Jumat, 30 Desember 2016

Naskah Drama Sidang Susila Bagian 4

PEMBELA: Artinya, ia dan burungnya terkena serangan dari dua arah sekaligus. Seorang lelaki dan burungnya yang terkena flu, hampir sama artinya dengan seorang ibu dan bayi yang disusuinya terkena flu.
Hakim kembali menyodorkan tissue yang dipakainya kepada Jaksa, tapi kali ini Jaksa tidak membuangnya, namun tissue itu malah dipakainya buat membersihkan hidunynya sendiri, kemudian tissue itu dikembalikan laki kepada Hakim yang segera memakainya lagi buat membersihkan hidungnya yang gatal, sementara Pembela terus berbicara,
PEMBELA: Artinya, ia dan burungnya tidak dalam keadaan sehat untuk mengikuti persidangan! Maksud saya mungkin burungnya yang telah membuatnya terkena flu. Kita tahu flu cepat menular, dan sudah pasti klien saya sedang terkena flu karena itu tidak mungkin meneruskan persidangan ini.
JAKSA: (Bertepuk tangan, bergaya memuji) Sungguh argumentasi hukum yang benar-benar luar biasa…bodoh!
Kemudian mulai di sini, dialog ini dibawakan dengan gaya dinyanyikan, mungkin bergaya parikan seperti dalam ludrukan, mungkin dengan campuran irama blues atau ndangdutan…
JAKSA: Saya harap, Sodara Pembela tidak mengaburkan persoalan. Terlalu sering alasan sakit digunakan untuk menghindari persidangan. Bagaimana pun sidang harus dilanjutkan, demi keadilan…
PEMBELA: (Dinyanyikan) Tidak bisa! Justru demi keadilan sidang harus dihentikan…
JAKSA: (Dinyanyikan) Keadilan tak bisa dihentikan. Keadilan harus tetap ditegakkan. Karena itu tuntutan harus tetap dibacakan…
Musik terus mengalun. Hakim mengetuk palu, sambil sibuk dengan hidungnya yang gatal.
HAKIM: Baiklah. Sidang tetap diteruskan. Lanjut, Mang…!
Musik terus mengalun.
JAKSA: (Dinyanyikan) Terimakasih, Bapak Hakim… (Sambil bergaya membacakan dakwaaan, terus dinyanyikan) Sodara Pesakitan telah terbukti melanggar Undang-undang Susila. Ia melakukan perbuatan pornoaksi. Mempertontonkan susunya di muka umum…
SUSILA: (Menyanyi, menimpali, sambil memegangi meremas-remas susunya) Oo, susuku yang malang…
JAKSA: (Dinyanyikan) Sebagaimana dalam Pasal 4 Undang-undang Susila. Dilarang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual…atau yang dianggap sensual. Seperti alat kelamin, payudara, pusar, paha, pinggul, pantat…
SUSILA: (Menimpali, dengan nyanyian) Pundak lutut kaki lutut kaki, daun telinga mata hidung dan pipi…
JAKSA: (Dinyanyian) Karna itu pesakitan mesti dihukum seberat-beratnya. Karena dia telah mengganggu keamanan dan stabilitas moral bangsa…
PEMBELA: (Memotong, berteriak tinggi, bicara biasa) Keberatan, Bapak Hakim!
Musik dan nyanyian berhenti. Kembali dialog biasa. Sementara Pembela dan Jaksa berdebat, Susila terlihat mulai kepanasan, sumuk, dan mulai membuka kancing bajunya dan kipas-kipas dengan tangannya.
PEMBELA: Dalam penjelasan Pasal 4 tersebut dinyatakan bahwa bagian tubuh tertentu yang sensual adalah antara lain payudara perempuan. Terdakwa adalah seorang laki-laki. Bukan perempuan. Karena itu tuntutan Jaksa absurd dan tak berdasar.
JAKSA: Hukum tidak berjenis kelamin, Sodara Pembela! Prinsip hukum itu seperti slogan Keluarga Berencana: laki-laki atau perempuan sama saja! Karena itulah semua orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum… kecuali, tentu saja, Ketua Mahkamah Agung…
HAKIM: Harap Saudara Jaksa tidak keluar dari fakta-fakta persidangan…
PEMBELA: Persoalannya, Bapak Hakim… Saudara Jaksa memang tidak punya fakta-fakta yang mendukung semua dakwaannya.
JAKSA: Faktanya Pesakitan memang bersikap cabul dan amoral, karena mempertontonkan bagian tubuhnya yang sensual… Lihat saja sendiri kelakuannya… Saya yakin dia seorang eksibisionis…
