BAMBANG:
Kalau
dilihat dari tampangnnya, ada benernya juga sih cerita itu… Serba tanggung.
Cakep enggak, buruk iya. Setengah manusia, setengah makhkuk sengsara… Beda jauh
‘kan sama saya? [27]
Bahkan
ada yang percaya: dia sudah ada sejak permulaan dunia. (Bergaya menduga-duga)
Jangan-jangan dia itu sesungguhnya pacar pertama Hawa, sebelum Hawa akhirnya
menikah sama Adam…
Tiba-tiba
gugup, dan langsung mendekat ke arah penonton…
BAMBANG:
Sebentar….
Saya harus klarifikasi sebentar soal Adam dan Hawa dulu. Biar tak terjadi salah
interpretasi. Biar tidak diprotes. Dianggap melecehkan. Adam di sini bukan Adam
manusia pertama yang jadi nabi itu lho, tapi Adam Malik… Sedangkan Hawa….
(bingung sendiri dan mikir mencari-cari) hmmm.., kalau Hawa apa ya? Oh ya, Hawa
itu maksudnya Hamid Hawaludin…[28]
Sejak
saya di sini, Beliau ya begitu-gitu terus. Nggak tua-tua. Seperti nggak bisa
mati. Dulu Kakek saya pernah bilang, (Menirukan suara Kakeknya) “Tukang Kritik
sejati seperti dia nggak bakalan mati! Dia itu legenda setiap zaman. Tahu
tidak, di zaman Yunani… dia mengubah namanya jadi Socrates.”
Itu
kata Kakek saya. Saya sih percaya-pecaya saja. Lagi pula, kalau dirunut secara
etimologi, ada benernya juga kok: Socrates… ‘Sok-krates’… asal katanya ‘Sok’
dan ‘protes’. Sok-protes. Nah, Raden Mas Suhikayatno ini kan juga seneng
protes. Jadi antara Socrates dan Suhikayatno, bisa jadi emang orang yang sama…
Yah, minimal namanya sama-sama berawalan S.
Menurut
sahibul hikayat, Raden Mas Suhikayatno ini memang dikenal memiliki banyak nama.
Dia pernah dikenal sebagai Gallileo. Di Perancis dia dipanggil Voltaire. Tapi
begitu di Jawa dipanggil Empu Gandring. Lalu jadi Gandhi waktu di India.
Kata
Kakek saya, (kembali menirukan suara Kakeknya) “Mereka memang berbeda nama…
Tapi lihat, apa yang mereka lakukan… Mereka semua sesungguhnya orang yang
sama.” (Jeda. Ragu) Iya juga sih… Tapi gimana nalarnya ya: dari Gandring kok
jadi Gandhi? Aneh kan kalau nanti di tulis: Gandhi bin Gandring…
Nama
Raden Mas Suhikayatno ini juga meragukan kok. Ini nama beneran, atau nama
jadi-jadian.
Anda
kau tahu, yang namanya legenda, pasti banyak nggak masuk akalnya. Apalagi ini
legenda menyangkut seorang tokoh. Tahu sendirilah, syndrome para tokoh: suka
membesar-besarkan peran mereka dalam sejarah. Saya kira, majikan saya ini pun
mengindap syndrom macam itu…
Bambang
sejenak memandang ke arah kursi goyang, takut omongannya kedengaran Raden Mas
Suhikayatno. Tapi langsung tenang ketika melihat tak ada reaksi dari arah kursi
goyang.
BAMBANG:
Saya
nggak menghinanya lho… Bagaimana pun saya hormat kok sama Beliau. Memang dia
suka banget ngritik. Tapi pada dasarnya dia baik kok.
Kalau
dirasa-rasa, terasa betul kok kebenaran dalam kritik-kritiknya. Kritikannya
tulus. Jujur.
Soalnya
orang yang suka mengritik itu kan banyak macamnya. Ada yang mengritik asal
mengritik. Ada yang mengritik, supaya dianggap berani dan kritis. Ada yang
selalu mengkritik, agar dapat perhatian. Ada yang terus-terusan mengkritik,
karena sudah nggak sabar nunggu giliran duduk di kursi kekuasaan. Di luar pagar
teriak-teriak, begitu udah di dalam malah tambah rusak.
Tuan
saya ini nggak silau kedudukan. Dari dulu ya di situ terus duduknya. Nggak
pindah-pindah. Ditawari jadi Presiden Indonesia yang pertama juga nggak mau…
Untung
juga ya dia nggak jadi Presiden Indonesia. Bisa berabe kalau yang jadi presiden
pertama dia. Kalau Sukarno sih memang pantes. (Mengeja dengan nada melodius)
Su-kar-no. Terdengar enak ditelinga. (Meniru suara pembawa acara upacara)
“Inilah presiden pertama kita: Sukarno…”. Gagah betul kan kedeengarannya… Lha
kalau dia? (Kembali meniru suara pembawa acara upacara) “Ladies and gentlement,
inilah presiden pertama Republik Indonesia: Su..ka..yat…yat…yat…yat.. no…no…”
Diberi echo ajah tetep kagak enak. Su-ka-yat-no… Nama yang amat sangat tidak
nasionalistis!
