Rabu, 14 Desember 2016

Naskah Drama Orkes Madun 2 Bagian 3

DEBLENG
Coba, kalau kita semua menangis siapa yang mengurusi Waska? Siapa yang melayaninya? Siapa yang memijat-mijat kakinya?

SI JAMU
Siapa yang manghapus keringat di wajahnya yang tua itu?

ANAK KECIL
Siapa yang menyuapinya?

DEBLENG
Coba camkan. Coba pikirkan

GUSTAV
Menurut pendapat saya pribadi dengan menangis, kita sudah melakukan segala-galanya

SENIMAN
Karena pada saat ini menangis hampir merupakan suatu atau salah satu bentuk ekspresi yang jarang digunakan atau kurang disukai orang, belakangan ini kita lebih senang menertawai daripada menangis. Barangkali karena kita terlalu jenuh menangis, terlalu jenuh menderita atau apalah dan kita lebih suka ketawa habis-habisan. Dan keadaan ini telah didukung secara mutlak dan merata di kalangan para seniman. Tetapi kita semua tahu bagi seniman, menangis memang suatu sikap yang kurang ‘agung’ kecuali apabila tangis itu disaring sedemikian rupa dan sebaliknya ketawa tanpa batas bagi mereka merupakan bentuk pernyataan perasaan yang lebih terhormat, lebih intelek. Dan kita memang sama tahu, seniman-seniman adalah golongan semau gue sementara mereka menganggap diri mereka adalah segala-galanya. Dan dalam beberapa hal – kalau mereka mau mengakui – sikap seniman-seniman ini pada hakekatnya nyaris suatu sikap kebangsawanan yang kenes dengan sedikit unsur kebuasan yang terselubung

GUSTAV
Demikianlah keadaan kita dan saya tidak mau meneruskannya dan saya tidak mau ikut arus yang penuh dengan sikap cemooh ini. Saya masih bisa menangis. Jadi, sekali lagi, bagi saya, baik sebagai manusia mau pun sebagai tukang jambret, saya menganggap dengan menangis saya telah melakukan segala-galanya

DEBLENG
Kamu juga pake segala-galanya kayak seniman

GUSTAV
Segala-galanya, segala-galanya

DEBLENG
Jadi kita cukup hanya menangis saja sambil membiarkan Waska pemimpin kita bertambah parah sakitnya? Kita cukup hanya menangis saja sementara Waska barangkali memerlukan layanan kita?

SI JAMU
Pakde… pakde….

BUANG
He, jangan menangis dulu. Kita baru saja mendiskusikan apakah kita boleh menangis, apakah tika boleh ketawa, apakah…

SI JAMU
Aku tidak peduli, Pakde….

DEBLENG
Saya ulangi kritik saya! Apakah cukup menangis saja sementara Waska barangkali memerlukan layanan kita?

BUANG
Barangkali, barangkali kita bisa menangis sambil membayangkan seakan-akan kita juga sedang melayani beliau?

DEBLENG
Membayangkan?

BUANG
Ya, cukup membayangkan saja perbuatan baik kita seperti umumnya banyak orang

SEKOTENG
Ya, cukup membayangkan saja perbuatan baik kita seperti umumnya banyak orang

DAN ORANG-ORANG  PUN SAMA MENGANGGU-ANGGUK

ORANG-ORANG
Boleh juga, boleh juga….

LALU SEMUA MENCOBA MENANGIS DAN MEMBAYANGKAN HAL ITU. DAN TIBA-TIBA SEMUA DIKEJUTKAN OLEH SUARA LANTANG BIGAYAH

BIGAYAH
Tarkeniiiiii! Mana perempuan kolokan itu!?

BUANG
Dia nggak ada di sini, Bigayah

SATU
Maaf, Bigayah. Bicaranya jangan keras-keras

BIGAYAH
Apa? Jangan keras-keras? Kamu siapa? Hansip baru? Tukang beca baru? Copet baru? Garong baru? Tamu baru? Seniman baru?

