Jumat, 30 Desember 2016

Naskah Drama Sidang Susila Bagian 5

DELAPAN
Setelah musik mereda dan teriakan-teriakan mengendap, pada satu sisi panggung cahaya mulai menerang: terlihat Susila yang terkurung di balik selnya, sementara dua petugas tampak asik bermain catur.
SUSILA: (Pelan memangil petugas-petugas itu) Mas… Mas…
Dua petugas itu abai, terus asyik main catur…
PETUGAS 2: (Memainkan bidak) Ster!
SUSILA: Mas… (memukul-mukul jeruji)… Mas…
PETUGAS 1: Bisa diam tidak!
SUSILA: Saya mau minta tolong…
PETUGAS 2: Sudah, nggak usah didengerin… Ayo jalan…
Petugas 1 terlihat sibuk berfikir keras memandangi papar caturnya.
SUSILA: Mas… Mbok saya minta tulung
PETUGAS 2: Minta tolong apa?
SUSILA: Belikan mainan… Saya kangen sama mainan saya…
PETUGAS 2: (Kepada petugas satunya) Aneh banget kan permintaannya… Ini permintaan paling aneh selama saya jadi penjaga penjara. Biasanya tahanan itu minta dicarikan narkoba… Kamu kok malah minta mainan!
SUSILA: Ayo toh mas, beliin saya mainan…
PETUGAS 1: Sudah, sudah.! Aku jadi nggak bisa konsen!
SUSILA: Please deh, Mas… Cariin saya mainan.
PETUGAS 2: (Kepada petugas satunya, yang terlihat berfikir memandangi papan catur) Ayo cepet jalan… Apa nyerah? Kamu itu tidak mungkin menang…
Petugas 2 bergaya dan bersikap meremehkan, mengambil uang taruhan yang tergeletak di samping papan catur, kemudian Petugas 2 mengipas-gipaskan uang itu ke muka Petugas 1 yang masih terus serius mengamati papan catur, bingung memikirkan langkahnya. Susila dari dalam selnya ikut memerhatikan papan catur itu.
SUSILA: Begitu saja kok pusing…
PETUGAS: Sudah jangan cerewet!
SUSILA: Kudamu maju saja depan benteng.
Petugas 1 menatap Susila marah, tapi kemudian melihat lagi papan caturnya, dan melihat bahwa omongan Susila itu benar. Dia senang dan segera melangkahkan kudanya seperti yang dibilangin Susila.
Petugas 2 kaget, tapi segera memakan kuda itu.
SUSILA: Nah sekarang bentengmu langsung maju… Dua langkah pasti langsung mat!
Petugas 1 kelihatan di atas angin. Petugas 2 kelihatan jengkel. Setelah dua kali langkah, Petugas 2 benar-benar terkejut.
PETUGAS 1: Skak!
PETUGAS 2: (Menatap Susila marah) Oo… bajigur!
PETUGAS 1: (Bernyanyi-nyanyi gembira karena menang) Sekak mati… Sekak mati…
Petugas 1 langsung meraih lembaran uang taruhan yang tadi dipegangi Petugas 2. Petugas 2 begitu marah pada Susila dan hendak memukul. Susila beringsut mundur menjauhi jeruji…
PETUGAS 1: Ayo, main lagi tidak?
Petugas 2 dengang jengkel segera pergi, exit. Petugas 1 memandang kepergian Petugas 2, meyakinkan kalau rekannya itu memang benar-benar sudah pergi, lalu dengan hati-hati mendekati Susila…
PETUGAS 1: Kamu pinter main catur ya…
SUSILA: Keciiil…..
Petugas 1 melongok-longok keadaan.
PETUGAS 1: Ajarin saya, ya…
Lalu Petugas 1 mendekatkan kursi panjang ke dekat sel.
SUSILA: Nanti kamu ketularan…
PETUGAS 1: Jangan gitu ah… Saya tahu sampeyan tidak berbahaya kok… Gimana, mau ya ngajari saya?
Lalu keduanya mulai menata bidak-bidak catur itu, dengan Susila tetap berada dalam sel. Hanya tangan Susila yang keluar dari sela jeruji ketika memainkan bidak-bidak catur… Selama percakapan berikut, keduanya terus bermain catur.
PETUGAS 1: Sebenarnya saya juga pernah beli mainan sama sampeyan lho… Waktu itu anak saya nangis terus… minta dibeliin mainan… Padahal uang saya kurang… Untung sampeyan mau ngutangi dulu…Ingat tidak?
SUSILA: Saya itu terlalu banyak diutangi orang, Mas… Sampe saya susah ngingat siapa saja yang utang sama saya… Apalagi tampang kayak sampeyan ini memang khas dan spesifik seperti tampang dunia ketiga yang suka ngutang…
PETUGAS 1: Ya sudah, ini saya bayar.
