Minggu, 18 Desember 2016

Naskah Drama Ozone Bagian 6

OS BOROK
Modar!

OS RANGGONG
Tidak ada siapa-siapa?

OS WASKA
Juga tidak ada tanda apa-apa sama sekali.
(Muncul Borok, Ranggong dan Waska. Jelas sekarang betapa mereka keadaannya. Paling tidak sekarang mereka lebih nyata, rambut mereka yang panjang terjuntai dan jambang serta kumis mereka. Menyaksikan puing dan padang serta lereng yang kerontang itu mereka bertiga hanya ternganga saja. beberapa saat sama sekali mereka terbisu. Dan sesekali nongol kepala Wanara dari tempatnya bersembunyi. Ia kuatir sekali akan tertangkap, karenanya ia cari-cari kesempatan untuk sama sekali lari dari sana. Tapi belum ada kesempatan itu)

BOROK
Modar!

RANGGONG
New York hancur seperti juga London dan Paris. Moskow dan new Delhi sama sekali tidak ada bekasnya.

BOROK
Modar! Mayat di mana-mana!

RANGGONG
Kuburan di mana-mana. Tanpa tanda.

BOROK
Jangan-jangan kiamat sudah berlangsung tanpa kita tahu. Entah sedang dimana kedudukan pesawat kita ketika semua kehancuran bumi itu terjadi.

RANGGONG
Apa yang kau pikirkan Waska?

WASKA
Saya sedang memikirkan pikiran sendiri

BOROK
Modar! Tak ada komunikasi. Tak ada gelombang radio. Tak ada sinyal, tak ada riak,. Modar!

RANGGONG
Tapi kita sempat menangkap percakapan yang tidak jelas dalam pesawat sebelum kita mendarat. Kesan saya percakapan itu berasal dari pesawat-pesawat tempu

(Waska jongkok dan menjumput rumput kering)

WASKA
Semua musnah. Bukan saja bumi dan manusia musnah. Bukan saja kebudayaan dan peradaban. Tapi saya takut hidup justru sedang punah.

BOROK
Saya pernah memimpikan meledakkan bumi ini. Tapi kalau ternyata akan seperti ini kehancurannya saya menyesal pernah memimpikan itu.

RANGGONG
Untuk pertama kali saya tiba-tiba rindu kepada ayah-ibu saya. Kasihan sekali mereka. Saya selalu membuat mereka susah ketika masih bocah.

WASKA
Sekarang yang tinggal hanya hening.
(Sejak beberapa saat tadi langit yang menyilaukan diam-diam berubah warna. Dan kini sekitar seperti sedang dibakar oleh warna kemerahan yang khas senja. Senja? Tak jelas benar)

BOROK
Modar! Persetan dengan semua itu! kita kembali kesini bukan untuk piknik. Kita mencari mati. Apa yang harus kita lakukan sekarang setelah tidak kita temukan petapa tua itu?

RANGGONG
Kita pasti akan menemukan gubugnya, kalau kita sudah sampai di danau cermin itu. tapi danau keheningan itu sudah lenyap entah menjelma apa.

BOROK
Jadi kemana lagi kita akan cari monyet tua itu?

WASKA
Kita tunggu

BOROK
Kita tunggu? Modar!

WASKA
Ranggong bilang, Wiku dan istrinya tinggal tidak jauh dari sebuah danau yang sangat hening.

RANGGONG
Tapi danau itu sudah lenyap.

WASKA
Tapi keheningannya justru masih tinggal dan kini sekitar sini hanyalah keheningan. Siapa tahu di sini dahulu danau itu berada. Jadi siapa tahu juga saat ini mereka ada di sekitar sini.

RANGGONG
Jadi kita tunggu di sini?

WASKA
Selama hidup kita tidak pernah menunggu. Kita selalu mengejar dan merebut. Ada baiknya sekarang kita belajar menunggu.

BOROK
Modar! Hari juga hampir malam.



RANGGONG
Dulu kala saat seperti ini namanya senja. Sekarang kita tidak tahu apakah sekarang senja apakah fajar.

WASKA
Dulu sebelum dulu waktu tidak punya nama. Semua tidak punya nama.
(Kemudian Waska mengambil tempat yang enak untuk dia baring)

WASKA
Kalau lapar, kalian boleh makan dulu.
(Ranggong menyalakan rokok, sementara Borok berjalan ke arah suatu tempat yang agak tinggi. Dan Wanara mencoba nongol tapi betul-betul ia terkepung. Akhirnya dia Cuma lohok-lohok. Dan segera ia sembunyi lagi ketika Borok berpaling)

BOROK
Kalau ternyata dia tidak datang juga?
(Waska sudah terlelap tidur. Mendengkur)

BOROK
Ranggong, bagaimana kalau ternyata dia atau istrinya sama sekali tidak nongol? Kalau sama sekali kita tidak temukan dia?