SATU
Saya tukang pijat baru, Bigayah

BIGAYAH
Ya, tapi baru, kan?

SATU
Baru satu bulan, Bigayah

BIGAYAH
Tapi kok situ berani melarang saya bicara keras padahal bicara keras itu adat saya dan di stasiun tua ini, adat serta kepribadian sangat dijunjung tinggi? Kok berani?

SATU
Saya berani karena….

SEMUA
Sssst

SATU
Karena

SEMUA
Ssst

SATU
Kenapa?

SEMUA
Sssst

SATU
Biarkan saya menjelaskan, teman-teman, supaya…

SEMUA
Sssst

SATU
Barangkali saja soal cinta atau soal wanita bisa menentramkan atau mengurangi sakit Waska

BIGAYAH
Cinta? Wanita? Waska? Sakit? Apa hubungan semua itu?
(Tergantung)
Ayo, jangan bisu!

SATU
Bigayah, pacarmu Waska saat ini sedang dalam keadaan sakaratul maut dalam gerbong tua itu

BIGAYAH
Jangan bicara sembarangan ya? Saya orang kuat di sini

SATU
Betul, Bigayah, kami berkumpul di sekitar gerbong tua karena di dalam gerbong itu Waska sedang berkelahi dengan ajalnya

BOROK (Memukul-mukul kepalanya sendiri)
Modar! Modar!

RANGGONG
Ada apa, Borok?

BOROK (Sambil berjalan)
Saya lupa membawa jamu itu

BIGAYAH
Kamu tidak bohong? Waska, kekasihku sedang sakit?

SATU
Percayalah saya seperti saya ini seorang bayi

BIGAYAH (Sambil berlari)
Waskaaa!

JAPAR
Jadi bagaimana kseimpulan diskusi kita?

GUSTAV
Sampai tetes airmata yang penghabisan, kita teruskan tangis kesedihan kita

DEBLENG
Ya, sekarang kita boleh menlanjutkan tangis kita karena Bigayah akan melayani Waska, karena Bigayah akan titik titik titik

JAPAR
Mari teman-teman

MAKA TANGIS  PUN BERLANGSUNG LAGI. DAN SENIMAN  PUN BACK IN ACTION. TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA PLUITPLUIT POLISI DAN KAMTIBMAS SEMUA MENYINGKIR KELUAR
HIRUK PIKUK HINGAR BINGAR KEGIATAN JADI SATU. MEREKA MUNCUL LAGI DAN MELANJUTKAN TANGIS. SENIMAN SELALU KETINGGALAN.
TERDENGAR LAGI PLUIT-PLUIT POLISI, SEMUA MENYINGKIR. SENIMAN SELALU KETINGGALAN.

SEMAR
Saya bukan Waska atau orang-orang itu, jadi saya aman dan tidak perlu takut sama polisi atau  pun kamtib. Saya Semar.
Nah, penonton, ketika germo dan pelacur tua yang bernama Bigayah itu menuju gerbong tua, Waska sedang mengalami demam yang sangat-sangat. Begini.

WASKA DEMAM, DALAM GERBONG DAN ORANG-ORANG MUNCUL LAGI DALAM KOMPOSISI YANG TETAP, NAMUN TERBALIK DAN KEMBALI TANGIS! DAN KEMBALI GESEKAN BIOLA….
SETELAH SUARA-SUARA ITU JUGA TERDENGAR CAMPUR BAUR SUARA-SUARA LONCENG GEREJA, ADZAN DAN BEDUK DAN KLININGAN DAN LAIN-LAIN.

RANGGONG
Tahan, Waska. Tahan!