Hakim terlihat bergairah memandangi Susila yang kepanasan dan mulai membuka kancing-kancing bajunya… Hakim, menelan ludah memandangi payudara Susila.
SUSILA: (Yang makin kelihatan kesumukan) Lha wong sumuk, je
JAKSA: Jangan menjawab kalau tidak ditanya! (Kemudian kepada Hakim) Bahkan Pesakitan ini telah melanggar Undang-undang Susila secara berlapis-lapis, karena memperjualbelikan barang-barang yang mengandung unsur pornografi….
PEMBELA: Sekali lagi saudara Jaksa menuduh tanpa bukti dan fakta!
JAKSA: (Berteriak kepada petugas) Ambil barang bukti itu!
Seorang Petugas segera membawa masuk barang dagangan Susila. Melihat itu Susila langsung bangkit, dan dengan riang menghambur ke arah dagangannya, seperti menyambut kekasih yang dirindukannya.
SUSILA: Daganganku… Oh, mainanku… Sayangku…
Semua langsung beringsut mundur menghindari Susila. Sementara Susila terus memeluk dan menciumi mainan-dagangan itu… Hakim segera mengatasi keadaan, memukulkan palu sidangnya.
HAKIM: Saudara Pesakitan harap kembali duduk!
SUSILA: Mainanku… Oh mainanku….
HAKIM: (Lebih keras) Duduk!!
SUSILA: (Kaget, latah) Eh kontol duduk… Welah kok kontol bisa duduk…
HAKIM: Du…duk!!!
SUSILA: Dalem, Pak Hakim…
Susila pun kembali duduk…
JAKSA: Sodara Pesakitan, benarkah barang-barang ini milik saudara?!
SUSILA: Dalem, Bu Jaksa… Iya… itu dagangan saya…
JAKSA: Jadi jelas, Pesakitan ini telah mengakui berdagang barang-barang porno ini!
SUSILA: Lho, itu mainan kok, Bu Jaksa… Mainan anak-anak…
JAKSA: Mainan anak-anak hanyalah kamuflase untuk menutupi unsur-unsur pornografi dalam barang-barang ini.
SUSILA: Apanya yang porno? Masak mainan gitu dibilang porno…. (Berdiri dan mendekati dagangannya) Coba, mana yang porno? Mana? Apa mata Bu Jaksa picek, gini dibilang porno? (Mengambil dua balon) Apa yang kayak ini porno, Bu Jaksa?
JAKSA: Itu barang cabul, Sodara Pesakitan! Coba Sodara taruh di dada Saudara…
Dengan bingung dan tak ngerti, Susila menempelkan dua balon itu ke dadanya – hingga mirip payudara…
JAKSA: Lihat saja sendiri fungsi pornografis barang itu, yang membuat orang akan berfikiran mesum karena mengingatkan pada payudara…
PEMBELA: Payudara tidaklah cabul. Sesuatu yang sensual dan indah tidak berarti cabul. Anak-anak yang masih polos bisa melihat keindahan payudara tanpa membuatnya jadi dosa. Kitalah, orang dewasa, yang membuat payudara menjadi cabul, baik dengan mengeksploitasinya habis-habisan, maupun dengan menutupinya habis-habisan…
SUSILA: (Menambahi) Plus selalu menghisapnya habis-habisan…Wong saya juga doyan kok…
JAKSA: Itu melanggar Undang-undang Susila!
SUSILA: Masa jualan balon melanggar susila? (Sambil masih menempelkan kedua balon itu di dadanya) Kalau balon kayak gini dianggap mirip payudara, lha ya payudaranya siapa? Payudaranya Dolly Parton saja nggak segede ini kok… Kalau gede kayak gini bukan payudara Bu Jaksa, tapi tumor… Aneh-aneh saja lho Bu Jaksa ini… Lalu gimana kalau balon ini saya letakkan di tempat lain? Apa ya masih porno? Misalnya begini…
Susila meletakkan dua balon itu di selangkangannya.
SUSILA: Gimana kalau begini… Apa begini ini kayak biji salaknya raksasa… Eh, maksud saya biji salak raksasa?! Lha kalau bijinya segede ini, lalu segede apa batangnya?… Batang pohonnya maksud saya… Apa ya begini porno? Kan tergantung pikiran orang yang melihat…
Susila mengambil mainan lainnya, balon yang panjang.
SUSILA: Apa ini juga porno?
Susila memperlihatkan pada yang hadir, tetapi selalu setiapkali Susila mendekat, mereka beringsut menjauhi Susila…