RANGGONG
Pokoknya kita masih punya harapan.

BOROK
Apa?

RANGGONG
pikiran

BOROK
Modar!

RANGGONG
Sekali-sekali ada baiknya kamu berpikir.

BOROK
Saya tidak pernah mau berpikir.

RANGGONG
Karena itu, berpikirlah sekarang. Pasti pikiranmu cemerlang. Otak yang jarang dipakai siapa tahu dapat menghasilkan pikiran-pikiran brilyan.

BOROK
Modar!
(Langit bertambah terbakar tapi kelam sudah membayang)

RANGGONG
Perasaan, dulu dingin sekali sekitar sini

BOROK
Namanya Himalaya, tentu saja dingin. Dulu lebih daripada dingin. Kita hampir mati beku ketika menemui orang pintar itu.

RANGGONG
Tapi sekarang gerahnya bukan main. Bahkan lebih panas dari padang pasir Afrika.

BOROK
Diam.

RANGGONG
Kenapa?

BOROK
Saya mulai berpikir

RANGGONG
Bagus.

BOROK
Ternyata enak juga berpikir. tahu enak begini dulu saya pakai ini otak. Dan kalau saya sempat pakai otak, pasti kita tidak terperangkap hidup seperti ini.

RANGGONG
Ya, dulu Cuma waska yang berpikir. kita malas berpikir. jadinya Celaka kita. Sok raja dia. Sok dewa dia.

BOROK
Tapi Waska memang hebat.

RANGGONG
Akan lebih hebat kalau kita bertiga sama-sama pakai otak. Dulu ketika dia menolak mati dan memaksa kita mencari obat penangkal mati tidak seorang pun juga diantara kita yang menguji pikiran dan rencananya. Padahal kalau kita pakai otak kita belum tentu kita terima rencananya untuk hidup abadi.

BOROK
Terlalu emosional sih dulu kita.

RANGGONG
Karena itu, mulai sekarang pakailah otakmu, mubajir kalau dibiarkan. Selain itu mulai sekarang kita akan kritis kepada apa saja yang direncanakannya. Biar dia bos, belum tentu otaknya sempurna. Dulu juga kita hormati dia terutama karena fisiknya kuat dan cerdik dalam siasat silat.

BOROK
Diam lagi!


RANGGONG
Kenapa lagi?

BOROK
Pikiran saya mulai menghasilkan. Seru juga. Ini betul-betul hasil produksi perdana yang perlu dirayakan.

RANGGONG
Jangan banyak kecap dulu. Coba jelaskan produknya.

BOROK (Mengeja sepertinya)
Bagaimana sekiranya atau kalau ternyata Wiku dan istrinya sudah lama mati?

RANGGONG
Ini betul-betul pikiran brilyan yang mengerikan. Untuk menjawab pertanyaan itu terpaksa kita harus membangunkan Waska.

BOROK
Lho, kok pakai membangunkan Waska. Pakai otak kamu dulu dong.

RANGGONG
Tidak perlu. Pikiran kamu menakutkan.
(Buru-buru Ranggong membangunkan Waska yang sedang nikmat tidur)

RANGGONG
Waska. Waska.
(Tapi Waska belum mau bangun juga. Ia malah ganti posisi tidur)

RANGGONG
Waska. Waska.

BOROK
Jangan-jangan ia sudah mati. Kalau dia mati duluan saya gecek kepalanya. Tidak solider namanya. Ayo terus bangunkan.

RANGGONG
Waska. Bangun. Waska. Gawat. Gawat.
(Akhirnya Waska bangun juga. Nikmat sekali dia. Segar sekali dia)

WASKA
Nikmat sekali.

BOROK
Pasti habis mimpi. Egois!

WASKA
Saya habis mimpi, indah sekali.

RANGGONG
Mimpi apa, Waska?

WASKA
Mimpi mati.

BOROK
Betulkan? Dia egois. Mimpi mati sendirian.

WASKA
Tidak sendirian. Saya mimpi mati bersama kalian juga.

BOROK
Itu baru namanya sosialisme.

RANGGONG
Ceritakan segera, Waska.  Pasti semuanya indah dan nikmat sekali.

WASKA
Darimana saya sebaiknya mulai?

BOROK
Yang penting, bagian-bagian nikmat dari kematian.

WASKA
Dari awal sampai akhir hanya kenikmatan.

RANGGONG
Kalau begitu ceritakan dari awal sekali. Ceritakan bagaimana mula-mula kamu tahu akan mati.

BOROK
Jangan lupa kamu ceritakan bagaimana rasanya ruh kamu dicabut. Apa seperti gigi dicabut atau dihentak atau pelan!?
(Waska ketawa geli sendiri)

BOROK
Individualis. Ketawa sendiri.

WASKA
Tiba-tiba saya ingat bagian yang lucu.