Lagi
pula nama Kayat kan berbau kekiri-kirian. Ka-yat. Kedengaran seperti “rak-yat”.
Jenis nama-nama yang bisa membawa nasib buruk buat para pemiliknya. Contohnya:
Mu-nir…[29]
Terdengar
suara erangan dari arah kursi goyang: “Bambaaangggg… Bambaanggg…. Jam berapa…”
Cepat-cepat
Bambang pura-pura sibuk menyapu.
Terdengar
suara Raden Mas suhikayatno bertanya: “Ini jam berapa…. Ini Tahun berapa…”
BAMBANG:
(Sambil
terus pura-pura sibuk menyapu) Jam 4… Tahun 2011…
Raden
Mas Suhikayatno terus mengigau memanggil nama “Bambang” sesekali-kali. Bambang
tetap sibuk menyapu. Sampai kemudian suara igauan Raden Mas Suhikayatno
berhenti…
BAMBANG:
(Melihat
sebentar ke arah kursi goyang itu, lalu segera ke arah penonton) Ngegosip lagi
aahhh…
Saya
ingat. Empat tahun lalu. Tepatnya tahun 2008. Ya. Tahun 2008. Kira-kira 8 bulan
sebelum penyenggaraan Pemilu. Raden Mas Suhikayatno diminta jadi pimpinan KPU.
Tapi dia nggak mau. Takut terlibat karupsi berjamaah seperti KPU periode
sebelumnya…
Saat
Pemilihan Presiden tahun 2009, Beliau juga diminta jadi wakil SBY. Soalnya
Jusuf Kala maju sendiri jadi Capres didukung Partai Golkar.
Waktu
itu memang banyak pengamat yang bilang, kalau majikan saya dan SBY itu pasangan
ideal. Lebih cocok, begitu. Ya, setidaknya dibanding wakil SBY sebelumnya, yang
dianggap terlalu kreatif, dan terlalu banyak inisiatif. [30]
Saya
sih nggak terlalu ngerti politik. Nggak tahulah, gimana kelanjutannya. Yang
jelas, pada Pemilihan Presiden tahun 2009 itu pemenangnya adalah calon yang
didukung Partai Panji Tengkorak. Yakni, Butet Kertaredjasa.[31] Inilah pertama
kalinya, seorang seniman berhasil menjadi presiden di Indonesia…. Gimana
seniman ngatur Negara ya? Ngurus hidupnya sendiri saja ruwet…
Tahu,
apa program pertama Butet Kertaredjasa sebagai presiden? Mengganti nama-nama
jalan. Nama jalan yang tadinya dipenuhi nama tentara, diganti dengan nama para
seniman. Jalan Gatot Subroto diganti menjadi Jalan Sapardi Djoko Damono. Jalan
S. Parman diganti Jalan S. Bagio. Pokoknnya semua jalan diberi nama seniman.
Dari jalan tol, jalan tembus, sampai jalan buntu. Bahkan Jalan Taman Lawang[32]
juga diganti menjadi Jalan Djaduk Ferianto. [33] Hanya satu nama jalan yang
tidak di ganti. Yakni Jalan Gajah Mada. Karena Gajah Mada itu teman sepermainan
majikan saya.
Sampai
kemudian, terdengar suara Raden Mas Suhikayatno, meracau memanggil:
“Bambangggg… Pukul berapa sekarang…..”
BAMBANG:
(Tergopoh
mendekati kursi goyang) Iya Tuan…. Jam 8 malam… Mau air panas sekarang?
Suara
Raden Mas Suhikayatno datar: “Capek… Ini tahun berapa?”
BAMBANG:
(Sudah
duduk bersimpuh di dekat kursi goyang itu) Tahun 2011, Tuan… Saya pijit ya…
Suara
Raden Mas Suhikayatno masih lelah datar: “Kamu yakin… Bukan tahun 3050?…”
BAMBANG:
(Sambil
seakan-akan memijiti kaki Raden Mas Suhikayatno) Wah, kejauhan loncatnya, Tuan…
Nggak ada itu di naskah…
Suara
Raden Mas Suhikayatno masih lelah datar: “Saya yakin ini tahun 3050…
Samar-samar saya melihat bayangan bertumpuk-tumpuk….”
BAMBANG:
(Sambil
terus memijat, tapi juga melihat ke arah kejauhan) Ooo, itu Borobudur dibikin
jadi tingkat lima, Tuan…
Suara
Raden Mas Suhikayatno masih lelah datar: “Apa surat itu sudah datang?.. Siapkan
pakaian saya…”
Bambang
segera bergegas mengambi baju majikannya.
0 komentar
Posting Komentar