Minggu, 18 Desember 2016

Naskah Drama Ozone Bagian 7

WASKA
Cuah!
(Kaget Wanara yang sembunyi sampai terpental. Ketahuan ia oleh orang-orang itu. dan orang-orang itu juga kemudian kaget sebentar melihat mahluk yang tidak jelas itu)


WASKA
Heh, siapa kamu?

BOROK
Modar!

RANGGONG
Tangkap. Siapa tahu dia tahu di mana orang-orang itu.

WASKA
Heh, kamu siapa?
(Wanara Cuma celingak-celinguk mencari kesempatan lari)

RANGGONG
Mungkin pertanyaanya salah. Heh kamu apa?
(Wanara tetap tidak menjawab)

BOROK
Ini pasti soal bahasa. Cobakan bahasa lain. Jawa, Sunda atau Batak.

WASKA
Panjengan niki sinten?
(Wanara tetap tidak menjawab. Kelihatan makin gelisah)

BOROK (dalam bahasa sunda)

RANGGONG (dalam bahasa Padang)

BOROK (dalam bahasa Batak)

RANGGONG (dalam bahasa Ambon)

WASKA (dalam bahasa Madura)
kemudian mereka bertiga mendiskusikan soal bahasa dan memilih rumpun bahasa mana yang mungkin bisa dicobakan untuk berkomunikasi dengan mahluk setengah telanjang itu. saat itulah yang diambil Wanara untuk melarikan diri meninggalkan pentas. Segera Borok mengumpat sementara Ranggong mengejarnya)

BOROK
Modar! (ikut mengejar)

WASKA
Jangan  biarkan lepas. Siapa tahu dia yang membawa nasib kita.
(sebentar Waska Cuma melihat saja bagaimana kawan-kawannya mngejar mahluk itu)

WASKA
Bukan main licinnya. Seperti kebenaran.
(Lalu Waska meninggalkan pentas, sementara warna merah di langit seperti mata yang sakit dan warna kelam semakin mengepung sekitar. Tidak lama kemudian kedengaran bunyi tembakan yang selanjutnya gemanya dipantulkan kemana-mana. Di tengah gema itu kedengaran beberapa ekor anjing pemburu bersama derap beberapa ekor kuda. Lagi bunyi tembakan)

OS WIKU
Biadab! Biadab!

OS NINI
Wiku! Wiku, sayang.
(Berang sangat Wiku tua itu muncul di sana diikuti Nini yang mengejarnya dari belakang)

WIKU (berteriak ke sekitar)
Hentikan! Biadab! Hentikan pembunuhan itu!

NINI
Jangan terlalu keras berteriak, nanti tenggorokanmu sakit lagi.

WIKU
Naluri membunuh itu yang harus dibunuh. Betul-betul melekat erat kebiadaban sepanjang sejarah kita. Dan di tengah kehancuran seperti ini, di tengah puing kebudayaan serta peradaban ini, di tengah bangkai-mayat manusia yang hangus akibat peperangan yang habis-habisan ini, di tengah kepunahan ini semua., di tengah pencaharian harapan ini, orang-orang biadab masih juga asyik memburu. Dengan segala atribut, pakaian kebesaran dan senapannya mereka berpesta pora meluapkan nafsu kebiadaban dan kebinatangan.
(berteriak lagi)
Mampus kalian oleh senjata kalian sendiri! Biadab!

NINI
Sayang. Kuasai dirimu, sayang. Tugas kita masih banyak sekali yang memerlukan tenaga.

WIKU
Justru karena tugas kita yang sekarang kita harus lebih lantang menyerukan mereka supaya melepaskan naluri kebinatangan mereka.
(Lagi bunyi tembakan dengan gemanya. Walau kali ini agak jauh)

WIKU (semakin histeris)
Berhenti! Berhenti! Binatang semua! Hentikan itu! hentikan kepongahan itu! hentikan kebodohan itu!
(Nini tidak tahu lagi mesti berbuat apa ketika suaminya makin histeris. Baru ketika Wiku menutup kedua telinganya ia mendekapnya erat-erat)

WIKU (sambil menutup telinganya)
Hentikan! Hentikan! Setan! Hentikan!

