Publikasi naskah ini dimaksudkan sebagai upaya penyediaan naskah
drama dan sebagai bahan referensi pembelajaran bagi individu atau
kelompok-kelompok teater yang membutuhkannya.
Disarankan bagi siapa saja yang memiliki cukup akses, agar membeli
buku terkait. Itupun dalam upaya membantu pengarang dan keluarganya. Kekayaan
hak intelektual naskah ini tetap ada pada pengarangnya.
PENGANTAR
Lakon ini ditulis, disutradari dan dipentaskan pertama kali oleh
arifin c noer, di bawah bendera teater muslim. Pada tahun 1971, lakon ini kembali
disutradarai dan dipentaskan arifin c. Noer, di tim jakarta, di bawah bendera
teater ketjil.
Keberhasilan
pementasan lakon ini, disusul oleh sejumlah pementasan lakon lainnya, baik
karyanya sendiri maupun karya-karya terjemahan, misalnya kapai-kapai, zorro,
orkes madun, atau macbeth (eugene ionesco) faust (goethe) dan flies (sartre),
mengundang reaksi para pengamat teater. Reaksi itu kemudian menempatkan sosok
arifin c. Noer sebagai salah seorang penulis lakon terkemuka negeri ini,
sekaligus sebagai penyair, sutradara dan kemudian penulis scenario film
ternama.
Sebagai lakon
yang eksperimentalistik “sumur tanpa dasar” uniknya sama sekali tidak berciri
absurditas murni – hal yang menggejala dalam karya-karya sastra modern
indonesia era 70’an – tetapi justru memperlihatkan upaya persenyawaan kreatif
antara tradisi teater modern barat pasca realisme dengan teater tradisional
kita; teater rakyat, khususnya lenong betawi dan tarling cirebon. Hasil
persenyawaan ini, melalui peralatan simbolisme, diekspresikan arifin c. Noer ke
dalam lakonnya ini, sehingga kita akan beroleh peristiwa yang bersuasana
kontemplatif tentang konflik kejiwaan
tokoh utamanya, jumena wartawangsa – konflik mengenai persoalan iman dan
eksistensi diri
Hidup jumena ibarat sumur tanpa dasar; gelap dan tak berujung,
menggapai-gapai.
Jakarta, Agustus 1989
DRAMATIC PERSONAL
JUMENA WARTAWANGSA Lelaki
Tua
EUIS Istrinya
PEREMPUAN TUA Pembantunya
MARJUKI KARTADILAGA Adik
angkatnya
SABARUDDIN NATAPRAWIRA Guru
Agama
WARYA Pegawainya
EMOD Pegawainya
KAMIL Si
Sinting
LELAKI Pelukis
Sinting
MARKABA Tokoh
Jahat
LODOD Tokoh
Idiot
PEMBURU Alias SANGKAKALA
KABUT-KABUT, ORANG-ORANG
Dan LAIN-LAIN
WAKTU Kapan
Saja
TEMPAT Di
rumah, dalam pikiran Jumena Martawangsa atau di mana saja.
BAGIAN PERTAMA
1
SANDIWARA INI KITA MULAI DENGAN SUARA DETAK-DETIK LONCENG YANG
MENGGEMA MEMENUHI RUANG. SUARA
DETAK-DETIK INI BERJATUHAN SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA MENIMBULKAN BERMACAM-MACAM
ASOSIASI. SESEKALI DI SELA-SELA SUARA INI MENYAYUP PANJANG LOLONG ANJING ATAU
SRIGALA YANG SEDANG ‘MERAIH’ BULAN.
2
LONCENG ITU ANTIC, TUA, AGUNG DAN KUKUH PENUH RAHASIA. DARI RONGGA
LONCENG MUNCUL KABUT-KABUT ATAU PARA PEMAIN YANG MELUKISKAN KABUT-KABUT. MEREKA
MELANGKAH MENGENDAP-ENDAP UNTUK SELANJUTNYA SECARA PENUH RAHASIA MENYEBAR KE
SEGENAP ARAH DAN SEGERA GAIB SIRNA.
