WASKA
Cuah!
(Kaget
Wanara yang sembunyi sampai terpental. Ketahuan ia oleh orang-orang itu. dan
orang-orang itu juga kemudian kaget sebentar melihat mahluk yang tidak jelas
itu)
WASKA
Heh, siapa kamu?
BOROK
Modar!
RANGGONG
Tangkap. Siapa tahu dia tahu di mana
orang-orang itu.
WASKA
Heh, kamu siapa?
(Wanara
Cuma celingak-celinguk mencari kesempatan lari)
RANGGONG
Mungkin pertanyaanya salah. Heh kamu
apa?
(Wanara
tetap tidak menjawab)
BOROK
Ini pasti soal bahasa. Cobakan bahasa
lain. Jawa, Sunda atau Batak.
WASKA
Panjengan niki sinten?
(Wanara
tetap tidak menjawab. Kelihatan makin gelisah)
BOROK (dalam bahasa sunda)
RANGGONG (dalam bahasa Padang)
BOROK (dalam bahasa Batak)
RANGGONG (dalam bahasa Ambon)
WASKA (dalam bahasa Madura)
kemudian mereka bertiga mendiskusikan soal bahasa dan memilih
rumpun bahasa mana yang mungkin bisa dicobakan untuk berkomunikasi dengan
mahluk setengah telanjang itu. saat itulah yang diambil Wanara untuk melarikan
diri meninggalkan pentas. Segera Borok mengumpat sementara Ranggong mengejarnya)
BOROK
Modar! (ikut mengejar)
WASKA
Jangan
biarkan lepas. Siapa tahu dia yang membawa nasib kita.
(sebentar
Waska Cuma melihat saja bagaimana kawan-kawannya mngejar mahluk itu)
WASKA
Bukan main licinnya. Seperti
kebenaran.
(Lalu
Waska meninggalkan pentas, sementara warna merah di langit seperti mata yang
sakit dan warna kelam semakin mengepung sekitar. Tidak lama kemudian kedengaran
bunyi tembakan yang selanjutnya gemanya dipantulkan kemana-mana. Di tengah gema
itu kedengaran beberapa ekor anjing pemburu bersama derap beberapa ekor kuda.
Lagi bunyi tembakan)
OS WIKU
Biadab! Biadab!
OS NINI
Wiku! Wiku, sayang.
(Berang
sangat Wiku tua itu muncul di sana diikuti Nini yang mengejarnya dari belakang)
WIKU (berteriak ke sekitar)
Hentikan! Biadab! Hentikan pembunuhan
itu!
NINI
Jangan terlalu keras berteriak, nanti
tenggorokanmu sakit lagi.
WIKU
Naluri membunuh itu yang harus
dibunuh. Betul-betul melekat erat kebiadaban sepanjang sejarah kita. Dan di
tengah kehancuran seperti ini, di tengah puing kebudayaan serta peradaban ini,
di tengah bangkai-mayat manusia yang hangus akibat peperangan yang
habis-habisan ini, di tengah kepunahan ini semua., di tengah pencaharian
harapan ini, orang-orang biadab masih juga asyik memburu. Dengan segala
atribut, pakaian kebesaran dan senapannya mereka berpesta pora meluapkan nafsu
kebiadaban dan kebinatangan.
(berteriak
lagi)
Mampus kalian oleh senjata kalian
sendiri! Biadab!
NINI
Sayang. Kuasai dirimu, sayang. Tugas
kita masih banyak sekali yang memerlukan tenaga.
WIKU
Justru karena tugas kita yang sekarang
kita harus lebih lantang menyerukan mereka supaya melepaskan naluri
kebinatangan mereka.
(Lagi
bunyi tembakan dengan gemanya. Walau kali ini agak jauh)
WIKU (semakin histeris)
Berhenti! Berhenti! Binatang semua!
Hentikan itu! hentikan kepongahan itu! hentikan kebodohan itu!
(Nini
tidak tahu lagi mesti berbuat apa ketika suaminya makin histeris. Baru ketika
Wiku menutup kedua telinganya ia mendekapnya erat-erat)
WIKU (sambil menutup telinganya)
Hentikan! Hentikan! Setan! Hentikan!
