Berikut ini naskah drama 3 orang karya B. Sularto.
PARA PELAKU
BAPAK : Usia 55 tahun
PEMUDA : Usia 28
tahun
PELAMAR I : Usia 30
tahun
PELAMAR II : Usia 31
tahun
BABAK I
DALAM RUANG TAMU. PERABOTAN TERDIRI DARI SATU STEL MEJA KURSI TAMU
SEDERHANA DENGAN SEBUAH ASBAK. Sebuah
bufet, di atasnya terletak sebuah potret wati ukuran dua kali kartu pos,
berbingkai. Di dinding tergantung sebuah kalender, bulan september 1965. waktu
kira-kira jam 11.00. Bapak berdiri selangkah di hadapan buffet. pandangannya
mantap kearah potret. Bapak mengambil potret, didekatkannya kearah mukanya.
BApak senyum sambil mengembalikan potret ketempatnya semula. Bapak
mangut-mangut pandangannya tidak pernah lepas dari arah potret.
Bapak : Kau, begitu manis Wati. Semanis Almarhumah
bundamu. Tapi kau anakku. Dan kini kau sudah matang untuk menjadi ibu. Lalu
tibalah saatnya kau tinggalkan aku. Ya, kau akan pergi bersama seorang lelaki
tentu.
Bapak
melangkah kearah kAlendeR mendekatkan pandangannya, sambil bergumam
Bapak : September bulan kesembilan, september bulan
penuh kenangan. (memandang potret, lalu sejenak mengelengkan
kepala). Kalau saja kau tahu apa yang terjadi dalam bulan kesembilan
ini, dua puluh tahun yang lalu, Wati. Datanglah pada waktu itu dibulan
september, dua orang pemuda gagah sama melamar ibumu. Heh ya sebagaimana juga
aku, mereka sama tergila-gila pada kemanisan bundamu. Tapi tahu kau Wati;
mengapa justru aku yang bisa menangkan pertandingan dalam merebut ibumu?
Sederhana saja Wati, sederhana, sebab kedua teruna perkasa tadi saling bersaing
dalam memperebutkan bundamu. Mereka pertaruhkan segalanya, termasuk nyawanya.
Akibatnya yang satu mati ditikam saingannya yang satu lagi jadi boronan polisi.
Lelaki-lelaki sial. Dan datanglah aku, lelaki ketiga. Datang untuk melihat dan
menang. (ketawa kecil, lalu melangkah ke
kursi, pandangannnya sejenak kearah kelender) Sekarang bulan kesembilan
bulan penuh kenangan. Bulan penuh kenangan. Dan siang ini akan datang dua
pemuda kemari melamar Wati. Dan keduanya tentu saling bersaing. Akan datang
pulakah lelaki ketiga untuk melihat, menang memboyong Wati pergi? Akan
terulangkah apa yang terjadi dua puluh tahun yang lalu ? Heh, tapi pasti aku
yang paling merugi, karena Wati musti dibawa pergi laki-laki. Dan aku akan
kehilangan.
TERDENGAR KETUKAN PADA PINTU LUAR. BAPAK MENULEH KEARAH
PINTU SAMBIL BANGKIT DENGAN GERAK LAMBAN
Bapak : Kalau aku tidak salah duga, tentu ini sang
pahlawan
BAPAK MELANGKAH KEARAH PINTU LALU MEMBUKANYA, MUNCULAH
PELAMAR I MENGENAKAN PAKAIAN LENGKAP BERDASI MENTERENG. PELAMAR I MENGHORMAT
DENGAN MEMBUNGKUKKAN BADAN. SAMBIL SENYUM MENJABAT SALAM BAPAK DENGAN KEDUA
TANGANNYA.
Bapak : Selamat datang.
Pelamar I : maafkan, I oh, aku terlambat tiba sepuluh
menit.
Bapak : Ah, tak mengapa. Silahkan duduk. Yang penting
anak hari ini telah datang untuk memenuhi janji. Terlambat sepuluh saja, tak
kuperhitungkan. Karena, aku tak biasa mengikat diri pada perputaran menit dan
detik.
