SANDEK (Pada penonton)
Kalian tahu saya anaknya, tapi
saya harap saya tidak sama dengan lelaki tua yang sok dan kelebihan sperma itu!
Bukan saja karena angkatan kami berbeda tapi terutama karena pandangan dasar
kami sejak pangkal memang lain. Catat dan ingat-ingat!
WASKA
Orang-orang muda, selalu saja
menganggap orang-orang tua bersikap sok, padahal mereka jauh lebih sombong
daripada anak Nuh! Selain itu secara bangga selalu menggembar-gemborkan tentang
perbedaan, padahal apa-apa yang mereka anggap lain sama sekali tidak lain.
Tidak ada yang baru. Yang ada Cuma pengulangan!
SANDEK
Mulai, kan soknya!? Siapa bilang
tidak ada yang baru? Siapa bilang Cuma pengulangan? Yang bernama bola memang
tetap bola tapi setiap detiknya nilainya berubah. Sekarang begini saja. Siapa
diantara kami, maksud saya, saya dan bapa saya yang sok itu, yang paling banyak
umurnya?
WASKA
Dia sudah mulai kurang ajar kalau
sudah mau berani mengatakan bahwa dia lebih tua umurnya dari saya
SANDEK
Sudah pasti umur saya lebih tua.
Paling tidak lebih banyak. Coba saja. Umur saya adalah umur manusia pertama,
sedangkan dia sama dengan jumlah umur tadi minus umur saya sendiri
WASKA
Cara kamu bercanda menyinggung
perasaan, Sandek
SANDEK
Sekali lagi terbukti bahwa orang
tua lebih emosional ketimbang anaknya
WASKA
Betul-betul gua bacok, lu!
LALU WASKA MENGEJAR SANDEK SAMBIL
MENGACUNGKAN GOLOK SEHINGGA SEKETIKA TERJADI KEHEBOHAN. DAN TENTU SAJA
ORANG-ORANG MELERAIKAN MEREKA. TERAKHIR WASKA MEMEGANG WAJAH ANAKNYA DAN
KETAWA.
WASKA
Kamu betul-betul muda. Kamu
betul-betul hidup
SANDEK
Bapa betul-betul bapa. Betul-betul
tua!
WASKA
Sialan!
LALU MEREKA KEJAR-KEJARAN SEPERTI
BOCAH. PETAK LARI. DAN SEMUA PEMAIN MELAKUKAN HAL YANG SAMA. DAN SETELAH
KECAPEAN.
WASKA
Seger, seger. Hidup itu selalu
seger. Kalau saja….
RANGGONG
Bapa, sudah waktunya
BOROK
Segala sesuatunya sudah beres
SUARA MEGAPON (Dalam dialek Jawa yang medok, lembut sekali)
Perhatian, perhatian! Para
penumpang pesawat luar angkasa yang akan mengembara ke daerah pembuangan,
diharap siap naik melalui pintu tiga
WASKA
Baik, baik, Sandek. Ini kelereng
kamu
SANDEK
Terima kasih, bapa
LALU WASKA KEMBALI NAIK KE TEMPAT
YANG PALING TINGGI DIIKUTI PEMBANTU-PEMBANTUNYA
NYANYIAN SATU
Awan akan jadi kawan
Sepanjang perjalanan
Kalian tidak akan kesepian
Terbanglah o ruh
Terbanglah o ruh
Tuhan di seberang
Menanti kalian
Terbanglah o ruh
Terbanglah o ruh
LALU SEMUA SIAP MENDENGARKAN
PIDATO PERPISAHAN
WASKA
Anak-anakku
SEMUA
Ya, bapa
WASKA
Sinar tidak pernah putus. Suara
tidak pernah putus. Saya akan menyusuri sinar dan suara dengan pandangan mata
bocah, namun dengan perasaan luka seorang pemuda cengeng yang ditinggalkan
kekasihnya. Saya akan melompat ke bukit itu dengan meniti pucuk-pucuk cemara
yang berbaris tak habis-habisnya. Di bukit itu saya akan gali huruf-huruf yang
asli dan bekas lobangnya akan kujadikan kubur bagi jasadku yang galak dan keras
ini. Bukit itu bukit Tursina namanya!