3
PIGURA ITU TANPA GAMBAR TANPA POTO, KOSONG, TERGANTUNG SUNYI DAN
PENUH RAHASIA
4
DI ATAS KURSI GOYANG JUMENA MARTAWANGSA BERGOYANG-GOYANG SUNYI.
TAMPAK SESAK PERNAFASANNYA. SEKALI PUN BEGITU, KEDUA MATANYA MASIH MENYOROTKAN
PANDANGAN YANG TAJAM. AMAT TAJAM. DAN DALAM KEADAAN SEPERTI ITU JUMENA
KELIHATAN SEPERTI SEDANG MENGHITUNG DETAK-DETIK LONCENG.
SEJAK TADI, SEONGGOK KABUT BERDIRI DI SAMPINGNYA MEMAINKAN SEHELAI
TALI YANG SIAP UNTUK MENGGANTUNG LEHER. AGAK BEBERAPA SAAT JUMENA
MENIMBANG-NIMBANG TALI ITU. KEMUDIAN KABUT ITU MENDEKATKAN TALI GANTUNGAN ITU
DAN JUMENA MENCOBA MEMASANG PADA LEHERNYA. DIA TERTAWA.
JUMENA
Kalau saya bunuh diri, sandiwara ini tidak akan pernah ada
Sambil tertawa ia memberikan isyarat agar kabut pembawa tali
pergi. Dan pada saat itu detak-detik lonceng semakin lantang. Dari rongga
lonceng muncul Sang Kala alias Pemburu yang siap dengan senapannya. Ketika
senapan itu meletus, terkumpullah seluruh amarah dan kekagetan Jumena
JUMENA
Bangsat!
TATKALA SANG KALA GAIB BERDENTANGANLAH LONCENG ITU. KEMUDIAN
BERDENTANG JUGALAH BERJUTA LONCENG-LONCENG
DAN WEKER. SEDEMIKIAN RUPA SUARA ITU MENEROR SEHINGGA MENYEBABKAN JUMENA
BANGKIT. DAN PADA SAAT JUMENA BERDIRI, HENING MENGGANTIKAN SUASANA. LALU JUMENA
DUDUK KEMBALI.
PEREMPUAN TUA MUNCUL MENGGANTI TEMPOLONG LUDAH DI KAKI KURSI
GOYANG DENGAN TEMPOLONG YANG LAIN.
P. TUA (Sambil pergi)
Terlalu bernafsu. Pucat sekali wajahnya
5
ENTAH DARI SEBELAH MANA EUIS MUNCUL
JUMENA
Kalau saya bisa percaya, saya tenang. Kalau saya bisa tidak
percaya, saya tenang. Kalau saya percaya dan bisa tidak percaya, saya tenang.
Tapi saya tidak percaya dan tidak bisa tidak percaya, jadi saya tidak tenang.
Tapi juga kalau saya tenang, tak akan pernah ada sandiwara ini
EUIS
Akang
JUMENA
Euis
EUIS
Apa yang akang lihat?
JUMENA
Kau
EUIS
Kenapa?
JUMENA
Ingin tahu apa kau betul-betul cantik
EUIS MERANGKUL DAN MENCIUMI JUMENA, TELINGA JUMENA DAN LAIN-LAIN
SEHINGGA MEMBUAT JUMENA KEGELIAN. KEDUANYA TERTAWA-TAWA. SEKONYONG-KONYONG
JUMENA MEMATUNG, MURUNG
EUIS
Kenapa, Akang?
(Jumena Memainkan Bulu Matanya Sendiri)
Kenapa tiba-tiba muram, Akang?
JUMENA (Manja-tua)
Umur Euis berapa?
EUIS
Dua enam
JUMENA
Itulah sebabnya!