WASKA
Sakan saya tahan, akan saya tahan. Tak akan saya biarkan putus nyawa saya dan saya pasti menang

RANGGONG
Kamu lebih tua, jauh lebih tua dariku, tapi juga kamu lebih kuat dalam segala hal. Kamu adalah tauladanku. Kamu adalah cita-citaku. Kamu adalah panduku, Waska. Kebanggaanku berkibar-kibar setiap kali aku menatap garis-garis wajamu yang tajam bagaikan mata pisau membara

WASKA BERJUANG MELAWAN BATUK. PERKELAHIAN YANG MENGERIKAN SEKALI. TERAKHIR WASKA KECAPEKAN.

JAPAR
Penyelesaian saya tidak akan pernah beujung atas tangis cengeng saya yang sekarang, kalau ternyata kemudian kamu adalah seorang lelaki tua yang pengecut dan takut akan mati. Dan bukan mustahil penyesalan saya akan menghasilkan kutukan atas dirimu, atas badanmu, atas rohmu, atas keyakinanmu, atas pikiranmu, atas impianmu, atasmu!

WASKA
Saya tidak pernah takut mati. Masalahnya saya tidak pernah mau mati! (Berseru) Borok!

SEMUA TIDAK TAHU APA MESTI MENYAHUT

WASKA
Bangsat kamu, Borok! Di mana kamu, Borok!? Kalau kamu berani mengingkari janji atau berbohong, saya tidak akan berpikir dua kali untuk merobek mulut dan matamu! Borok!

RANGGONG
Dia baru saja pergi mengambil jamu yang dijanjikannya, Waska

WASKA
Ini masalah detik. Ini hanya bisa diatasi kalau kamu semua bisa mengalahkan detik

RANGGONG
Aku sanggup mengalahkan semua detik yang ada, Waska

WASKA
Siapa yang bicara itu? Siapa yang sesumbar itu?

RANGGONG
Golokmu, Waska

WASKA
Ranggong, golokku. Mendengar suaramu, aku seperti baru saja menghirup udara segar dan meneguk air pegunungan. Berangkatlah, anak-anakku. Segera!

LALU RANGGONG  PUN BERANGKATLAH BERSAMA MEMUNCAKNYA SUARA-SUARA. TAPI KEMUDIAN TIBA-TIBA BERHENTI SEMUA SUARA. SATU-SATUNYA ADALAH SUARA BIGAYAH MEMANGGIL-MANGGIL WASKA

WASKA
Pasti suara itu. Aku mendengar suara itu. Aku tidak pernah merasa takut kecuali setiap hari mendengar suara itu. Suara itu seperti suara mendiang ibuku yang tidak pernah jelas wajahnya. Suara itu seperti istriku yang tak pernah ada. Suara itu seperti suara anak perempuan ku yang tidak akan pernah lahir. Dan aku takut, aku takut. Ak berubah jadi badut menghadapi cobaan ini. Bigayahkah itu?

BIGAYAH (dari jauh)
Ya, Waska, Bigayahmu

WASKA
Widow, wados. Saya minta berhenti kamu memanggil-manggil

BIGAYAH
Sudah hampir empat puluh tahun aku dirundung cinta suci atasmu. Waska, masihkah kau menampik?

WASKA
Aku mohon, aku mohon janganlah engkau memperdengarkan suaramu. Frekuensi suaramu sedemikian rupa menyebabkan gendang telingaku terluka dan jantung melipatkan debarannya tujuh ribu kali perdetik. Aku mohon, Bigayah, aku mohon.

BIGAYAH
Bungkus ketupatku yang kau makan empat puluh lebaran yang lalu masih kusimpan sebagai kenang-kenangan, Waska. Juga  puntung rook minak jingo yang kamu hisap empat puluh tahun yang lalu masih kusimpan sebagai tanda bukti kasihku kepadamu, Waska. Bahkan tikar yang kita pergunakan pertama kali malam itu, empat puluh cap gomeh yang lalu masih tergantung sebagai hiasan dinding rumahku,Waska. Empat puluh Waska, angka yang cukup banyak dan cukup baik, masihkah kau menolak lamaranku, kehadiranku, cintaku!?. Waska, pada usiamu yang hampir seratus tahun seperti sekarang ini kau memerlukan seorang teman dalam kekosonganmu, dalam kesunyianmu.

