Kamis, 22 Desember 2016

Naskah Drama Sumur Tanpa Dasar Bagian 1

Publikasi naskah ini dimaksudkan sebagai upaya penyediaan naskah drama dan sebagai bahan referensi pembelajaran bagi individu atau kelompok-kelompok teater yang membutuhkannya.
Disarankan bagi siapa saja yang memiliki cukup akses, agar membeli buku terkait. Itupun dalam upaya membantu pengarang dan keluarganya. Kekayaan hak intelektual naskah ini tetap ada pada pengarangnya.

PENGANTAR
Lakon ini ditulis, disutradari dan dipentaskan pertama kali oleh arifin c noer, di bawah bendera teater muslim. Pada tahun 1971, lakon ini kembali disutradarai dan dipentaskan arifin c. Noer, di tim jakarta, di bawah bendera teater ketjil.
                Keberhasilan pementasan lakon ini, disusul oleh sejumlah pementasan lakon lainnya, baik karyanya sendiri maupun karya-karya terjemahan, misalnya kapai-kapai, zorro, orkes madun, atau macbeth (eugene ionesco) faust (goethe) dan flies (sartre), mengundang reaksi para pengamat teater. Reaksi itu kemudian menempatkan sosok arifin c. Noer sebagai salah seorang penulis lakon terkemuka negeri ini, sekaligus sebagai penyair, sutradara dan kemudian penulis scenario film ternama.
                Sebagai lakon yang eksperimentalistik “sumur tanpa dasar” uniknya sama sekali tidak berciri absurditas murni – hal yang menggejala dalam karya-karya sastra modern indonesia era 70’an – tetapi justru memperlihatkan upaya persenyawaan kreatif antara tradisi teater modern barat pasca realisme dengan teater tradisional kita; teater rakyat, khususnya lenong betawi dan tarling cirebon. Hasil persenyawaan ini, melalui peralatan simbolisme, diekspresikan arifin c. Noer ke dalam lakonnya ini, sehingga kita akan beroleh peristiwa yang bersuasana kontemplatif tentang konflik kejiwaan  tokoh utamanya, jumena wartawangsa – konflik mengenai persoalan iman dan eksistensi diri
Hidup jumena ibarat sumur tanpa dasar; gelap dan tak berujung, menggapai-gapai.

Jakarta, Agustus 1989

DRAMATIC PERSONAL
JUMENA WARTAWANGSA                           Lelaki Tua
EUIS                                                                       Istrinya
PEREMPUAN TUA                                            Pembantunya
MARJUKI KARTADILAGA                                Adik angkatnya
SABARUDDIN NATAPRAWIRA                     Guru Agama
WARYA                                                                 Pegawainya
EMOD                                                                   Pegawainya
KAMIL                                                                   Si Sinting
LELAKI                                                                   Pelukis Sinting
MARKABA                                                           Tokoh Jahat
LODOD                                                                 Tokoh Idiot
PEMBURU Alias SANGKAKALA
KABUT-KABUT, ORANG-ORANG
Dan LAIN-LAIN

WAKTU                                                                Kapan Saja

TEMPAT               Di rumah, dalam pikiran Jumena Martawangsa atau di mana saja.
BAGIAN PERTAMA
1
SANDIWARA INI KITA MULAI DENGAN SUARA DETAK-DETIK LONCENG YANG MENGGEMA MEMENUHI  RUANG. SUARA DETAK-DETIK INI BERJATUHAN SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA MENIMBULKAN BERMACAM-MACAM ASOSIASI. SESEKALI DI SELA-SELA SUARA INI MENYAYUP PANJANG LOLONG ANJING ATAU SRIGALA YANG SEDANG ‘MERAIH’ BULAN.