NINI
Sayang, kasihani jantungmu. Kasihani napasmu.

WIKU
Saya paling benci bunyi itu. saya paling tersiksa oleh bunyi itu.


NINI
Tapi bunyi itu sama sekali tidak ada.

WIKU
Saya mendengarnya.

NINI
Tidak ada. Tidak ada, sayang. Percayalah.

WIKU
Tapi saya selalu mendengar bunyi yang berisi terror dan horror itu.

NINI
Itu semua hayalan kamu. Kasihan betul kamu. Sebenarnya kamu hanya karena merasa ikut bersalah lalu dikejar-kejar oleh bunyi yang tidak ada itu.

OS BOROK
Kalian menembak?
(tentu saja terkejut pasangan petapa tua itu (yang bagaikan zombie-zombi) mendengar suara itu. muncul Borok)

BOROK
Kalian yang menembak tadi?
(belum lagi pertanyaan sempat dijawab, muncul Ranggong yang terengah-engah)

RANGGONG
Merka yang menembak tadi?

BOROK
Mereka tidak mau bilang.

RANGGONG
Coba kita Tanya baik-baik

BOROK
Jangan-jangan masalah bahasa lagi. Modar!
(Sekonyong menyergap bunyi gemuruh pesawat pmbom lama (B29))

BOROK
Modar!

WIKU
Biadab!
(Lalu kini pesawat penyergap jet sejenif F-16. Lalu pesawat-pesawat lain yang lebih canggih)

WIKU
Mereka tidak mau juga menghentikan kebiadaban itu! betul-betul binatang mereka!
(Borok dan Ranggong saling berpandangan)

NINI
Tidak cukup kemampuan kita, sayang. Tidak cukup.

WIKU
Tidak! Kita harus berhasil. Kali ini harus berhasil setelah kegagalan yang memalukan ini.

NINI
Sayang.
(lalu gemuruh pertempuran yang menggunakan senjata-senjata konvensional)

BOROK
Modar! Saya mulai gila barangkali.

RANGGONG
Jangan. Jangan gila. Pakai lagi otakmu. Lumayan.
(Sementara Wiku menutup kedua telinganya lagi dan istrinya mencoba menenangkannya sambil mendekapnya erat-erat. Aneh. Di tengah gemuruh pertempuran itu kadang kedengaran bunyi terompet tanduk)

BOROK
Bisingnya bukan main! Modar!

RANGGONG
Semua zaman berbunyi bersama!
(bunyi gemuruh tadi fade out lalu fade in bunyi pesawat-pesawat dan senjata-senjata yang paling canggih. Semuanya kebisingan sekarang. Semuanya menutup telinga masing-masing. lama mereka menutup telinga sampai setelah bunyi itu hilang. Sama sekali)

WIKU
Saya berusaha melupakannya.

NINI
Lupakan! Lupakan. Buang jauh-jauh kenangan buruk itu.

WIKU
Tidak ada yang bisa dibuang! Semuanya disimpan oleh alam. Semua zaman yang kita alami berserakan sekeliling jagat seperti sampah yang membusuk dari waktu ke waktu.

NINI
Seperti sampah lainnya, kamu bisa jadikan sampah-sampah itu rabuk yang akan menyuburkan hidup.

WIKU
Saya berusaha dan selalu berusaha melupakan semua itu, tapi dosa ini selalu memainkan lagi semuanya. Terkutuk saya!

NINI
Sayang. Jangan mulai begitu lagi. Bukan kamu yang bersalah.

WIKU
Bukan saya, tapi setidaknya saya ikut dalam menciptakan malapetaka itu.

NINI
Sudahlah.
(lalu lewat dua ekor burung Kondor dari arah yang berlawanan dengan suara yang serak. Dan malam betul-betul kelam)

WIKU
Berapa mayat lagi yang belum kita kuburkan?

NINI
Jangan hitung. Yang pasti sebagian besar yang masih sisa orang-orang kulit putih. Juga masih ada sebagian mayat orang-orang Asia yang tidak jelas kebangsaannya.