Petugas 1 mengeluarkan uang yang tadi didapatnya karena menang main catur, dan menyodorkannya pada Susila.
SUSILA: Ndak usah…. Ndak usah…
Petugas 1 kembali hendak mengantongkan uang itu.
SUSILA: Eeh…, nanti kamu beliin saya mainan saja ya…
Kemudian keduanya kembali main catur.
Di sisi panggung yang lain, muncul Hakim dan Petugas Kepala, keduanya berjalan beriringan. Adegan antara Hakim dan Petugas Kepala ini, paralel dengan adegan Susila dan Petugas 1 yang sedang main catur.
HAKIM: Kita tak bisa membiarkan kekacauan ini berkembang!
PETUGAS KEPALA: Saya akan segera membereskan semuanya, Bapak Hakim. Jangan khawatir…
HAKIM: (Mengeluarkan poster bergambar wajah Susila yang memakai baret mirip Che Gouvara) Lihat poster ini! Dia rupanya telah jadi idola kaum pembangkang. Saya melihat poster ini ditempel memenuhi dinding kota!
PETUGAS KEPALA: Intelejen kita sudah mengetahui siapa dibelakang ini semua. Ada dua kekuatan ekstrem yang harus kita curigari, Bapak Hakim. Pertama kelompok yang menyebut dirinya GAM… Gerakan Anti Moral…Dan yang kedua adalah gerakan sparatis OPM… Organisasi Penggemar Maksiat… Mereka telah menjadikan Susila sebagai ikon perlawananan mereka. Merekalah yang menggalang perlawanan menentang diberlakukannya Undang-undang Susila.
Susila bicara kepada Petugas 1 sambil terus main catur.
PETUGAS 1: Kenapa sih sampeyan tidak menyerah saja.
SUSILA: Mau menang begini kok menyerah…
PETUGAS 1: Bukan menyerah main catur… Tapi menyerah mengakui kesalahan sampeyan…
Hakim kepada Petugas Kepala, sambil berjalan beriringan…
HAKIM: Kamu harus membuatnya menyerah. Lakukan segala cara, yang penting dia mau mengaku salah!
Sambil terus main catur, Susila kepada petugas itu,
SUSILA: Kalau saya salah, nggak usah dipaksa juga saya akan ngaku salah. Lha, tapi ini saya nggak merasa salah apa-apa kok…
Hakim dan Petugas kepala, sambil berjalan beriringan,
PETUGAS KEPALA: Saya telah mengatur seorang petugas untuk membujuknya.
Susila dan Petugas 1, sambil terus bermain catur,
PETUGAS 1: Kalau sampeyan mengaku salah, kan sampeyan bisa diampuni.
SUSILA: Diampuni gimana? Lha sidangnya saja belum rampung, kok diampuni… Orang itu harus disidang dulu, dibuktikan kesalahannya. Baru diampuni…
Hakim dan Petugas Kepala, sambil berjalan beriringan,
PETUGAS KEPALA: Apakah kita benar-benar akan mengampuni pesakitan ini?
HAKIM: Tentu saja tidak. Kita hanya bujuk dia dengan menjajikan ampunan, biar mau mengaku salah. Kalau dia sudah mengaku salah, berarti dia secara sah telah bersalah. Itu kesempatan kita menggoroknya…
Susila dan Petugas 1, sambil terus bermain catur,
PETUGAS 1: Posisi kamu ini sekarang lagi susah. Kamu bersalah atau tidak bersalah, bukan ditentukan apakah kamu memang benar-benar bersalah atau benar-benar tidak bersalah… (Memainkan caturnya) Skak! Kamu salah atau tidak salah, tetap akan diputuskan salah…
Hakim dan Petugas Kepala, sambil berjalan beriringan…
PETUGAS KEPALA: Yang penting saya memperoleh dukungan penuh kalau mesti mengambil tindakan-tindakan darurat.
HAKIM: Proyek moralitas dibenarkan sepanjang itu menguntungkan… Apapun yang kamu lakukan untuk kepentingan proyek Syariat Moral ini, kamu pasti memperoleh dukungan.
Susila dan Petugas 1, sambil terus bermain catur,
PETUGAS 1: Atau jangan-jangan kamu merasa untung di penjara begini? Kamu senang karena sekarang banyak yang memuja kamu… Kamu diam-diam menikmati kan?
SUSILA: Gundulmu! Ditahan begini kok menikmati…
PETUGAS 1: Justru karena ditahan begini, kamu jadi dianggap pahlawan oleh banyak orang. Kamu dijadikan poster. Namamu diteriakkan para demosntran… Lalu kamu merasa ngetop? Kamu rupanya telah mengindap sindrom orang yang merasa dirinya pahlawan. Kamu memperoleh kepuasan ketika orang di sekelilingmu begitu memujamu…
