Jumat, 16 Desember 2016

Naskah Drama Orkes Madun 3 Bagian 2

SANDEK (Pada penonton)
Kalian tahu saya anaknya, tapi saya harap saya tidak sama dengan lelaki tua yang sok dan kelebihan sperma itu! Bukan saja karena angkatan kami berbeda tapi terutama karena pandangan dasar kami sejak pangkal memang lain. Catat dan ingat-ingat!

WASKA
Orang-orang muda, selalu saja menganggap orang-orang tua bersikap sok, padahal mereka jauh lebih sombong daripada anak Nuh! Selain itu secara bangga selalu menggembar-gemborkan tentang perbedaan, padahal apa-apa yang mereka anggap lain sama sekali tidak lain. Tidak ada yang baru. Yang ada Cuma pengulangan!

SANDEK
Mulai, kan soknya!? Siapa bilang tidak ada yang baru? Siapa bilang Cuma pengulangan? Yang bernama bola memang tetap bola tapi setiap detiknya nilainya berubah. Sekarang begini saja. Siapa diantara kami, maksud saya, saya dan bapa saya yang sok itu, yang paling banyak umurnya?

WASKA
Dia sudah mulai kurang ajar kalau sudah mau berani mengatakan bahwa dia lebih tua umurnya dari saya

SANDEK
Sudah pasti umur saya lebih tua. Paling tidak lebih banyak. Coba saja. Umur saya adalah umur manusia pertama, sedangkan dia sama dengan jumlah umur tadi minus umur saya sendiri

WASKA
Cara kamu bercanda menyinggung perasaan, Sandek

SANDEK
Sekali lagi terbukti bahwa orang tua lebih emosional ketimbang anaknya

WASKA
Betul-betul gua bacok, lu!

LALU WASKA MENGEJAR SANDEK SAMBIL MENGACUNGKAN GOLOK SEHINGGA SEKETIKA TERJADI KEHEBOHAN. DAN TENTU SAJA ORANG-ORANG MELERAIKAN MEREKA. TERAKHIR WASKA MEMEGANG WAJAH ANAKNYA DAN KETAWA.

WASKA
Kamu betul-betul muda. Kamu betul-betul hidup

SANDEK
Bapa betul-betul bapa. Betul-betul tua!

WASKA
Sialan!

LALU MEREKA KEJAR-KEJARAN SEPERTI BOCAH. PETAK LARI. DAN SEMUA PEMAIN MELAKUKAN HAL YANG SAMA. DAN SETELAH KECAPEAN.

WASKA
Seger, seger. Hidup itu selalu seger. Kalau saja….

RANGGONG
Bapa, sudah waktunya

BOROK
Segala sesuatunya sudah beres

SUARA MEGAPON (Dalam dialek Jawa yang medok, lembut sekali)
Perhatian, perhatian! Para penumpang pesawat luar angkasa yang akan mengembara ke daerah pembuangan, diharap siap naik melalui pintu tiga

WASKA
Baik, baik, Sandek. Ini kelereng kamu

SANDEK
Terima kasih, bapa

LALU WASKA KEMBALI NAIK KE TEMPAT YANG PALING TINGGI DIIKUTI PEMBANTU-PEMBANTUNYA

NYANYIAN SATU
Awan akan jadi kawan
Sepanjang perjalanan
Kalian tidak akan kesepian
Terbanglah o ruh
Terbanglah o ruh
Tuhan di seberang
Menanti kalian
Terbanglah o ruh
Terbanglah o ruh

LALU SEMUA SIAP MENDENGARKAN PIDATO PERPISAHAN

WASKA
Anak-anakku

SEMUA
Ya, bapa

WASKA
Sinar tidak pernah putus. Suara tidak pernah putus. Saya akan menyusuri sinar dan suara dengan pandangan mata bocah, namun dengan perasaan luka seorang pemuda cengeng yang ditinggalkan kekasihnya. Saya akan melompat ke bukit itu dengan meniti pucuk-pucuk cemara yang berbaris tak habis-habisnya. Di bukit itu saya akan gali huruf-huruf yang asli dan bekas lobangnya akan kujadikan kubur bagi jasadku yang galak dan keras ini. Bukit itu bukit Tursina namanya!