Pelamar I : Terima Kasih. ( duduk dengan sikap hormat
tapi kikuk)
Bapak
duduk dihadapannya dengan wajah angker menyoroti. Pelamar I mencoba menghindari
sorotan mata bapak dengan melirik kearah potret.
Bapak : Bagaimana ?
Pelamar I : Oh, oh Wati sehat-sehat sajakah ?
Bapak : Kau pasti meindukannya, bukan ? ya, itu aku
dapat mengerti. Ketahuilah nak, Wati kini segar bugar sesegar murai. Dan tentu
; kini dia berdebar hati dalam menanti lamaran bakal suami. Karenanya, wati
lebih suka tidak menampakkan diri sejak beberapa lama.
PELAMAR I SENYUM LEBAR SAMBIL MENGELUARKAN SAPU TANGAN WANGI
DAN DIUSAP-USAPKANNYA KEPIPI KANAN KIRI.
Pelamar I : Itu bukti, bahaw Wati seorang wanita yang
yahu harga diri.
Bapak : Itu penilaian bagus, nak. Tapi bagaimana
dengan kemantapan hatimu dalam memilih calon istri ?
Pelamar I : Rasanya pilihan hatiku sekarang sudah teramat
pasti. Tertuju pada seorang wanita semata, yaitu Wati.
Bapak : itu sekarang ya, nak. Dulu bagaimana ?
pernahkah nak mencintai wanita lain sebelum ketemu Wati ?
Pelamar i : Never, eh tidak pernah. Demi Tuhan,
bagiku yang pertama dan yang terakhir adalah Wati.
BAPAK MANGGUT-MANGGUT SAMBIL SENYUM
Bapak : Hem, aku jadi ingat masa lalu. Ya, dulu
seperti ucapanmu itulah, aku pernah bersumpah didepan almarhumah ibu wati.dan
ternyata sumpahku itu berhasil menyakinkan mereka betapa agung kasih cintaku.
Maka, dengan tidak berpikir dua kali dikabulkannyalah lamaranku.
Pelamar I ; Maka jiak bapak berkenan di hati. Ijinkanlah I
eh, aku dengan segala kerendahan hati dan dengan penuh takzim menghadap bapak
untuk melamar Wati. Kan kujadikan istri bahagia sampai akhir hayatku
Bapak : Tunggu dulu ya, nak sebenarnyalah aku ingin ,
untuk lebih dulu mengetahui lebih dekat dengan bakal menantuku. Wati pernah
menceeritakan bahwa kau seorang sarjana ekonomi lulusan perguruan tinggi luar
negri. Punya kedudukan tinggi sebagai direktu perusahaan industri obat-obatan.
Punya rumah gedung betingkat dua. Punya dua mobil sedan , masih bujangan .
itulah yang kuketahui tentang dirimu. Tapi bagaimana cita hidupmu dalam
berkeluarga ?
Pelamar I : Cita hidupku sederhana saja. Yaitu, membina
satu lembaga keluarga sejahtera, lahir batin hidup dalam bahagia.
Bapak : Bagus sekali cita hidupmu, ketahuilah, nak
begitu kira-kira ucapanku dulu dua pulub tahun yang laluketika melamar
almarhumah ibu wati dihadapan orang tuanya.
Pelamar I : Terima kasih, maka kiranya berkenan hati,
komohon bapak akan mengabulkan pinanganku…..
Bapak : Tunggu dulu. Kalau kau sudah berumah tangga ,
apakah menginginkan kehadiran anak?
Pelamar I : itu adalah program keluarga yag vital,
urgent. Tanpa kehadiran anak-anak kehidupan keluarga akan dicekik kesepian yang
paling mengerikan, dan matilah keturunan kami, karena tiada pewaris lagi.
Bapak : Bagus sekali nak, Berapa putra-puti yang anak
idamkan kiranya ?
Pelamar I : well,ya, itu tergabtung dari banyak faktor,
selain faktor kesuburan, Tuhan jua yang menentukan, tapi bagiku ideal sekali
memiliki anak empat –lima.
Bapak : Empat-lima. Hem, dulu akupun mengharapkan
anak sebanyak itu pula. Tapi seperti katamu tadi nak, Tuhanlah yang menentukan.