SUSILA: Mainan ini membuat anak-anak bisa berfantasi… Berkhayal… Tapi kan tergantung fantasinya. Tidak mesti yang saru-saru…. (Meletakkan balon panjang itu di atas kepalanya) dengan begini anak-anak berkhayal seperti rusa bertanduk… (Meletakkan balon itu di keningnya) Berkhayal jadi unicorn atau punya cula seperti badak… (Meletakkan balon itu di hidungnya) punya hidung mirip Pinokio… (Meletakkan balon itu di perutnya) Punya wudel bodong… (Meletakkan balon itu di selangkangannya) dan begini… punya ekor memanjang di bagian depan…
Susila bisa mengembangkan mengambil mainan-mainan yang lain, kemudian mengolahnya. Setiap kali Susila mendekat, selalu yang didekati beringsut mundur…
SUSILA: (Sampai akhirnya bertanya pada Pembela) Mainan kayak gini kan ya nggak porno toh, nduk? Bener kan nduk omongan saya?
PEMBELA: Maaf, Anda tak udah usah sok akrab pada saya!
SUSILA: Lho piye toh kowe, nduk
PEMBELA: Saya membela Saudara hanya sebatas hubungan profesi! Dan itu bukan berarti saya setuju dengan moral saudara… (Langsung menghidar dengan berkata pada Hakim) Bapak Hakim, kita tak bisa mengatakan sesuatu porno hanya berdasarkan asumsi, seperti dikatakan Saudara Jaksa tadi.
JAKSA: Bagaimana mungkin Sodara Pembela mengatakan semua bukti ini hanya asumsi? Beruntung sekali kita berhasil menyita bukti-bukti ini! Bagaimana kalau barang-barang itu beredar luas? Anak-anak kita akan dijejali mainan-mainan porno! Mainan ini adalah cara untuk meracuni pikiran anak-anak kita, Sodara-sodara! Bagaimana nasib masa depan anak-anak kita, Sodara-sodara…bila sejak dini mereka telah dijejali dengan segala macam bentuk mainan pornografi, Sodara-sodara… Puji Tuhan! Ini tidak bisa kita biarkan, Sodara-sodara!
Bersamaan nada bicara Jaksa yang mulai meninggi, terdengar derap musik yang menggambarkan serombongan demonstran yang mendekat dan mulai menderap…
JAKSA: (memandang ke arah luar ruang sidang) Lihatlah sodara-sodara kita yang berbaris berbondong-bondong menghadiri sidang ini!
Musik makin meninggi, sementara sayup nyanyian mulai terdengar…
JAKSA: Anda lihat sendiri, Sodara Pembela… Semua rakyat berbaris dibelakang kita, agar kita bertindak tegas menghukum pesakitan ini… Mereka ingin penjahat moral ini dihukum seberat-beratnya… Hukum adalah suara rakyat… Suara rakyat adalah suara Tuhan…
Lalu terdengar teriakan dan yel-yel para demonstran yang makin mendekat…
JAKSA: Dengarlah suara mereka… Suara Tuhan yang akan mengazab para pendosa yang tak bermoral!
Kemudian teriakan-teriakan itu makin menjadi jelas, dan muncul serombongan demontran yang membawa poster yang ternyata berisi tunttutan agar Susila dibebaskan. Jaksa langsung bingung melihat situasi yang tak diduganya. Ia meyangka yang datang adalah demonstran yang mendukung Undang-Undang Susila. Ternyata mereka adalah gerombolan yang penentang Undang-undang Susila yang menuntut pembebasan Susila Parna. Para demosntran itu bernyanyi:
Jangan diam jangan mau dibungkam
Kita bergerak untuk perjuangan
Keragaman jangan dimatikan
Proyek moral haruslah dilawan
Yang menindas suara kebenaran…
Bebaskan Susila… Bebaskan Pikiran
Bebaskah Susila… Bebaskan kehidupan
Bebaskan Susila… Bebaskan Susila…
Bebaskan Susila… Bebaskan Susila…
Begitu seterusnya diulang-ulang “bebaskan Susila… bebaskan Susila…”. Kepanikan juga melanda Hakim. Pembela tampak bingung. Jaksa gemetar menahan amarah. Semua menatap barisan demosntran yang menderap keluar, exit.
Saat itulah muncul Petugas Kepala, panik dan gugup,
PETUGAS KEPALA: Maaf, Bapak Hakim… Ini benar-benar diluar perhitungan kita… Mereka menuntut pembebasan Pesakitan kita…

Teriakan dan nyanyian demonstran it uterus terdengar. Petugas Kepala dengan cepat segera mengamankan Hakim dan Jaksa. Beberapa Petugas langsung menggiring Susila di bawah ancaman senapan. Musik makin meninggi. Panggung menggelap. Terdengar teriakan-teriakan itu: “Bebaskan Susila!… Hidup Susila!….”

0 komentar

Posting Komentar