WASKA
Aku masih muda. Aku masih muda. Baru saja aku melewati masa akilbaligku.dan sekali aku mohon, Gayah….

BIGAYAH
Kamu ingin aku tak memanggilmu?

WASKA
Ya, Gayah. Tolonglah

BIGAYAH
Apakah itu berarti aku boleh mendekatimu tanpa bersuara?

WASKA
Gayah, aku tidak menghendaki suaramu, juga kehadiranmu

BIGAYAH
Begitu maumu?

WASKA
Ya, Gayah

BIGAYAH
Begitu mauku, begini mauku

DAN MENDEKATLAH BIGAYAH PERLAHAN. DAN SEMAKIN MENDEKAT SEMAKIN WASKA NGERI DAN TAKUT

BIGAYAH
Waska

WASKA
Jangan dekat, Gayah

BIGAYAH
Waska

WASKA
Kasihani aku, Gayah. Aku sedang sakit parah, inkoma dalam keadaan sakaratul maut

BIGAYAH
Justru ini artinya kesempatan yang baik

DAN BEKEJAR-KEJARANLAH MEREKA, SEHINGGA ORANG-ORANG YANG MENANGIS JADI KALANG KABUT. DAN  PUNCAK ADEGAN INI ADALAH SAAT TERDENGAR BUNYI PLUIT-PLUIT LAGI YANG MENYEBABKAN SEMUA ORANG JADI PORAK-PORANDA. DAN SENIMAN SELALU KETINGGALAN
DAN DALAM KEPORAK-PORANDAAN ITU, TERDENGAR BIGAYAH MENGUCAPKAN BARIS-BARIS KALIMAT SEBAGAI BERIKUT

BIGAYAH
Jangan bersembunyi, Waska. Jangan bersembunyi. Biar saja polisi-polisi dan kamtib-kamtib menangkap kita, asalkan kita bisa tetap bercinta. Biarkan kita terjaring Dewi Ratih dan Kamajaya. Waska, nasib buruk, kesialan, kemelaratan dan penyakit jangan pula kita biarkan memusnahkan cinta kita. Melarat sudah, penyakitan sudah, tapi janganlah kita dimakan kebencian

WASKA
Aku tidak bersembunyi, aku bertapa, aku bersamadi, aku sedang menghitung jumlah semut yang pernah ada dan jumlah tarikan napas saya selama ini. Jangan sekati saya. Kalau dintamu tidak atau belum mendapatkan balasan dari hatiku karena adalah karena pikiranku yang jahanam serta penuh kepongahan, yang adalah bagaikan putra Nuh nan durhaka

BIGAYAH
Waska

WASKA
Jangan dekat, gayah. Aku lenyap

PENTAS KOSONG
LONCENG DUA KALI
BIGAYAH MENANGIS MERAUNG-RAUNG, RANGGONG SEDANG MEMBUAT PIPA ROKOK DARI TULANG AYAM. DEBLENG SEDANG MEMBERSIHKAN LOBANG HIDUNGNYA. DAN SENIMAN MENGIRINGINYA DENGAN BIOLA

RANGGONG
Jangan terlalu berkepanjangan, Bigayah. Kasihan Waska, kasihan jiwanya

DEBLENG
Kalau terlalu lama menangis nanti serak

RANGGONG
Jangan ngaco, Debleng

BIGAYAH

Tujuh hari tujuh malam sudah saya menangis meraung-raung bagaikan seekor kucing betina di suatu wuwungan rumah tua kala dinihari yang dingin dan sepi. Tujuh hari tujuh malam sudah sehingga saya persiapkan segala sesuatunya, asam sianida, air keras, silet, pil tidur, belati, pistol bahkan tali palstik untuk sewaktu-waktu diperlukan kalau-kalau bermaksud bunuh diri

0 komentar

Posting Komentar