DEBLENG
Coba, kalau kita semua menangis siapa yang mengurusi
Waska? Siapa yang melayaninya? Siapa yang memijat-mijat kakinya?
SI JAMU
Siapa yang manghapus keringat di wajahnya yang tua itu?
ANAK KECIL
Siapa yang menyuapinya?
DEBLENG
Coba camkan. Coba pikirkan
GUSTAV
Menurut pendapat saya pribadi dengan menangis, kita
sudah melakukan segala-galanya
SENIMAN
Karena pada saat ini menangis hampir merupakan suatu
atau salah satu bentuk ekspresi yang jarang digunakan atau kurang disukai
orang, belakangan ini kita lebih senang menertawai daripada menangis.
Barangkali karena kita terlalu jenuh menangis, terlalu jenuh menderita atau
apalah dan kita lebih suka ketawa habis-habisan. Dan keadaan ini telah didukung
secara mutlak dan merata di kalangan para seniman. Tetapi kita semua tahu bagi
seniman, menangis memang suatu sikap yang kurang ‘agung’ kecuali apabila tangis
itu disaring sedemikian rupa dan sebaliknya ketawa tanpa batas bagi mereka
merupakan bentuk pernyataan perasaan yang lebih terhormat, lebih intelek. Dan
kita memang sama tahu, seniman-seniman adalah golongan semau gue sementara
mereka menganggap diri mereka adalah segala-galanya. Dan dalam beberapa hal –
kalau mereka mau mengakui – sikap seniman-seniman ini pada hakekatnya nyaris
suatu sikap kebangsawanan yang kenes dengan sedikit unsur kebuasan yang
terselubung
GUSTAV
Demikianlah keadaan kita dan saya tidak mau
meneruskannya dan saya tidak mau ikut arus yang penuh dengan sikap cemooh ini.
Saya masih bisa menangis. Jadi, sekali lagi, bagi saya, baik sebagai manusia
mau pun sebagai tukang jambret, saya menganggap dengan menangis saya telah
melakukan segala-galanya
DEBLENG
Kamu juga pake segala-galanya kayak seniman
GUSTAV
Segala-galanya, segala-galanya
DEBLENG
Jadi kita cukup hanya menangis saja sambil membiarkan
Waska pemimpin kita bertambah parah sakitnya? Kita cukup hanya menangis saja
sementara Waska barangkali memerlukan layanan kita?
SI JAMU
Pakde… pakde….
BUANG
He, jangan menangis dulu. Kita baru saja mendiskusikan
apakah kita boleh menangis, apakah tika boleh ketawa, apakah…
SI JAMU
Aku tidak peduli, Pakde….
DEBLENG
Saya ulangi kritik saya! Apakah cukup menangis saja
sementara Waska barangkali memerlukan layanan kita?
BUANG
Barangkali, barangkali kita bisa menangis sambil
membayangkan seakan-akan kita juga sedang melayani beliau?
DEBLENG
Membayangkan?
BUANG
Ya, cukup membayangkan saja perbuatan baik kita seperti
umumnya banyak orang
SEKOTENG
Ya, cukup membayangkan saja perbuatan baik kita seperti
umumnya banyak orang
DAN ORANG-ORANG
PUN SAMA MENGANGGU-ANGGUK
ORANG-ORANG
Boleh juga, boleh juga….
LALU SEMUA MENCOBA MENANGIS DAN MEMBAYANGKAN HAL ITU.
DAN TIBA-TIBA SEMUA DIKEJUTKAN OLEH SUARA LANTANG BIGAYAH
BIGAYAH
Tarkeniiiiii! Mana perempuan kolokan itu!?
BUANG
Dia nggak ada di sini, Bigayah
SATU
Maaf, Bigayah. Bicaranya jangan keras-keras
BIGAYAH
Apa? Jangan keras-keras? Kamu siapa? Hansip baru?
Tukang beca baru? Copet baru? Garong baru? Tamu baru? Seniman baru?