BOROK
Modar! Mayat. Indah sekali.

RANGGONG
Betapa bahagia mereka.
(Sadar Wiku)

WIKU
He, siapa kalian?

NINI
Ya, siapa kalian?

BOROK
Modar! Kalian sendiri siapa?

RANGGONG
Ya, kalian siapa?

OS WASKA (meludah)
Cuah!

(Nampak kecapekan ketika Waska muncul. Napasnya turun naik)

WASKA
Cuah! Lebih dari belut. Selalu luput. Persis kebenaran. Dan ketika malam turun gelap segera menyembunyikan mahluk aneh yang penuh rahasia itu. cuah!
(Ranggong dan Borok mendengarkan, sementara Wiku mengamati curiga. Adapun Nini kelihatan cemas sekali)

WASKA
Kadang ia lari dengan lincahnya seperti seekor kijang. Dan saya berusaha terus menerus mengejarnya seperti laksamana. Dan sebelum gaib ia seperti menjelma kencana yang bercahaya. Lalu turun malam menutup pandangan. Cuah!


WIKU
Hati-hati Ni, dia lelaki yang kelebihan sperma.
(semua ketawa)

WIKU
Oya. Kalau begitu monyet-monyet ini pasti

BOROK
Borok

WIKU
Dan

RANGGONG
Ranggong

BOROK
Modar!

RANGGONG
Harapan!

BOROK
Terimalah sungkem saya mbah

RANGGONG
Saya juga, eyang.

WIKU
Ya, saya terima. Perhitungan yang lain belakangan. Dengan Waska saya juga ada perhitungan. Tapi sebelum berantem, sebaiknya kita ramah tamah dulu. Bagaimana pun kita masih manusia. Kalian masih manusia, kan?

BOROK
Modar!

RANGGONG
Masih, kek.

WIKU
Syukur kalian masih merasa. Mudah-mudahan bukan ujud kalian saja yang manusia. Jangan-jangn kalian siluman seperti umumnya orang.

RANGGONG
Tampang kami memang tampang petinju, mbah.

BOROK
Tapi jiwa kami ustadz.

RANGGONG
Banyak yang sebaliknya, mbah.
(ketawa mereka)

NINI
Ketawanya jangan kepanjangan, nanti bisa kejang. Kalau rahang yang kejang masih tidak apa, tapi kalau mental yang kejang bisa fatal.
(ketawa lagi mereka)

BOROK (ketawa)
Sampai pengin kencing.
(ngeloyor pergi Borok sementara yang lain-lain semakin ramai ketawa)

WIKU
Kalau Waska selalu kejang, tapi anunya. Makanya hidupnya selalu belepotan! (ketawa)

WASKA
Kalau Wiku semuanya kejang kecuali otaknya. Jadinya kayak robot (ketawa)

WIKU
Kalau Waska ketawa ada maunya (ketawa)

WASKA
Kalau Wiku ketawa sebenarnya sedang sedih. (ketawa)

(Sejak itu semua ketawa tak habis-habis)

RANGGONG
Aduh. Saya juga pengin kencing.
(Ketawa lagi mereka, sementara Ranggong lari. Dan ketawa mereka habis-habisan sampai mereka kehabisan tenaga. Beberapa saat, mereka tak saling bicara. Dan diam-diam, masing-masing mulai menghadirkan dirinya yang asli. Wiku mulai merasakan amarahnya menjalari pembuluh darahnya menghadapi Waska yang baginya salah seorang yang tlah secara langsung menyebabkan kehancuran yang sedang berlangsung. Sebaliknya, Waska beranggapan Wikulah biang sema kehancuran ini karena eksperimen-eksperimennya dalam bidang ilmu murni)

WIKU
Apa yang kita ketawakan baru saja?
(tanyanya dengan suara rendah. Nini mulai cemas)

WASKA
Diri kita sendiri.