IBU
Istirahatlah anakku. Seperti tanah
pesisir di mana kamu lahir. Telapak kakimu pecah-pecah, mari saya basuh
WASKA
Tidak ada lagi yang bisa dicuci.
Segala debu dengan segala susunan unsur-unsurnya telah bersatu dengan kulit
badak tua ini. Tolong jangan ganggu saya lagi
IBU
Saya ingin memangkumu, anakku.
Mbok kangen. Sumur tua ini sudah lama sekali tidak pernah kamu kunjungi. Mbok
akan mendongeng tentang asal-usul tanah Jawa ini sejak zaman es dahulu kala
WASKA
Sekali lagi, tolong ya jangan
ganggu saya lagi. Saya sedang mengucapkan pidato yang paling penting, bahkan
yang terpenting yang pernah diucapkan orang. Dan begitu pentingnya saya punya
pidato, bagaikan firman bila dibandingkan dengan pidato seorang presiden
IBU
Kalau kamu mau mengunjungi sumur
keramat ini sekali saja dan merasakan nyamannya air, brangkali kamu tidak akan
merasa perlu mengadakan perlawatan yang penuh rahasia ini
WASKA
Kalau saja, kalimat apa itu!?
Justru karena saya menyadari bahwa hidup ternyata tumpukan dari kalimat semacam
itu saya mengadakan perjalanan ini. Dan lagi dengan pengembaraan saya yang
terakhir ini saya yakin saya akan beroleh mati
IBU
Jangan ngaco, Waska. Kelak kamu
akan mati sendiri juga. Seperti yang lain-lain, kamu juga tidak lebih dari
sebatang pohon pisang
WASKA
Saya bukan pohon pisang. Saya
bukan pohon. Saya bayi tabung yang ditemukan Aladin di pesisir Cirebon
IBU
Silsilah tidak penting lagi.
Sejarah diabaikan. Lalu maunya apa?
BIGAYAH
Sebaiknya mbok yang istirahat.
Kembali masuk ke kubur, mbok. Jangan nakut-nakuti orang yang masih hidup
IBU
Kamu siapa berani-berani nimbrung?
BIGAYAH
Nama saya Bigayah. Pekerjaan
pelacur dan sekarang jadi kepala germo. Saya istri Waska lahir batin
IBU
Terlalu beringasan kamu sebagai
perempuan
BIGAYAH
Karena saya darah Waska
SEMAR
Waduh! Waduh! Waduh! Sandiwara ini
mbok yang teratur. Yang punya disiplin. Sudah sejak tadi dibina suasana
dramatiknya sedemikian rupa untuk adegan pidato perpisahan Waska, kalian kok
seenaknya merusak. Kalian itu nyeleweng dari irama namanya. Kesenian macam apa
yang sedang kalian tunjukan? Itu namanya seni awur-awuran! Dikiranya alam itu
awur-awuran? Alam itu tertib sekalipun tidak kaku!
NABI
Jangan emosi Semar. Makin tua kok
malah makin emosi
SEMAR
Kesel eh! Susah-susah membangun
klimaks, kok dibuyarkan seenaknya
NABI
Sabar, sabar
BIGAYAH
Maaf, Semar
IBU
Saya juga minta maaf, wong saya
orang baru. Lagi waktu saya di Srimulat saya nyletuk begitu boleh kok. Nek
kalau aturan di sini lain ya, maaf saja
SEMAR
Sudah, malah cerewet. Sekarang
kita lanjutkan lagi. Coba musiknya yang genah. Mulai!
MUSIK. MEMEKAKAN. DAN SEMENTARA
ITU MEREKA MEMENUHI BUKIT DI MANA WASKA SEDANG MENGUCAPKAN PIDATONYA
WASKA
Mata saya mata Musa yang mampu
menatap sumber cahaya itu. Tapi seandainya di bukit itu saya juga tidak
mendapatkan apa-apa, tidak mendapatkan istirah, saya akan terbang di atas
selembar awam, mampir ke puncak Himalaya. Saya harap saja pertapa tua yang
bernama Albert Tambayong itu akan sudi membantu saya
RANGGONG
Saya sangsi, Waska
BOROK
Monyet tua itu menjengkelkan
WASKA
Kalau memang begitu, nanti saya
akan terbang ke angkasa luar. Akan saya jelajahi galaksi demi galaksi, sepi
demi sepi. Dalam kehampaan dan keheningan itu, saya kira saya akan bisa menemui
nabi-nabi itu diantara benda-benda yang gentayangan. Ciptaan teknologi paling
mutakhir. Saya akan rela melayang-layang kalau memang saya juga adalah
benda-benda semacam itu
BIGAYAH
Benda apa sih Semar? Kok serem
kedengarannya?