SATU
Saya tukang pijat baru, Bigayah
BIGAYAH
Ya, tapi baru, kan?
SATU
Baru satu bulan, Bigayah
BIGAYAH
Tapi kok situ berani melarang saya bicara keras padahal
bicara keras itu adat saya dan di stasiun tua ini, adat serta kepribadian
sangat dijunjung tinggi? Kok berani?
SATU
Saya berani karena….
SEMUA
Sssst
SATU
Karena
SEMUA
Ssst
SATU
Kenapa?
SEMUA
Sssst
SATU
Biarkan saya menjelaskan, teman-teman, supaya…
SEMUA
Sssst
SATU
Barangkali saja soal cinta atau soal wanita bisa
menentramkan atau mengurangi sakit Waska
BIGAYAH
Cinta? Wanita? Waska? Sakit? Apa hubungan semua itu?
(Tergantung)
Ayo, jangan bisu!
SATU
Bigayah, pacarmu Waska saat ini sedang dalam keadaan
sakaratul maut dalam gerbong tua itu
BIGAYAH
Jangan bicara sembarangan ya? Saya orang kuat di sini
SATU
Betul, Bigayah, kami berkumpul di sekitar gerbong tua
karena di dalam gerbong itu Waska sedang berkelahi dengan ajalnya
BOROK (Memukul-mukul kepalanya sendiri)
Modar! Modar!
RANGGONG
Ada apa, Borok?
BOROK (Sambil berjalan)
Saya lupa membawa jamu itu
BIGAYAH
Kamu tidak bohong? Waska, kekasihku sedang sakit?
SATU
Percayalah saya seperti saya ini seorang bayi
BIGAYAH (Sambil berlari)
Waskaaa!
JAPAR
Jadi bagaimana kseimpulan diskusi kita?
GUSTAV
Sampai tetes airmata yang penghabisan, kita teruskan
tangis kesedihan kita
DEBLENG
Ya, sekarang kita boleh menlanjutkan tangis kita karena
Bigayah akan melayani Waska, karena Bigayah akan titik titik titik
JAPAR
Mari teman-teman
MAKA TANGIS PUN
BERLANGSUNG LAGI. DAN SENIMAN PUN BACK
IN ACTION. TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA PLUITPLUIT POLISI DAN KAMTIBMAS SEMUA
MENYINGKIR KELUAR
HIRUK PIKUK HINGAR BINGAR KEGIATAN JADI SATU. MEREKA
MUNCUL LAGI DAN MELANJUTKAN TANGIS. SENIMAN SELALU KETINGGALAN.
TERDENGAR LAGI PLUIT-PLUIT POLISI, SEMUA MENYINGKIR.
SENIMAN SELALU KETINGGALAN.
SEMAR
Saya bukan Waska atau orang-orang itu, jadi saya aman
dan tidak perlu takut sama polisi atau
pun kamtib. Saya Semar.
Nah, penonton, ketika germo dan pelacur tua yang
bernama Bigayah itu menuju gerbong tua, Waska sedang mengalami demam yang
sangat-sangat. Begini.
WASKA DEMAM, DALAM GERBONG DAN ORANG-ORANG MUNCUL LAGI
DALAM KOMPOSISI YANG TETAP, NAMUN TERBALIK DAN KEMBALI TANGIS! DAN KEMBALI
GESEKAN BIOLA….
SETELAH SUARA-SUARA ITU JUGA TERDENGAR CAMPUR BAUR
SUARA-SUARA LONCENG GEREJA, ADZAN DAN BEDUK DAN KLININGAN DAN LAIN-LAIN.
RANGGONG
Tahan, Waska. Tahan!
WASKA
Sakan saya tahan, akan saya tahan. Tak akan saya
biarkan putus nyawa saya dan saya pasti menang
RANGGONG
Kamu lebih tua, jauh lebih tua dariku, tapi juga kamu
lebih kuat dalam segala hal. Kamu adalah tauladanku. Kamu adalah cita-citaku.