WIKU
Ya. Di seberang ketawa panjang tadi adalah kehampaan dan keputus asaan sementara di sebaliknya adalah kebodohan. Manusia-manusia macam apa yang tega ketawa begitu rupa di tengah kehancuran mereka sendiri? manusia-manusia yang sedang putus asa. Manusia-manusia yang bodoh. Hanya ada dua cara yang dimiliki manusia macam ini, yaitu ketawa dan meratap. Pun. Habis. Itu saja. yang lain tidak punya. Tidak ada analisa. Apalagi nuansa. Itulah kamu!

WASKA
Sudah lama saya tidak pernah ketawa lagi.

WIKU
Kasus kamu memang spesifik. Kamu jarang ketawa karena jiwa kamu kejang, kram. Betul mulut kamu tidak ketawa, tapi otak kamu terus terbahak-bahak dan apa hasilnya? Inilah. Inilah.
(katanya sambil menunjuk sekitar yang kerontang hangus itu)

WIKU
Lihat Waska. Saksikan sendiri. amati baik-baik semua ini. Saya yakin kamu sudah mengetahui semua ini.

WASKA
Saya sudah melihat bumi yang bagai kudisan ini di layar monitor pesawat saya, jauh sebelum mendarat.

WIKU
Ya, pasti. Dan kamu masih asyik dengan diri sendiri sekarang. Kamu tidak peduli sama sekali akan akibat yang telah kamu perbuat. Kamu tidak peduli bumi ini keropos. Yang kamu pedulikan hanyalah harga diri kamu sendiri. yang kamu cari hanyalah kepuasan diri kamu sendiri. kamu perlakukan semuanya hanya sebagai barang mainan. Kamu terus menciptakan mainan demi mainan. Dan sekarang setelah mainan kamu yang bernama bumi hancur lalu kamu berkelana mencari mainan baru. Betul-betul idiot kamu!

WASKA
Cuah!

WIKU
Cuah!

NINI
Wiku, sebaiknya kita kembali ke pondok kita untuk makan dulu. Setelah itu boleh kalian lanjutkan diskusi.

WASKA
Cuah!

WIKU
Ludah kamu memang terlalu banyak karena seluruh dirimu berlumur liur. Padahal sebenarnya yang patut kamu ludahi adalah wajah kamu sendiri.

NINI
Wiku.

WASKA
Saya diserang!

WIKU
Begitu selalu kamu. Diserang! Diserang! Hidup bagi kamu hanya perang. Alam dan orang lain kamu anggap musuh. Tentu saja kamu hidup kayak cacing kepanasan.

WASKA
Cuah! Rupanya kamu sedang marah!? Dan bukan hanya marah, tapi hysteria!

WIKU
Bukan marah, Berang!

WASKA
Dan kamu sedang menuduh saya.

WIKU
Bukan menuduh. Menuntut!

WASKA
Bukan menuntut. Melawan!

WIKU
Ya, saya sedang melawan dan menantang kamu, Jenderal! Belum pernah selama hidup saya berpikir tentang membunuh, kecuali saat ini.

WASKA
Selama hidup saya selalu diliputi rasa dendam, tapi belum pernah saya berdendam seperti sekarang ini. Saya sengaja datang untuk membekuk dan mengadili kamu, empu! Kamu tidak akan bisa mengelak dari tanggung jawab kamu atas eksperimen-eksperimen kamu! Jangan pengecut!

WIKU
Kamu yang sebenarnya pengecut! Kamu yang sebetulnya mau cuci tangan melepas tanggung jawab! Kamu kira kamu bisa membersihkan sejarah kamu yang kotor berlumur darah itu? pencuri! Perampok! Pembunuh!

WASKA
Saya memang pembunuh tapi kamu otaknya!

WIKU
Tidak benar itu! fitnah! Otak saya tidak pernah berpikir tentang pembunuhan. Otak saya hanya berbakti pada ilmu karena semata hanya ingin tahu, ingin menyibak tabir rahasia Tuhan. Otak saya selalu saya karyakan untuk kemajuan manusia. Tapi sebaliknya, otak kamu hanya mengabdi kepada dendam dan pengrusakan dibalik dalih keamanan dan kesejahteraan!

(Waska pun meraung. Kilat menyambar! Dan petir!)

0 komentar

Posting Komentar