SEMAR
Benda ya benda. Titik
BIGAYAH
Kok serem Semar?
SEMAR
Kok baru tahu? Hidup memang serem
kok. Pokoknya di angkasa luar nanti saya akan memainkan adegan serem diselingi
adegan-adegan ala Flash Gordon
IBU
Flash Gordon itu siapa to, Gayah?
BIGAYAH
Ndak tahu ya. Kedengarannya sih
kayak nama presiden Amerika
JONATHAN
Waska, boleh saya berpendapat?
WASKA
Tidak boleh kecuali kalau kamu
juga punya keberanian sama seperti saya
JONATHAN
Saya tidak tahu apakah saya berani
tapi apa katamu?
WASKA
Gentayangan di luar angkasa
JONATHAN
Saya kira saya berani
WASKA
Nah, kalau begitu adegan sandiwara
ini pada babak berikutnya akan menjadi seru karena saya masih punya banyak sisa
kata-kata
JONATHAN
Kamu sendiri tahu stock kata-kata
saya jauh lebih banyak dan kata-kata sangat jinak di bibir saya
WASKA
Kalau kata-kata berpihak pada
kamu, yang lain pasti akan berpihak kepada saya
JONATHAN
Kita lihat nanti
WASKA
Ya. Sekarang kandangi dulu
kata-katamu. Saya sedang pidato
LALU JONATHAN MEMAINKAN BIOLANYA
SYAHDU SEKALI
WASKA
Anak-anakku
SEMUA
Ya, bapa
WASKA
Agama saya macem-macem, maka
segala macem doa saya harap ikut mengiringi pengembaraan ini
SEMUA
Ya, bapa
BIGAYAH
Bagaikan angin, doa saya tidak
akan pernah putus, Waska
IBU
Asap dupa dan harum bunga setaman
yang saya rangkai akan memenuhi sidratul muntaha
SANDEK
Saya nggak bisa berdoa. Lelaki tua
yang belingsatan itu tidak pernah mengajar saya apa-apa
ONI
Tapi ibumu, Sandek. Ia mengajar kamu segala macem
SANDEK
O iya. Lupa, bu
IBU SANDEK
Sandek
SANDEK
Sekarang saya ingat. Saya akan
berdoa. Saya akan selalu berdoa
ONI
Kamu mulai sombong seperti ayahmu
IBU SANDEK
Berikan diam-diam nasi kuning ini
kepada bapakmu dan katakan saya akan membesarkan kamu
SANDEK
Ibu, mulai besok saya akan bekerja
di pabrik gelas
IBU SANDEK
Seharusnya kamu di laut, anakkku.
Karena kamu anak laut
SANDEK
Jangan sebut laut lagi, bu. Saya
takut saya tidak bisa menahan amarah saya. Badan saya masih terlalu lunak untuk
amarah saya yang terlalu keras
IBU SANDEK
Baik, anakku, baik. Jangan lupa
bahwa ayahmu seorang lelaki tulen
LALU SEMUA ORANG BERTEPUK TANGAN,
WASKA, BOROK DAN RANGGONG MENDAKI PUNCAK ITU SAMBIL SESEKALI MELAMBAIKAN
TANGAN. BIGAYAH MENANGIS HEBAT SEKALI,
MENYINGKIR DARI GEROMBOLAN. JUGA IBU SANDEK, SANDEK DAN ONI MELANGKAH KE DEPAN
DEKAT PENONTON. MEREKA TEGAK BERDIRI BAGAIKAN DUA BUAH TIANG BENDERA.
NYANYIAN SATU
Awan akan jadi kawan
Sepanjang perjalanan
Tuhan di seberang
Mananti kalian
Terbanglah o ruh
Terbanglah o ruh
Dst.
KEMUDIAN HENING SEJENAK
0 komentar
Posting Komentar