EUIS
Percayalah akang. Euis akan tetap mencintai akang sekalipun umur
akang delapan puluh tiga tahun
JUMENA
Betul?
EUIS
sumpah
JUMENA
Kalau delapan lima?
EUIS
Cinta
JUMENA
Seratus tahun?
EUIS
Euis akan tetap menciumi leher akang
KEMBALI EUIS MERANGKUL DAN MENCIUMI LEHER JUMENA DAN LAIN-LAIN.
KEDUA-DUANYA TERTAWA
JUMENA
Kalau saja saya tahu kau betul-betul mencintai saya
EUIS
Euis sangat cinta pada akang
JUMENA
Menyenangkan sekali kalau itu benar
EUIS
Betul Euis mencintai akang
JUMENA
Mungkin, sayang akang tidak tahu persis
EUIS
Tidak perlu
JUMENA
Perlu. Bahkan akang juga ingin tahu apa betul akang bahagia
(Terus mereka berciuman dan tertawa-tawa)
Sesekali enak juga berhibur seperti ini
TERUS MEREKA BERCIUMAN DAN TERTAWA
6
ENTAH DARI MANA MARJUKI KARTADILAGA MUNCUL. IA TERSENYUM SAMBIL
MENYEDOT PIPA ROKOKNYA
JUMENA (Kesal-sedih)
Kenapa kau rusak sendiri? Kenapa kau berubah? Lenyapkan itu
(Begitu melihat Marjuki, perhatian Euis beralih dan langsung
merangkulnya)
Bangsat. Kau rusak sendiri. Semuanya kau rusak sendiri
(Dalam sunyi Jumena menimbang-nimbang sendiri apa yang baru
diucapkannya)
Siapa bilang aneh? Semua ini mungkin saja terjadi. Tuhan, kenapa
justru saya merasakan sesuatu semacam kenikmatan dengan segala pikiran-pikiran
ini? Kau jebak saya, Tuhan. Kau jebak saya. Tega. Kau! (lalu mulai dengan
pikirannya) saya kira mula-mula istri saya…. (Agak lama) Ya, mula-mula istri
saya akan berlaku seperti bidadari
(Euis menutup wajahnya seperti seorang gadis kecil)
Mungkin saja….
EUIS (Gemetar)
Tidak mungkin Juki
JUKI
Mungkin saja
EUIS (Gemetar)
Tidak mungkin. Saya tidak bisa meninggalkan dia
JUKI
Segalanya mungkin. Tidak ada tidak mungkin
EUIS
Hati saya mulai bersuara lagi
JUKI
Kalau begitu kau sedang membunuh dirimu sendiri. Apa kamu merasa
sedang dihukum? Apa ayahmu sedang melecutmu?
EUIS
Dada saya bergetar sangat kencangnya
JUMENA
Kalimat-kalimat ini berasal dari syahwat
Lolong anjing di kejauhan
EUIS
Kau dengar anjing yang melolong itu?
JUKI
Bukankah suara itu suara kita sendiri? Anjing yang melolong dan
menggonggong? Bulan yang kuning
JUMENA
….suara-suara kesepian yang baka dan purba…
JUKI
Euis
EUIS (Sangat takut)
Juki, dia suami saya
JUKI
Dan saya?
EUIS (Bertubi-tubi menciumi Jumena)
Saya mencintai suami saya seperti saya mencintai ayah saya sendiri
JUMENA
Setiap kali dia berlebihan menciumi saya, terasa ciuman itu
sebagai niat pembunuhan
JUKI (Melangkah akan pergi)
Baiklah!
JUMENA
Apa yang akan ia lakukan?
EUIS (Mengejar)
Marjuki!