Kami Cuma dianugrahi seorang putri, si Wati. Dan bagaimana kelak anak Cuma
dianugrahi seorang anak saja ? Apalagi jika seorang dara.
Pelamar I : Pasti aku akan sangat mencintainya
Bapak : Sangat mencintainya ?
Pelamar I : Tapi bagaimanapun kelak bila telah dewasa pasti
akan kulepaskan untuk dipersunting seorang jejaka yang cocok untuk jodohnya.
Bapak : Melepaskannya kalau sudah dewasa ya, nak. Hem
ya
Pelamar I : Apakah bapak berat hati untuk melepaskan Wati
?
BAPAK TERSENYUM LALU MENATAP KEARAH POTRET
Bapak : Setiap kali kulihat wati, setiap kali itu
pula kuteringat bundanya. Kelmbutan hatinya, kemanisan wajahnya, kesejukan
pandangannya, seluruhnya menitis pada tubuh Wati.
Pelamar I : Tepatlah lukisan bapak tadi, betapa kenanisan
wati dan keluhuran budinya diwariskan dari ibunya, maka ya bapak, semogalah
bapak akan berkenan di hati untuk mengabulkan lamaranku ?
Bapak : Hem, tapi ketahuilah pelamar Wati tidak Cuma
Satu.
Pelamar I : Ya, memang itu aku tahu. Aku memang mempunyai
saingan disini. Tapi semoga aku tidak terlambat tiba.
Bapak : Syukurlah kalau anak sudah tahu, anak
tercatat sebagai pelamar wati yang pertama, jadi tak usah resah gelisah, tapi
aku ahrus beralku adil, bila untuk wati terdaftar dua orang pelamar resmi ? aku
harus mempertimbangkannya dengan sangat teliti sekali, karena wati hanya
seorang dan hanya seorang lelaki yang mempersuntingnya
Pelamar I : Sikap hati-hati bapak sangat kumengerti,
namun kalau bapak memperkenankan, pada kesempatan kali ini aku menghaturkan
jaminan pribadi. Maaf bukannya aku ingin menilai Wati sebagai benda taruhan
atau benda ekonomis. Aku hanya ingin memamerkan kemampuanku sebagai seprang
suiami.
Bapak : Tentu nak, kau berhak berusaha untuk memikat
calon mertuamu dengan segala cara yang bisa menyakinkan hati.
Pelamar I : Tidaklah berlebihan jika I eh, aku
menghaturkan tiga macam jaminan pribadi. Pertama, kesetiaan, kedua, kehidupan
makmur mewah sampai hari tua dan yang ketiga warisan harta benda yang berlimpah
untuk keturunan kami nanti.
Bapak : Hem, ya tapi nak, tentang kesetiaanmu apakah
nanti bisa menjadi jaminan karena itu baru berupa pernyataan kesangguipan.
Belum menjadi kenyataan Apa yang terjadi nanti sulit ditebak bukan? Tentang
kehidupan makmur mewah itu nisbi, karena sepeti katamu tadi. Tuhanlah yang
menentukan. Nasibmu sekarang baik tapi entah suatu saat nanti, takdir memaksa
roda hidupmu berputar kebawah. Dan tentang janji warisan melimpah, apalah
gunanya nanti jika kau tidak mempunyai anak? Atau jika kau mempunyai anak
tetapi takdir menentukan anak-anakmu lebih dulu meninggal, tapi nak diatas
segalanya memang jaminan-jaminanmu itu cukup mengapit hati setiap calon bapak
mertua.
Pelamar I : Terima kasi untuk wawasan bapak yang kritis
itu. Dan perkenankanlah seiring dengan ini secara resmi aku mengajukan lamaran
untuk dalam waktu dekat ini mempersunting Wati sepanjang hayatnya.
Bapak : Ya..ya dengan resmi pula lamaran nak kuterima
dengan baik sekali
Pelamar : Terima kasih…terima kasih. Dan semoga bapak
secara resmi mengabulkannya
Bapak : Sabarlah dulu calon menantuku, ingat masih
ada pelamar kedua yang akan datang,kau dan sainganmu masih harus kuberikan
penilaian yang menentukan, jadi kuharap nak akan pula berkenan bersabar dalam
menunggu.
0 komentar
Posting Komentar