2
LONCENG ITU ANTIC, TUA, AGUNG DAN KUKUH PENUH RAHASIA. DARI RONGGA LONCENG MUNCUL KABUT-KABUT ATAU PARA PEMAIN YANG MELUKISKAN KABUT-KABUT. MEREKA MELANGKAH MENGENDAP-ENDAP UNTUK SELANJUTNYA SECARA PENUH RAHASIA MENYEBAR KE SEGENAP ARAH DAN SEGERA GAIB SIRNA.

3
PIGURA ITU TANPA GAMBAR TANPA POTO, KOSONG, TERGANTUNG SUNYI DAN PENUH RAHASIA

4
DI ATAS KURSI GOYANG JUMENA MARTAWANGSA BERGOYANG-GOYANG SUNYI. TAMPAK SESAK PERNAFASANNYA. SEKALI PUN BEGITU, KEDUA MATANYA MASIH MENYOROTKAN PANDANGAN YANG TAJAM. AMAT TAJAM. DAN DALAM KEADAAN SEPERTI ITU JUMENA KELIHATAN SEPERTI SEDANG MENGHITUNG DETAK-DETIK LONCENG.
SEJAK TADI, SEONGGOK KABUT BERDIRI DI SAMPINGNYA MEMAINKAN SEHELAI TALI YANG SIAP UNTUK MENGGANTUNG LEHER. AGAK BEBERAPA SAAT JUMENA MENIMBANG-NIMBANG TALI ITU. KEMUDIAN KABUT ITU MENDEKATKAN TALI GANTUNGAN ITU DAN JUMENA MENCOBA MEMASANG PADA LEHERNYA. DIA TERTAWA.

JUMENA
Kalau saya bunuh diri, sandiwara ini tidak akan pernah ada

Sambil tertawa ia memberikan isyarat agar kabut pembawa tali pergi. Dan pada saat itu detak-detik lonceng semakin lantang. Dari rongga lonceng muncul Sang Kala alias Pemburu yang siap dengan senapannya. Ketika senapan itu meletus, terkumpullah seluruh amarah dan kekagetan Jumena

JUMENA
Bangsat!

TATKALA SANG KALA GAIB BERDENTANGANLAH LONCENG ITU. KEMUDIAN BERDENTANG JUGALAH BERJUTA LONCENG-LONCENG  DAN WEKER. SEDEMIKIAN RUPA SUARA ITU MENEROR SEHINGGA MENYEBABKAN JUMENA BANGKIT. DAN PADA SAAT JUMENA BERDIRI, HENING MENGGANTIKAN SUASANA. LALU JUMENA DUDUK KEMBALI.

PEREMPUAN TUA MUNCUL MENGGANTI TEMPOLONG LUDAH DI KAKI KURSI GOYANG DENGAN TEMPOLONG YANG LAIN.

P. TUA (Sambil pergi)
Terlalu bernafsu. Pucat sekali wajahnya

5
ENTAH DARI SEBELAH MANA EUIS MUNCUL

JUMENA
Kalau saya bisa percaya, saya tenang. Kalau saya bisa tidak percaya, saya tenang. Kalau saya percaya dan bisa tidak percaya, saya tenang. Tapi saya tidak percaya dan tidak bisa tidak percaya, jadi saya tidak tenang. Tapi juga kalau saya tenang, tak akan pernah ada sandiwara ini

EUIS
Akang

JUMENA
Euis

EUIS
Apa yang akang lihat?

JUMENA
Kau

EUIS
Kenapa?

JUMENA
Ingin tahu apa kau betul-betul cantik

EUIS MERANGKUL DAN MENCIUMI JUMENA, TELINGA JUMENA DAN LAIN-LAIN SEHINGGA MEMBUAT JUMENA KEGELIAN. KEDUANYA TERTAWA-TAWA. SEKONYONG-KONYONG JUMENA MEMATUNG, MURUNG

EUIS
Kenapa, Akang?
(Jumena Memainkan Bulu Matanya Sendiri)
Kenapa tiba-tiba muram, Akang?

JUMENA (Manja-tua)
Umur Euis berapa?