IBU
Istirahatlah anakku. Seperti tanah pesisir di mana kamu lahir. Telapak kakimu pecah-pecah, mari saya basuh

WASKA
Tidak ada lagi yang bisa dicuci. Segala debu dengan segala susunan unsur-unsurnya telah bersatu dengan kulit badak tua ini. Tolong jangan ganggu saya lagi

IBU
Saya ingin memangkumu, anakku. Mbok kangen. Sumur tua ini sudah lama sekali tidak pernah kamu kunjungi. Mbok akan mendongeng tentang asal-usul tanah Jawa ini sejak zaman es dahulu kala

WASKA
Sekali lagi, tolong ya jangan ganggu saya lagi. Saya sedang mengucapkan pidato yang paling penting, bahkan yang terpenting yang pernah diucapkan orang. Dan begitu pentingnya saya punya pidato, bagaikan firman bila dibandingkan dengan pidato seorang presiden

IBU
Kalau kamu mau mengunjungi sumur keramat ini sekali saja dan merasakan nyamannya air, brangkali kamu tidak akan merasa perlu mengadakan perlawatan yang penuh rahasia ini

WASKA
Kalau saja, kalimat apa itu!? Justru karena saya menyadari bahwa hidup ternyata tumpukan dari kalimat semacam itu saya mengadakan perjalanan ini. Dan lagi dengan pengembaraan saya yang terakhir ini saya yakin saya akan beroleh mati

IBU
Jangan ngaco, Waska. Kelak kamu akan mati sendiri juga. Seperti yang lain-lain, kamu juga tidak lebih dari sebatang pohon pisang

WASKA
Saya bukan pohon pisang. Saya bukan pohon. Saya bayi tabung yang ditemukan Aladin di pesisir Cirebon

IBU
Silsilah tidak penting lagi. Sejarah diabaikan. Lalu maunya apa?

BIGAYAH
Sebaiknya mbok yang istirahat. Kembali masuk ke kubur, mbok. Jangan nakut-nakuti orang yang masih hidup

IBU
Kamu siapa berani-berani nimbrung?

BIGAYAH
Nama saya Bigayah. Pekerjaan pelacur dan sekarang jadi kepala germo. Saya istri Waska lahir batin

IBU
Terlalu beringasan kamu sebagai perempuan

BIGAYAH
Karena saya darah Waska

SEMAR
Waduh! Waduh! Waduh! Sandiwara ini mbok yang teratur. Yang punya disiplin. Sudah sejak tadi dibina suasana dramatiknya sedemikian rupa untuk adegan pidato perpisahan Waska, kalian kok seenaknya merusak. Kalian itu nyeleweng dari irama namanya. Kesenian macam apa yang sedang kalian tunjukan? Itu namanya seni awur-awuran! Dikiranya alam itu awur-awuran? Alam itu tertib sekalipun tidak kaku!

NABI
Jangan emosi Semar. Makin tua kok malah makin emosi

SEMAR
Kesel eh! Susah-susah membangun klimaks, kok dibuyarkan seenaknya

NABI
Sabar, sabar

BIGAYAH
Maaf, Semar

IBU
Saya juga minta maaf, wong saya orang baru. Lagi waktu saya di Srimulat saya nyletuk begitu boleh kok. Nek kalau aturan di sini lain ya, maaf saja

SEMAR
Sudah, malah cerewet. Sekarang kita lanjutkan lagi. Coba musiknya yang genah. Mulai!

MUSIK. MEMEKAKAN. DAN SEMENTARA ITU MEREKA MEMENUHI BUKIT DI MANA WASKA SEDANG MENGUCAPKAN PIDATONYA

WASKA
Mata saya mata Musa yang mampu menatap sumber cahaya itu. Tapi seandainya di bukit itu saya juga tidak mendapatkan apa-apa, tidak mendapatkan istirah, saya akan terbang di atas selembar awam, mampir ke puncak Himalaya. Saya harap saja pertapa tua yang bernama Albert Tambayong itu akan sudi membantu saya

RANGGONG
Saya sangsi, Waska

BOROK
Monyet tua itu menjengkelkan

WASKA
Kalau memang begitu, nanti saya akan terbang ke angkasa luar. Akan saya jelajahi galaksi demi galaksi, sepi demi sepi. Dalam kehampaan dan keheningan itu, saya kira saya akan bisa menemui nabi-nabi itu diantara benda-benda yang gentayangan. Ciptaan teknologi paling mutakhir. Saya akan rela melayang-layang kalau memang saya juga adalah benda-benda semacam itu

BIGAYAH
Benda apa sih Semar? Kok serem kedengarannya?