Kamu adalah panduku, Waska. Kebanggaanku berkibar-kibar setiap kali aku menatap
garis-garis wajamu yang tajam bagaikan mata pisau membara
WASKA BERJUANG MELAWAN BATUK. PERKELAHIAN YANG
MENGERIKAN SEKALI. TERAKHIR WASKA KECAPEKAN.
JAPAR
Penyelesaian saya tidak akan pernah beujung atas tangis
cengeng saya yang sekarang, kalau ternyata kemudian kamu adalah seorang lelaki
tua yang pengecut dan takut akan mati. Dan bukan mustahil penyesalan saya akan
menghasilkan kutukan atas dirimu, atas badanmu, atas rohmu, atas keyakinanmu,
atas pikiranmu, atas impianmu, atasmu!
WASKA
Saya tidak pernah takut mati. Masalahnya saya tidak
pernah mau mati! (Berseru) Borok!
SEMUA TIDAK TAHU APA MESTI MENYAHUT
WASKA
Bangsat kamu, Borok! Di mana kamu, Borok!? Kalau kamu
berani mengingkari janji atau berbohong, saya tidak akan berpikir dua kali
untuk merobek mulut dan matamu! Borok!
RANGGONG
Dia baru saja pergi mengambil jamu yang dijanjikannya,
Waska
WASKA
Ini masalah detik. Ini hanya bisa diatasi kalau kamu
semua bisa mengalahkan detik
RANGGONG
Aku sanggup mengalahkan semua detik yang ada, Waska
WASKA
Siapa yang bicara itu? Siapa yang sesumbar itu?
RANGGONG
Golokmu, Waska
WASKA
Ranggong, golokku. Mendengar suaramu, aku seperti baru
saja menghirup udara segar dan meneguk air pegunungan. Berangkatlah,
anak-anakku. Segera!
LALU RANGGONG
PUN BERANGKATLAH BERSAMA MEMUNCAKNYA SUARA-SUARA. TAPI KEMUDIAN
TIBA-TIBA BERHENTI SEMUA SUARA. SATU-SATUNYA ADALAH SUARA BIGAYAH
MEMANGGIL-MANGGIL WASKA
WASKA
Pasti suara itu. Aku mendengar suara itu. Aku tidak
pernah merasa takut kecuali setiap hari mendengar suara itu. Suara itu seperti
suara mendiang ibuku yang tidak pernah jelas wajahnya. Suara itu seperti
istriku yang tak pernah ada. Suara itu seperti suara anak perempuan ku yang
tidak akan pernah lahir. Dan aku takut, aku takut. Ak berubah jadi badut
menghadapi cobaan ini. Bigayahkah itu?
BIGAYAH (dari jauh)
Ya, Waska, Bigayahmu
WASKA
Widow, wados. Saya minta berhenti kamu
memanggil-manggil
BIGAYAH
Sudah hampir empat puluh tahun aku dirundung cinta suci
atasmu. Waska, masihkah kau menampik?
WASKA
Aku mohon, aku mohon janganlah engkau memperdengarkan
suaramu. Frekuensi suaramu sedemikian rupa menyebabkan gendang telingaku
terluka dan jantung melipatkan debarannya tujuh ribu kali perdetik. Aku mohon,
Bigayah, aku mohon.
BIGAYAH
Bungkus ketupatku yang kau makan empat puluh lebaran
yang lalu masih kusimpan sebagai kenang-kenangan, Waska. Juga puntung rook minak jingo yang kamu hisap
empat puluh tahun yang lalu masih kusimpan sebagai tanda bukti kasihku kepadamu,
Waska. Bahkan tikar yang kita pergunakan pertama kali malam itu, empat puluh
cap gomeh yang lalu masih tergantung sebagai hiasan dinding rumahku,Waska.
Empat puluh Waska, angka yang cukup banyak dan cukup baik, masihkah kau menolak
lamaranku, kehadiranku, cintaku!?. Waska, pada usiamu yang hampir seratus tahun
seperti sekarang ini kau memerlukan seorang teman dalam kekosonganmu, dalam
kesunyianmu.