EUIS
Dua enam

JUMENA
Itulah sebabnya!

EUIS
Percayalah akang. Euis akan tetap mencintai akang sekalipun umur akang delapan puluh tiga tahun

JUMENA
Betul?

EUIS
sumpah

JUMENA
Kalau delapan lima?

EUIS
Cinta

JUMENA
Seratus tahun?

EUIS
Euis akan tetap menciumi leher akang

KEMBALI EUIS MERANGKUL DAN MENCIUMI LEHER JUMENA DAN LAIN-LAIN. KEDUA-DUANYA TERTAWA

JUMENA
Kalau saja saya tahu kau betul-betul mencintai saya

EUIS
Euis sangat cinta pada akang

JUMENA
Menyenangkan sekali kalau itu benar

EUIS
Betul Euis mencintai akang

JUMENA
Mungkin, sayang akang tidak tahu persis

EUIS
Tidak perlu

JUMENA
Perlu. Bahkan akang juga ingin tahu apa betul akang bahagia
(Terus mereka berciuman dan tertawa-tawa)
Sesekali enak juga berhibur seperti ini

TERUS MEREKA BERCIUMAN DAN TERTAWA

6

ENTAH DARI MANA MARJUKI KARTADILAGA MUNCUL. IA TERSENYUM SAMBIL MENYEDOT PIPA ROKOKNYA

JUMENA (Kesal-sedih)
Kenapa kau rusak sendiri? Kenapa kau berubah? Lenyapkan itu

(Begitu melihat Marjuki, perhatian Euis beralih dan langsung merangkulnya)

Bangsat. Kau rusak sendiri. Semuanya kau rusak sendiri

(Dalam sunyi Jumena menimbang-nimbang sendiri apa yang baru diucapkannya)

Siapa bilang aneh? Semua ini mungkin saja terjadi. Tuhan, kenapa justru saya merasakan sesuatu semacam kenikmatan dengan segala pikiran-pikiran ini? Kau jebak saya, Tuhan. Kau jebak saya. Tega. Kau! (lalu mulai dengan pikirannya) saya kira mula-mula istri saya…. (Agak lama) Ya, mula-mula istri saya akan berlaku seperti bidadari

(Euis menutup wajahnya seperti seorang gadis kecil)

Mungkin saja….

EUIS (Gemetar)
Tidak mungkin Juki

JUKI
Mungkin saja

EUIS (Gemetar)
Tidak mungkin. Saya tidak bisa meninggalkan dia

JUKI
Segalanya mungkin. Tidak ada tidak mungkin

EUIS
Hati saya mulai bersuara lagi

JUKI
Kalau begitu kau sedang membunuh dirimu sendiri. Apa kamu merasa sedang dihukum? Apa ayahmu sedang melecutmu?

EUIS
Dada saya bergetar sangat kencangnya

JUMENA
Kalimat-kalimat ini berasal dari syahwat

Lolong anjing di kejauhan

EUIS
Kau dengar anjing yang melolong itu?

JUKI
Bukankah suara itu suara kita sendiri? Anjing yang melolong dan menggonggong? Bulan yang kuning

JUMENA
….suara-suara kesepian yang baka dan purba…

JUKI
Euis

EUIS (Sangat takut)
Juki, dia suami saya

JUKI
Dan saya?

EUIS (Bertubi-tubi menciumi Jumena)
Saya mencintai suami saya seperti saya mencintai ayah saya sendiri

JUMENA
Setiap kali dia berlebihan menciumi saya, terasa ciuman itu sebagai niat pembunuhan

JUKI (Melangkah akan pergi)
Baiklah!

JUMENA
Apa yang akan ia lakukan?

EUIS (Mengejar)
Marjuki!