SUSILA: Prek!
PETUGAS 1: Apa kamu nggak sadar, orang-orang itu sebenarnya tidak memujamu, tapi memanfaatkanmu… Kamu hanya dijadikan tumbal perlawanan…
Hakim kepada Petugas Kepala,
HAKIM: (Menyerahkan selembar cek) Ini cek untuk kebutuhan dana taktis…Ini bukan berarti saya memanfaatkan aparat macam kamu lho, ya…
PETUGAS KEPALA: Tak usah sungkan-sungkan… Saya tak merasa diperalat kok… Karena aparat seperti saya ini memang sudah terbiasa ikhlas diperalat…Kalau lama tak diperalat, ayan saya malah kumat… Saya kira ini juga akan menstimulus militansi anak buah saya…Bapak Hakim tahu, belakangan ini anak buah saya lebih suka menangkapi para pelanggar susila, ketimbang menangkapi pelanggar lalu lintas…Karena inkam-nya jauh lebih menguntungkan.
Sementara Susila yang terlihat marah ngambek, kepada Petugas 1,
SUSILA: Kamu kira saya merasa untung dengan ditahan begini?!
PETUGAS 1: Maaf… Saya ngomong seperti tadi karena saya tidak ingin kamu celaka…Saya tahu sampeyan tidak melanggar… Sampeyan hanya korban. Sengaja dikorbankan… Nama sampeyan dijelek-jelekkan…. Dianggap bahaya laten… Kalau ada yang tahu saya ngobrol sama sampeyan begini, pasti saya langsung dipecat. Keluarga saya pasti dihabisi…. Dianggap tidak bersih susila.
SUSILA: Lalu kenapa kamu menuduh saya justru menikmati semua itu?!
PETUGAS 1: Saya khawatir saja kok… Khawatir karena saya denger malam ini sampenyan mau dieksekusi…
Susila jadi terlihat gelisah, raut wajahnya seperti dipenuhi bayangan kematian…
Hakim kepada Petugas Kepala,
HAKIM: Saya hanya khawatir kalau petugas itu justru tergoda…
PETUGAS KEPALA: Saya berani menjamin loyalitas para anak buah saya, Bapak Hakim…
Petugas 1 berbicara kepada Susila,
PETUGAS 1: Makanya, cepat pergi… Pergi… Kamu lihat, pintu sel sengaja tak saya kunci… Kamu bisa pergi sebelum tengah malam nanti…
Sementara itu Hakim dan Petugas Kepala berhenti, dan langsung memandang ke arah Petugas 1 yang sedang membujuk Susila… Petugas 1 tak menyadari kemunculan Hakim dan Petugas kepala…
PETUGAS 1: Pergilah… pergilah… Saya nggak ingin melihat kamu dihukum mati.
Hakim dan Petugas Kepala yang sudah berdiri di belakang Petugas 1 itu langsung menghardik,
HAKIM: (Menghardik) Kamu yang pantas dihukum mati!!
Petugas 1 begitu kaget, ia berbalik dan melihat Petugas Kepala dan Hakim yang sudah berdiri menatapnya. Langsung Petugas 1 mengemasi bidak-bidak catur, memdekap papan catur itu dengan gemetar…
HAKIM: (Kepada Petugas Kepala) Sekarang saya tahu loyalitas anak buah kamu! Saya kira kamu cukup cerdas untuk membuktikan loyalitasmu!
Hakim menatap tajam Petugas Kepala, kemudian langsung bergegas pergi, exit. Tinggal Petugas Kepala menatap penuh amarah pada Petugas 1, membuat petugas satu menggil ketakutan, lalu berlahan-lahan duduk bersimpuh sembari mendekap papan catur,
PETUGAS 1: Ampun…..
Lalu perlahan Petugas 1 itu merangkak, mendekati Petugas Kepala yang terus berdiri mematung penuh kemarahan.
PETUGAS 1: (Sambil terus merangkak) Ampun….. Maafkan saya, Pak….. Ampun… Ampun…
Susila memandangi semua itu dari dalam selnya. Ia juga terlihat ketakutan, bingung. Sampai kemudian Petugas 1 itu bersimpuh di bawah kaki Petugas Kepala, memegangi kakinya, terus memohon ampun. Suara tangis dan ampunan Petugas itu kemudian seperti tercekat dikerongkongannya, ketika dengan tenang Petugas Kepala mengeluarkan pistolnya. Petugas kepala itu mengarahkan pistolnya tepat di kepala Petugas 1. Susila ngeri menyaksikan itu, dan menutup wajahnya. Lalu terdengar letusan senjata. Gelap seketika.

Musik transisi…

0 komentar

Posting Komentar