NINI
Sayang, kasihani jantungmu. Kasihani
napasmu.
WIKU
Saya paling benci bunyi itu. saya
paling tersiksa oleh bunyi itu.
NINI
Tapi bunyi itu sama sekali tidak ada.
WIKU
Saya mendengarnya.
NINI
Tidak ada. Tidak ada, sayang.
Percayalah.
WIKU
Tapi saya selalu mendengar bunyi yang
berisi terror dan horror itu.
NINI
Itu semua hayalan kamu. Kasihan betul
kamu. Sebenarnya kamu hanya karena merasa ikut bersalah lalu dikejar-kejar oleh
bunyi yang tidak ada itu.
OS BOROK
Kalian menembak?
(tentu
saja terkejut pasangan petapa tua itu (yang bagaikan zombie-zombi) mendengar
suara itu. muncul Borok)
BOROK
Kalian yang menembak tadi?
(belum
lagi pertanyaan sempat dijawab, muncul Ranggong yang terengah-engah)
RANGGONG
Merka yang menembak tadi?
BOROK
Mereka tidak mau bilang.
RANGGONG
Coba kita Tanya baik-baik
BOROK
Jangan-jangan masalah bahasa lagi.
Modar!
(Sekonyong
menyergap bunyi gemuruh pesawat pmbom lama (B29))
BOROK
Modar!
WIKU
Biadab!
(Lalu
kini pesawat penyergap jet sejenif F-16. Lalu pesawat-pesawat lain yang lebih
canggih)
WIKU
Mereka tidak mau juga menghentikan
kebiadaban itu! betul-betul binatang mereka!
(Borok
dan Ranggong saling berpandangan)
NINI
Tidak cukup kemampuan kita, sayang. Tidak
cukup.
WIKU
Tidak! Kita harus berhasil. Kali ini
harus berhasil setelah kegagalan yang memalukan ini.
NINI
Sayang.
(lalu
gemuruh pertempuran yang menggunakan senjata-senjata konvensional)
BOROK
Modar! Saya mulai gila barangkali.
RANGGONG
Jangan. Jangan gila. Pakai lagi
otakmu. Lumayan.
(Sementara
Wiku menutup kedua telinganya lagi dan istrinya mencoba menenangkannya sambil
mendekapnya erat-erat. Aneh. Di tengah gemuruh pertempuran itu kadang
kedengaran bunyi terompet tanduk)
BOROK
Bisingnya bukan main! Modar!
RANGGONG
Semua zaman berbunyi bersama!
(bunyi
gemuruh tadi fade out lalu fade in bunyi pesawat-pesawat dan senjata-senjata
yang paling canggih. Semuanya kebisingan sekarang. Semuanya menutup telinga
masing-masing. lama mereka menutup telinga sampai setelah bunyi itu hilang.
Sama sekali)
WIKU
Saya berusaha melupakannya.
NINI
Lupakan! Lupakan. Buang jauh-jauh
kenangan buruk itu.
WIKU
Tidak ada yang bisa dibuang! Semuanya
disimpan oleh alam. Semua zaman yang kita alami berserakan sekeliling jagat
seperti sampah yang membusuk dari waktu ke waktu.
NINI
Seperti sampah lainnya, kamu bisa
jadikan sampah-sampah itu rabuk yang akan menyuburkan hidup.
WIKU
Saya berusaha dan selalu berusaha
melupakan semua itu, tapi dosa ini selalu memainkan lagi semuanya. Terkutuk
saya!
NINI
Sayang. Jangan mulai begitu lagi.
Bukan kamu yang bersalah.
WIKU
Bukan saya, tapi setidaknya saya ikut
dalam menciptakan malapetaka itu.
NINI
Sudahlah.
(lalu
lewat dua ekor burung Kondor dari arah yang berlawanan dengan suara yang serak.
Dan malam betul-betul kelam)
WIKU
Berapa mayat lagi yang belum kita
kuburkan?
NINI
Jangan hitung. Yang pasti sebagian
besar yang masih sisa orang-orang kulit putih. Juga masih ada sebagian mayat
orang-orang Asia yang tidak jelas kebangsaannya.