JUMENA
Saya kira begitu

JUKI
Euis, musuh kita selama ini adalah perasaan. Kita harus memusnahkannya. Membunuhnya sama sekali. Kedua orang tua saya mati karena perasaan mereka sendiri. Mereka bangkrut karena mereka terlalu mencintai paman saya. Dan akhirnya mereka mati sebelum mati. karena saya tahu betul kejadian itu, tentu saja saya tidak mau bernasib sama seperti mereka. Saya harus menang terhadap  perasaan saya dan kau pun harus menang terhadap perasaanmu

EUIS
Tapi bagaimana pun dia suami saya

JUKI
Dan saya?

EUIS MENGGIGIT IBU JARINYA SENDIRI YANG KIRI

JUMENA
Apa yang diharapkan perempuan sebenarnya?

EUIS
Seorang suami yang mencintainya…

JUMENA
Saya sangsi…

JUKI
Dan sekalipun dia seorang perempuan atau banci? Tidak, sayang. Seorang perempuan selamanya hanyalah mengharapkan seorang laki-laki. Kalau tidak, pasti bukan perempuan. (Mendekat) lihatlah saya. Seorang laki-laki. Seluruhnya seratus persen

JUMENA
Kenapa membersit pikiran-pikiran seperti ini? Enyah! Enyah!

JUKI
Saya yakin ketika kau sendirian dalam kamar, kau sering duduk-duduk di muka cermin, dan kau tentu sangat suka berbicara pada dirimu dalam cermin

EUIS (Dalam cermin)
Saya seorang perempuan. Saya kesepian. Saya harus menerima apa adanya. Dia suara saya. Bagaimanapun!

JUKI
Kau tahu siapa yang membantah itu?

JUMENA (Melanjutkan)
Itulah musuhmu selama ini

JUKI
Perasaanmu!

EUIS
Tapi kalau itu kita kerjakan berbahaya. Lagi, kenapa kita harus…


JUKI
Bahaya harus berani kita tempuh kalau kita sungguh-sungguh menghendaki kepuasan dalam hidup kita

EUIS
Saya kira saya sudah cukup puas. Saya kira cukup itu…

JUKI
Euis, kau bisa gila karena kelemahanmu. Kau jangan cepat puas. Apa yang kita kecap dalam beberapa hari ini hanya sebagian kecil saja dari sukses. Kita belum mendapatkan semuanya. Jangan takut pada diri sendiri. Persetan itu hati nurani. Diri sendiri adalah milik kita sendiri. Kita harus bebas. Bebas seperti malam-malam dahulu ketika suamimu pergi  ke Tasikmalaya. Malam-malam ketika alam yang murni mempertontonkan dirinya, di mana kita menjadi putra-puteri alam sejati, terbuka dan merdeka

Suara kecapi di kejauhan, sayup dibawa angin sesekali. Jumena memejamkan mata

JUKI (makin rapat merangkul Euis)
Masih ingat pada Abu nawas?

Euis menggaguk kecil. Manja

JUKI
Di tepi sebuah parit, raja berjongkok akan melaksanakan hajat besarnya. Tapi baru saja berjongkok, baginda marah-marah dengan dahsyat, sebab baginda melihat seonggok najis kampul-kampul lewat di bawah anusnya

JUMENA
Apa dia juga berdongeng seperti saya?

JUKI
Maka tatkala dilaporkan bahwa najis yang terombang-ambing itu adalah najis Abunawas, dipanggilnya Abunawas, “Abunawas!”

JUMENA
“Hamba, Tuanku”

JUKI
“Bukankah kau bersalah?”

JUMENA
Bahkan sebaliknya tuanku”

JUKI
“Ha?” Mata raja melotot

JUMENA
“Bahkan sebaliknya tuanku”

JUKI

“Hamba ingin menang sebagai pemuja nomor wahid paduka” Kata Abu Nawas “Saksikanlah kini, tuanku raja, sekarang terbuktilah bahwa Abunawas si warga Baghdad yang paling takjim hormatnya. Tidak saja orangnya suka mengiring ke mana baginda pergi, bahkan najisnya pun mengiring najis rajanya”

0 komentar

Posting Komentar