WASKA
Aku masih muda. Aku masih muda. Baru saja aku melewati
masa akilbaligku.dan sekali aku mohon, Gayah….
BIGAYAH
Kamu ingin aku tak memanggilmu?
WASKA
Ya, Gayah. Tolonglah
BIGAYAH
Apakah itu berarti aku boleh mendekatimu tanpa
bersuara?
WASKA
Gayah, aku tidak menghendaki suaramu, juga kehadiranmu
BIGAYAH
Begitu maumu?
WASKA
Ya, Gayah
BIGAYAH
Begitu mauku, begini mauku
DAN MENDEKATLAH BIGAYAH PERLAHAN. DAN SEMAKIN MENDEKAT
SEMAKIN WASKA NGERI DAN TAKUT
BIGAYAH
Waska
WASKA
Jangan dekat, Gayah
BIGAYAH
Waska
WASKA
Kasihani aku, Gayah. Aku sedang sakit parah, inkoma
dalam keadaan sakaratul maut
BIGAYAH
Justru ini artinya kesempatan yang baik
DAN BEKEJAR-KEJARANLAH MEREKA, SEHINGGA ORANG-ORANG
YANG MENANGIS JADI KALANG KABUT. DAN
PUNCAK ADEGAN INI ADALAH SAAT TERDENGAR BUNYI PLUIT-PLUIT LAGI YANG
MENYEBABKAN SEMUA ORANG JADI PORAK-PORANDA. DAN SENIMAN SELALU KETINGGALAN
DAN DALAM KEPORAK-PORANDAAN ITU, TERDENGAR BIGAYAH
MENGUCAPKAN BARIS-BARIS KALIMAT SEBAGAI BERIKUT
BIGAYAH
Jangan bersembunyi, Waska. Jangan bersembunyi. Biar
saja polisi-polisi dan kamtib-kamtib menangkap kita, asalkan kita bisa tetap
bercinta. Biarkan kita terjaring Dewi Ratih dan Kamajaya. Waska, nasib buruk,
kesialan, kemelaratan dan penyakit jangan pula kita biarkan memusnahkan cinta
kita. Melarat sudah, penyakitan sudah, tapi janganlah kita dimakan kebencian
WASKA
Aku tidak bersembunyi, aku bertapa, aku bersamadi, aku
sedang menghitung jumlah semut yang pernah ada dan jumlah tarikan napas saya
selama ini. Jangan sekati saya. Kalau dintamu tidak atau belum mendapatkan
balasan dari hatiku karena adalah karena pikiranku yang jahanam serta penuh
kepongahan, yang adalah bagaikan putra Nuh nan durhaka
BIGAYAH
Waska
WASKA
Jangan dekat, gayah. Aku lenyap
PENTAS KOSONG
LONCENG DUA KALI
BIGAYAH MENANGIS MERAUNG-RAUNG, RANGGONG SEDANG MEMBUAT
PIPA ROKOK DARI TULANG AYAM. DEBLENG SEDANG MEMBERSIHKAN LOBANG HIDUNGNYA. DAN
SENIMAN MENGIRINGINYA DENGAN BIOLA
RANGGONG
Jangan terlalu berkepanjangan, Bigayah. Kasihan Waska,
kasihan jiwanya
DEBLENG
Kalau terlalu lama menangis nanti serak
RANGGONG
Jangan ngaco, Debleng
BIGAYAH
Tujuh hari tujuh malam sudah saya menangis meraung-raung
bagaikan seekor kucing betina di suatu wuwungan rumah tua kala dinihari yang
dingin dan sepi. Tujuh hari tujuh malam sudah sehingga saya persiapkan segala
sesuatunya, asam sianida, air keras, silet, pil tidur, belati, pistol bahkan
tali palstik untuk sewaktu-waktu diperlukan kalau-kalau bermaksud bunuh diri
0 komentar
Posting Komentar