RANGGONG
Sudahlah. Jangan bikin penasaran. Ceritakan saja segera selengkapnya.

WASKA
Kalau tahu mati itu nikmatnya sama dengan senggama dulu, belum tentu saya menolak ajal. Sialan.

RANGGONG
Komentar sudah terlalu panjang, Waska. Tapi faktanya mana?

WASKA
Saya akan ceritakan. Duduklah dulu kalian.
(Kedua temannya segera duduk dekat Waska, seperti murid sekolah yang akan mendengar gurunya bercerita)

WASKA
Saya terbaring tidur di ranjang berkelambu. Begitu saya merasa. Bayangkan dulu itu.
(Sebentar Waska diam)

WASKA
Sudah?

BOROK
Apanya?

WASKA
Membayangkan tidur dalam kelambu merah jambu.

RANGGONG
Tadi kelambunya kayaknya tidak pakai warna.

WASKA
Ya, bayangkan sekarang kelambunya warna merah.
(dengan mengambil napas panjang, kedua temannya mencoba membayangkan)

BOROK
Warna apa tadi?

RANGGONG
Aduh, bikin rusak konsentrasi saja. merah jambu!

BOROK
Lupa. Merah jambu. Yak! Saya siap sekarang. Merah jambu.

WASKA
Lalu saya mendengar suara seruling.

BOROK
Lagunya apa.

RANGGONG
Sudah. Yang penting seruling.

BOROK
Ok. Seruling.

WASKA
Lalu kelambu yang gemulai itu tersingkap dengan sendirinya. Kayak otomatis gitu. Dan muncul wajah yang selalu saya rindukan, Gayah. Gayahku.

BOROK
Ngawur ah. Biasanya kan yang suka mencabut nyawa malaikat!?

RANGGONG
Yang mimpi siapa sih? Kan Waska!? Diam dong!

BOROK
Tapi mana mungkin kekasih pencabut nyawa. Kepercayaan agama mana itu?

WASKA
Mau aku teruskan nggak?

BOROK
Sorry.

RANGGONG
Maafkan dia, Waska. Otaknya memang suka dol.

WASKA
Dalam pakaian merah jambu, Gayah yang cantik semampai…

BOROK
Susah membayangkan Gayah semampai. Kan dia gembrot.

RANGGONG
Borok. Sekali lagi kau buka mulut. Saya colok mata kamu!

WASKA
Gayah lalu berbaring di samping saya yang siap memluk dia. Segera udara mengandung aroma bunga mawar. Harumnya, dan saya pun segera mabuk oleh bau semerbak bunga itu. saya hisap habis. Saya dekap Gayah. Wajah saya segera bersembunyi di bawah dagunya yang bagai pauh dilayang. Lehernya yang jenjang semakinlama semakin memproduksi wewangian. Saya hisap dalam-dalam.

BOROK
Ini mimpi mati apa mimpi porno?

RANGGONG
Ilustrasi kamu berlebihan dan kurang relevan dengan persoalan pokok kita, Waska. Kok mati rasanya kayak orgasm.

WASKA
Memang. Kerinduan saya akan mati sama dengan kerinduan saya pada Gayah.

BOROK
Intronya panjang amat. Bagian nyawa dicabut masih jauh?

WASKA
Masih. Sebelum nyawa dicabut, saya masih sempat disuguhi wedang bajigur oleh Gayah.

BOROK
Kalau begitu, tidak perlu diteruskan. Jangan-jangan dengan lukisan mimpi kami kita malah tidak jadi ingin mati.

RANGGONG
Sekarang jawab saya pertanyaan ini

BOROK
Pertanyaan ini gawat.

RANGGONG
Bagaimana kalau ternyata Wiku dan istrinya sudah mati?
(Bangkit Waska. Tubuhnya meregang. Matanya melotot, sehingga kedua anak buahnya segera mengerutkan dahi)

RANGGONG
Kepada siapa kita boleh berharap akan mati?

BOROK
Bahkan jika tikus pakai mati, kok kita nggak.

RANGGONG
Semua orang sudah mati

BOROK
Jangan-jangan kita bukan orang. Saya jadi curiga, kita batu ngkali.

RANGGONG
Apa tidak sebaiknya kita terbang lagi menuju matahari?

WASKA (Marah)
Kita akan melakukan apa saja untuk menjadi tiada!

RANGGONG
Kalau perlu kita ikut perang bersama pesawat-pesawat yang gelombang radionya kita tangkap itu. tidak peduli berpihak kepada siap. Pokoknya pesawat kita hancur dan kita bertiga koit. Kita bertiga mati! (berbalik)

BOROK
Susah amat untuk mati. Dulu perasaan gampang. Ternyata tidak. Pasti ada yang sedang memermainkan kita.

(berkata begitu, Borok sambil menangis seperti anak kecil. Tentu saja Waska  jadi marah sekali)

0 komentar

Posting Komentar