BOROK
Modar! Mayat. Indah sekali.
RANGGONG
Betapa bahagia mereka.
(Sadar
Wiku)
WIKU
He, siapa kalian?
NINI
Ya, siapa kalian?
BOROK
Modar! Kalian sendiri siapa?
RANGGONG
Ya, kalian siapa?
OS WASKA (meludah)
Cuah!
(Nampak
kecapekan ketika Waska muncul. Napasnya turun naik)
WASKA
Cuah! Lebih dari belut. Selalu luput.
Persis kebenaran. Dan ketika malam turun gelap segera menyembunyikan mahluk
aneh yang penuh rahasia itu. cuah!
(Ranggong
dan Borok mendengarkan, sementara Wiku mengamati curiga. Adapun Nini kelihatan
cemas sekali)
WASKA
Kadang ia lari dengan lincahnya
seperti seekor kijang. Dan saya berusaha terus menerus mengejarnya seperti
laksamana. Dan sebelum gaib ia seperti menjelma kencana yang bercahaya. Lalu
turun malam menutup pandangan. Cuah!
WIKU
Hati-hati Ni, dia lelaki yang
kelebihan sperma.
(semua
ketawa)
WIKU
Oya. Kalau begitu monyet-monyet ini
pasti
BOROK
Borok
WIKU
Dan
RANGGONG
Ranggong
BOROK
Modar!
RANGGONG
Harapan!
BOROK
Terimalah sungkem saya mbah
RANGGONG
Saya juga, eyang.
WIKU
Ya, saya terima. Perhitungan yang lain
belakangan. Dengan Waska saya juga ada perhitungan. Tapi sebelum berantem,
sebaiknya kita ramah tamah dulu. Bagaimana pun kita masih manusia. Kalian masih
manusia, kan?
BOROK
Modar!
RANGGONG
Masih, kek.
WIKU
Syukur kalian masih merasa.
Mudah-mudahan bukan ujud kalian saja yang manusia. Jangan-jangn kalian siluman
seperti umumnya orang.
RANGGONG
Tampang kami memang tampang petinju,
mbah.
BOROK
Tapi jiwa kami ustadz.
RANGGONG
Banyak yang sebaliknya, mbah.
(ketawa
mereka)
NINI
Ketawanya jangan kepanjangan, nanti
bisa kejang. Kalau rahang yang kejang masih tidak apa, tapi kalau mental yang
kejang bisa fatal.
(ketawa
lagi mereka)
BOROK (ketawa)
Sampai pengin kencing.
(ngeloyor
pergi Borok sementara yang lain-lain semakin ramai ketawa)
WIKU
Kalau Waska selalu kejang, tapi
anunya. Makanya hidupnya selalu belepotan! (ketawa)
WASKA
Kalau Wiku semuanya kejang kecuali
otaknya. Jadinya kayak robot (ketawa)
WIKU
Kalau Waska ketawa ada maunya (ketawa)
WASKA
Kalau Wiku ketawa sebenarnya sedang
sedih. (ketawa)
(Sejak
itu semua ketawa tak habis-habis)
RANGGONG
Aduh. Saya juga pengin kencing.
(Ketawa lagi mereka, sementara
Ranggong lari. Dan ketawa mereka habis-habisan sampai mereka kehabisan tenaga.
Beberapa saat, mereka tak saling bicara. Dan diam-diam, masing-masing mulai
menghadirkan dirinya yang asli. Wiku mulai merasakan amarahnya menjalari
pembuluh darahnya menghadapi Waska yang baginya salah seorang yang tlah secara
langsung menyebabkan kehancuran yang sedang berlangsung. Sebaliknya, Waska
beranggapan Wikulah biang sema kehancuran ini karena eksperimen-eksperimennya
dalam bidang ilmu murni)
WIKU
Apa yang kita ketawakan baru saja?
(tanyanya
dengan suara rendah. Nini mulai cemas)
WASKA
Diri kita sendiri.
WIKU
Ya. Di seberang ketawa panjang tadi
adalah kehampaan dan keputus asaan sementara di sebaliknya adalah kebodohan.