JUMENA
Saya kira begitu
JUKI
Euis, musuh kita selama ini adalah perasaan. Kita harus
memusnahkannya. Membunuhnya sama sekali. Kedua orang tua saya mati karena
perasaan mereka sendiri. Mereka bangkrut karena mereka terlalu mencintai paman
saya. Dan akhirnya mereka mati sebelum mati. karena saya tahu betul kejadian
itu, tentu saja saya tidak mau bernasib sama seperti mereka. Saya harus menang
terhadap perasaan saya dan kau pun harus
menang terhadap perasaanmu
EUIS
Tapi bagaimana pun dia suami saya
JUKI
Dan saya?
EUIS MENGGIGIT IBU JARINYA SENDIRI YANG KIRI
JUMENA
Apa yang diharapkan perempuan sebenarnya?
EUIS
Seorang suami yang mencintainya…
JUMENA
Saya sangsi…
JUKI
Dan sekalipun dia seorang perempuan atau banci? Tidak, sayang.
Seorang perempuan selamanya hanyalah mengharapkan seorang laki-laki. Kalau
tidak, pasti bukan perempuan. (Mendekat) lihatlah saya. Seorang laki-laki.
Seluruhnya seratus persen
JUMENA
Kenapa membersit pikiran-pikiran seperti ini? Enyah! Enyah!
JUKI
Saya yakin ketika kau sendirian dalam kamar, kau sering
duduk-duduk di muka cermin, dan kau tentu sangat suka berbicara pada dirimu
dalam cermin
EUIS (Dalam cermin)
Saya seorang perempuan. Saya kesepian. Saya harus menerima apa
adanya. Dia suara saya. Bagaimanapun!
JUKI
Kau tahu siapa yang membantah itu?
JUMENA (Melanjutkan)
Itulah musuhmu selama ini
JUKI
Perasaanmu!
EUIS
Tapi kalau itu kita kerjakan berbahaya. Lagi, kenapa kita harus…
JUKI
Bahaya harus berani kita tempuh kalau kita sungguh-sungguh
menghendaki kepuasan dalam hidup kita
EUIS
Saya kira saya sudah cukup puas. Saya kira cukup itu…
JUKI
Euis, kau bisa gila karena kelemahanmu. Kau jangan cepat puas. Apa
yang kita kecap dalam beberapa hari ini hanya sebagian kecil saja dari sukses.
Kita belum mendapatkan semuanya. Jangan takut pada diri sendiri. Persetan itu
hati nurani. Diri sendiri adalah milik kita sendiri. Kita harus bebas. Bebas
seperti malam-malam dahulu ketika suamimu pergi
ke Tasikmalaya. Malam-malam ketika alam yang murni mempertontonkan
dirinya, di mana kita menjadi putra-puteri alam sejati, terbuka dan merdeka
Suara kecapi di kejauhan, sayup dibawa angin sesekali. Jumena
memejamkan mata
JUKI (makin rapat merangkul Euis)
Masih ingat pada Abu nawas?
Euis menggaguk kecil. Manja
JUKI
Di tepi sebuah parit, raja berjongkok akan melaksanakan hajat
besarnya. Tapi baru saja berjongkok, baginda marah-marah dengan dahsyat, sebab
baginda melihat seonggok najis kampul-kampul lewat di bawah anusnya
JUMENA
Apa dia juga berdongeng seperti saya?
JUKI
Maka tatkala dilaporkan bahwa najis yang terombang-ambing itu
adalah najis Abunawas, dipanggilnya Abunawas, “Abunawas!”
JUMENA
“Hamba, Tuanku”
JUKI
“Bukankah kau bersalah?”
JUMENA
Bahkan sebaliknya tuanku”
JUKI
“Ha?” Mata raja melotot
JUMENA
“Bahkan sebaliknya tuanku”
JUKI
“Hamba ingin menang sebagai pemuja nomor wahid paduka” Kata Abu
Nawas “Saksikanlah kini, tuanku raja, sekarang terbuktilah bahwa Abunawas si
warga Baghdad yang paling takjim hormatnya. Tidak saja orangnya suka mengiring
ke mana baginda pergi, bahkan najisnya pun mengiring najis rajanya”
0 komentar
Posting Komentar