SEMAR
Benda ya benda. Titik

BIGAYAH
Kok serem Semar?

SEMAR
Kok baru tahu? Hidup memang serem kok. Pokoknya di angkasa luar nanti saya akan memainkan adegan serem diselingi adegan-adegan ala Flash Gordon

IBU
Flash Gordon itu siapa to, Gayah?

BIGAYAH
Ndak tahu ya. Kedengarannya sih kayak nama presiden Amerika

JONATHAN
Waska, boleh saya berpendapat?

WASKA
Tidak boleh kecuali kalau kamu juga punya keberanian sama seperti saya

JONATHAN
Saya tidak tahu apakah saya berani tapi apa katamu?

WASKA
Gentayangan di luar angkasa

JONATHAN
Saya kira saya berani

WASKA
Nah, kalau begitu adegan sandiwara ini pada babak berikutnya akan menjadi seru karena saya masih punya banyak sisa kata-kata

JONATHAN
Kamu sendiri tahu stock kata-kata saya jauh lebih banyak dan kata-kata sangat jinak di bibir saya

WASKA
Kalau kata-kata berpihak pada kamu, yang lain pasti akan berpihak kepada saya

JONATHAN
Kita lihat nanti

WASKA
Ya. Sekarang kandangi dulu kata-katamu. Saya sedang pidato

LALU JONATHAN MEMAINKAN BIOLANYA SYAHDU SEKALI

WASKA
Anak-anakku

SEMUA
Ya, bapa

WASKA
Agama saya macem-macem, maka segala macem doa saya harap ikut mengiringi pengembaraan ini

SEMUA
Ya, bapa

BIGAYAH
Bagaikan angin, doa saya tidak akan pernah putus, Waska

IBU
Asap dupa dan harum bunga setaman yang saya rangkai akan memenuhi sidratul muntaha

SANDEK
Saya nggak bisa berdoa. Lelaki tua yang belingsatan itu tidak pernah mengajar saya apa-apa

ONI
Tapi  ibumu, Sandek. Ia mengajar kamu segala macem

SANDEK
O iya. Lupa, bu

IBU SANDEK
Sandek

SANDEK
Sekarang saya ingat. Saya akan berdoa. Saya akan selalu berdoa

ONI
Kamu mulai sombong seperti ayahmu

IBU SANDEK
Berikan diam-diam nasi kuning ini kepada bapakmu dan katakan saya akan membesarkan kamu

SANDEK
Ibu, mulai besok saya akan bekerja di pabrik gelas

IBU SANDEK
Seharusnya kamu di laut, anakkku. Karena kamu anak laut

SANDEK
Jangan sebut laut lagi, bu. Saya takut saya tidak bisa menahan amarah saya. Badan saya masih terlalu lunak untuk amarah saya yang terlalu keras

IBU SANDEK
Baik, anakku, baik. Jangan lupa bahwa ayahmu seorang lelaki tulen

LALU SEMUA ORANG BERTEPUK TANGAN, WASKA, BOROK DAN RANGGONG MENDAKI PUNCAK ITU SAMBIL SESEKALI MELAMBAIKAN TANGAN. BIGAYAH MENANGIS HEBAT  SEKALI, MENYINGKIR DARI GEROMBOLAN. JUGA IBU SANDEK, SANDEK DAN ONI MELANGKAH KE DEPAN DEKAT PENONTON. MEREKA TEGAK BERDIRI BAGAIKAN DUA BUAH TIANG BENDERA.

NYANYIAN SATU
Awan akan jadi kawan
Sepanjang perjalanan
Tuhan di seberang
Mananti kalian
Terbanglah o ruh
Terbanglah o ruh
Dst.


KEMUDIAN HENING SEJENAK

0 komentar

Posting Komentar