Manusia-manusia macam apa yang tega ketawa begitu rupa di tengah kehancuran
mereka sendiri? manusia-manusia yang sedang putus asa. Manusia-manusia yang
bodoh. Hanya ada dua cara yang dimiliki manusia macam ini, yaitu ketawa dan
meratap. Pun. Habis. Itu saja. yang lain tidak punya. Tidak ada analisa.
Apalagi nuansa. Itulah kamu!
WASKA
Sudah lama saya tidak pernah ketawa
lagi.
WIKU
Kasus kamu memang spesifik. Kamu
jarang ketawa karena jiwa kamu kejang, kram. Betul mulut kamu tidak ketawa,
tapi otak kamu terus terbahak-bahak dan apa hasilnya? Inilah. Inilah.
(katanya
sambil menunjuk sekitar yang kerontang hangus itu)
WIKU
Lihat Waska. Saksikan sendiri. amati
baik-baik semua ini. Saya yakin kamu sudah mengetahui semua ini.
WASKA
Saya sudah melihat bumi yang bagai
kudisan ini di layar monitor pesawat saya, jauh sebelum mendarat.
WIKU
Ya, pasti. Dan kamu masih asyik dengan
diri sendiri sekarang. Kamu tidak peduli sama sekali akan akibat yang telah
kamu perbuat. Kamu tidak peduli bumi ini keropos. Yang kamu pedulikan hanyalah
harga diri kamu sendiri. yang kamu cari hanyalah kepuasan diri kamu sendiri.
kamu perlakukan semuanya hanya sebagai barang mainan. Kamu terus menciptakan
mainan demi mainan. Dan sekarang setelah mainan kamu yang bernama bumi hancur
lalu kamu berkelana mencari mainan baru. Betul-betul idiot kamu!
WASKA
Cuah!
WIKU
Cuah!
NINI
Wiku, sebaiknya kita kembali ke pondok
kita untuk makan dulu. Setelah itu boleh kalian lanjutkan diskusi.
WASKA
Cuah!
WIKU
Ludah kamu memang terlalu banyak
karena seluruh dirimu berlumur liur. Padahal sebenarnya yang patut kamu ludahi
adalah wajah kamu sendiri.
NINI
Wiku.
WASKA
Saya diserang!
WIKU
Begitu selalu kamu. Diserang!
Diserang! Hidup bagi kamu hanya perang. Alam dan orang lain kamu anggap musuh.
Tentu saja kamu hidup kayak cacing kepanasan.
WASKA
Cuah! Rupanya kamu sedang marah!? Dan
bukan hanya marah, tapi hysteria!
WIKU
Bukan marah, Berang!
WASKA
Dan kamu sedang menuduh saya.
WIKU
Bukan menuduh. Menuntut!
WASKA
Bukan menuntut. Melawan!
WIKU
Ya, saya sedang melawan dan menantang
kamu, Jenderal! Belum pernah selama hidup saya berpikir tentang membunuh,
kecuali saat ini.
WASKA
Selama hidup saya selalu diliputi rasa
dendam, tapi belum pernah saya berdendam seperti sekarang ini. Saya sengaja datang
untuk membekuk dan mengadili kamu, empu! Kamu tidak akan bisa mengelak dari
tanggung jawab kamu atas eksperimen-eksperimen kamu! Jangan pengecut!
WIKU
Kamu yang sebenarnya pengecut! Kamu
yang sebetulnya mau cuci tangan melepas tanggung jawab! Kamu kira kamu bisa
membersihkan sejarah kamu yang kotor berlumur darah itu? pencuri! Perampok!
Pembunuh!
WASKA
Saya memang pembunuh tapi kamu
otaknya!
WIKU
Tidak benar itu! fitnah! Otak saya
tidak pernah berpikir tentang pembunuhan. Otak saya hanya berbakti pada ilmu
karena semata hanya ingin tahu, ingin menyibak tabir rahasia Tuhan. Otak saya
selalu saya karyakan untuk kemajuan manusia. Tapi sebaliknya, otak kamu hanya
mengabdi kepada dendam dan pengrusakan dibalik dalih keamanan dan
kesejahteraan!
(Waska
pun meraung. Kilat menyambar! Dan petir!)
0 komentar
Posting Komentar