEMBURU KEARAH PINTU LUAR, BERDIRI
DIANTARA DAUN PINTU YANG AGAK TERBUKA. PELAMAR I MENGAWASI LANGKAH BAPAK, LALU
CEPAT KEMBALI KEARAH PEMUDA YANG HANYA MENGGELENG-GELENGKAN KEPALA
Pelamar I : Astaga, dia jalan
begitu cepat ke jalan raya aku kwatir….
Pelamar : Dia sudah diburu
bayangan dosanya sendiri. Dan kalau terjadi sesuatu atas dirinya, maka itu
kehendak takdir. Biarkanlah dia pergi dalam cekikan gelap yang dibukanya
sendiri. Biarkan dia pergi bikin perhitungan atas kesintingannya sendiri.
Pelamar I : I tidak
mengerti apa yang ucapkan itu. Now, cepat saja kita laporkan kepolisi segala
kejadian ini. Eh biarlah I sendiri yang pergi. You tinggal disini saja mengurus mayat orang bunuh
diri. Apalagi mayat kekasih idealku. Tolong bung, you bereskan ya.
Dengan sedanku, I dalam sepuluh menit sudah tiba dikantor polisi.
PELAMAR I BURU-BURU KELUAR. PEMUDA
MENGHENBUSKAN NAFAS PANJANG. PANDANGANNNYA DIARAHKAN KE POTRET YANG PECAH
BERANTAKAN DI LANTAI. DENGAN GERAK TENANG PEMUDA MELANGKAH MEMUNGUTI PECAHAN
KACA POTRET , DAN DITATAP DENGAN PANDANGAN SAYU. KEMUDIAN POTRET TERSEBUT
DIUSAP-USAPKAN KE DADANYA SAMBIL BANGKIT PERLAHAN-LAHAN
Pemuda : Firasat burukku,
jadi kenyataan, maafkan wati, aku terlambat tiba.(MELANGKAH KEMEJA,POTRET
DILETAKKAN DIATAS BUKU HARIAN) Tapi akhirnya takdir juga yang menentukan segala
cerita manusia. Takdir atas diri perawan malang, atas diri lelaki-lelaki
malang. Semuanya, insan-insan malang (MENUTUPI
WAJAH DENGAN KEDUA TELAPAK TANGAN)
TIBA-TIBA MUNCUL PELAMAR I DENGAN
TERENGAH-ENGAH
Pemuda : Bung begitu
cepat kembali.
Pelamar I : Aku tidak jadi ke
polisi.
Pemuda : Mengapa?
Pelamar I : Mengerikan sekali
bung, dia terkapar dibawah roda truk, kurang lebih seratus meter dari jalan
besar muka sana, rupanya dia tertabrak
waktu hendak menyebrang dipersimpangan.tanpa mengjiraukan keramaian lalu
lintas, sekarang dia terkapar disana jadi tontonan orang banyak, Mengerikan
sekali
Pemuda : tunai sudah dia
menebus kesintingannya. Semoga Tuhan mengampuninya. Sekarang semuanya sudah
berlalu, ibu, bapak dan anak berlalu sudah, takdir hitam. Berlalu sudah, segala
bencana.
Pelamar I : Ya, tapi bagaimana
dengan kita. Tidak cukup kita berkabung, dan pasang iklan belasungkawa atas
kematian bapak dan Wati yang malang. Di sini, kita masih harus berurusan dengan
mayat Wati. Di sana, nanti kita masih harus berurusan dengan polisi jadi saksi.
Pemuda : Beruntunglah
kita jadi saksi atas lakon insan-insan malang ini. beruntunglah kita ikut
merasakan kepedihan hakikat cinta. Kalau saja kita mau mengerti, sekarang kita
tambah dewasa dalam menghayati lingkaran kehidupan fana. (DIHAMPIRI PELAMAR I)
Pelamar I : You benar
sobat. Hidup – cinta, bahagia – bencana tidak bisa kita hayati dengan logika
eksakta belaka. Untung rugi kehidupan, tidak bisa kita perkirakan menurut
perhitungan dagang semata. Dari kemalangan yang sama kita alami, dan kita
saksikan bersama ini, I sadar bahwa hidup kita dikitari misteri,
dikuasai takdir Ilahi.
Pemuda : (MELEMPAR
SENYUM. DIBALAS OLEH PELAMAR I) Kita kubur yang mati bersama deritanya dan masa
lalu. Besok, kita naik saksi untuk yang lampau dalam meniti langkah kita
menatap matahari.
*** Selesai ***
0 komentar
Posting Komentar