Sabtu, 24 Desember 2016

Naskah Drama Sumur Tanpa Dasar Bagian 4

10

MUNCUL PEREMPUAN TUA

P. TUA
Pak guru, gan

SEGERA SAJA JUMENA MERASA SESAK LAGI. DAN SEPERTI BIASA JUKI TIDAK TAHU MESTI BERBUAT APA KECUALI MEMAINKAN JARI TANGANNYA SENDIRI. LALU JUMENA MENDENGUS

JUMENA
Suruh saja masuk. Tapi Nyai tidak usah bikin minuman dulu! Lihat keadaan nanti.

PEREMPUAN TUA KELUAR

JUKI
Lebih baik saya….

JUMENA
Jangan pergi. Di sini saja. Tak ada yang penting. Tidak lama. Kalau perlu saya usir dia.

SETELAH ITU PEREMPUAN TUA MUNCUL LAGI. TIDAK LAMA KEMUDIAN MUNCUL SABARUDDIN NATA PRAWIRA DENGAN UCAPAN ASSALAMU’ALAIKUM. YANG MENJAWAB HANYA JUKI

SABARUDDIN
Saya harap kedatangan saya tidak mengganggu.

JUMENA
Tidak. Saya agak sehat sekarang, setelah beberapa hari kemarin saya mulai pusing-pusing seperti bisaanya

SABARUDDIN
Boleh saya langsung ke persoalan?

JUMENA
Saya kira kalau kau sudah membaca surat saya tak perlu ada pembicaraan ini lagi

SABARUDDIN
Tapi ini bukan sekedar permasalah kau, Jum. Masalah hampir seluruh pemuka-pemuka kota ini. Saya telah menyusun panitia dan mendatangi beberapa orang penting seperti yang kita rencanakan. Sungguh tidak bijaksana kau batalkan begitu saja.

JUMENA
Saya bilang, sejak awal bahwa semua rencana itu saya kira mungkin akan menyenangkan saya, tapi kemudian setelah saya mengeluarkan uang untuk ini dan itu, saya tersadar dan segera saya pastikan bahwa semua itu tidak menyenangkan saya.

Saya lihat kau memang bahagia, tapi saya tidak dapat hidup bahagia bersama kau. Dengan demikian tentu saja tidak ada gunanya sedikit pun buat saya

SABARUDDIN
Lalu saya akan letakkan di mana muka saya?

JUMENA
Saya kira kau bisa minta tolong atau menghubungi orang-orang macam haji Bakri

SABARUDDIN
Hasilnya akan sama saja

JUMENA
Memang begitu saya kira, sebab mereka telah mendapatkan apa yang mereka inginkan, sehingga mereka tidak perlu hiburan lain. Saya tidak.
(Setelah diam)
selain itu, ternyata di balik rencana-rencana itu ada pikiran-pikiran dasar yang keliru. Coba paparkan lagi rencana-rencana itu dan mari kita diskusikan

SABARUDDIN
Rencana-rencana itu mulia sekali, Jum. Kita akan membangung rumah penampungan social dan kita akan mengadakan pembaharuan mesjid. Maksud kita, kita akan memperluasnya, mencat pintu dan jendela-jendelanya, mengganti lantai semen dengan ubin-ubin dan juga kalau mungkin kita berhajat ingin memasang beberapa batang lampu neon di sana.

JUMENA
Dua buah rencana hebat luar bisaa. Ckk. Ck. Ck….. dari siapa rencana rumah penampungan itu mula-mula?

SABARUDDIN
Saya sendiri

JUMENA
Jelas, jelas suatu pikiran yang keliru. Sangat. Rumah penampungan? Indah sekali! Terbayang dalam kepala setiap orang yang mendengarnya sebagai suatu surga impian, dimana orang boleh makan-tidur Cuma-Cuma, dan kemudian orang percaya bahwa yang bernama manusia hanyalah mahluk yang terdiri dari mulut dan perut semata.

Pikiran keliru, sangat keliru. Saya tahu maksudmu baik tapi keliru, dan karena itu sangat berbahaya. Sabar, karena begitu besar cintamu pada sesama manusia barangkali, secara diam-diam dan mungkin tanpa kau sadari kau sedang merencanakan suatu tindakan yang akan mencelakakan manusia-manusia itu sendiri, terutama generasi yang akan datang.

Kau diam-diam akan mengajar mereka bermanja-manja dan malas! Tidak! Tidak! Kita harus mengajar mereka berdiri sendiri dengan kedua kaki mereka sendiri umtuk mengembangkan budi daya mereka sebagai mahluk termulia di bumi Tuhan ini. Juki, ada baiknya kau berdiskusi di sini.

JUKI TERSENYUM TIDAK ENAK

JUMENA
Perkenalkan dulu, ini Marzuki Kartadilaga, anggap saja adik saya sendiri, pedagang dari Jakarta (Kepada Juki) dan perkenalkan ini Sabaruddin Nata Prawira, kepala sekolah agama di sini.

KEDUANYA BERSALAMAN

SABARUDDIN
Enak di Jakarta?

JUKI
Di mana-mana sama saja, asal ada uang (Tersenyum)

SABARUDDIN (Tersenyum)
Dagang hasil bumi juga?

JUKI
Macam-macam

JUMENA
Nah, sabar, sekarang kau boleh bertanya pada Juki bagaimana saya dulu hidup. Barangkali kau tidak percaya dulu saya juga anak gelandangan alias pengemis

(Sabaruddin dan Juki tersenyum)

Saya sudah duga itu, kau tentu akan tersenyum tidak percaya. Tapi apalagi yang harus saya bilang: Saya, Jumena Martawangsa yang dilahirkan tanpa tahu bapak ibunya, sebab bapak saya meninggal sebelum saya lahir dan ibu saya meninggal untuk melahirkan saya. Kira-kira begitulah cerita orang. Apakah mereka ada atau tidak ada, saya tidak dapat memastikan. Satu-satunya yang pasti, saya dilahirkan dan pasti oleh seorang perempuan.

Pikirkanlah, saya dilahirkan di dunia yang kaya raya ini betul-betul telanjang bulat, tanpa popok dan gurita, nol dalam arti yang sejati.

(Diantara sunyi terdengar lolong seekor anjing. Perempuan Tua muncul membawa tempolong ludah dan mengganti tempolong di kaki kursi goyang)

Tidak masuk akal.

SABARUDDIN
Seperti dongeng saja

JUMENA
Ya, karena sekarang, saya kaya raya, tapi coba kalau saya tetap pengemis, tidak akan seperti dongeng, tapi seperti pemandangan buruk atau bahkan mimpi buruk.
Suatu malam di teras sebuah toko di kota Cirebon, tempat biasa saya tidur, seorang kawan bercerita bagaimana cina pemilik restoran yang gedungnya besar di seberang jalan, setindak demi setindak menjadi kaya. Ia bercerita bagaimana cina itu pada mulanya hidup miskin.

Sebelum punya warung, cina itu bekerja sebagai kacung, katanya di sebuah restoran. Dan sejak itu dia sangat rajin dan cermat menabung, sehingga pada suatu saat uang tabungannya cukup untuk modal berjualan rokok. Semakin lama semakin cermat ia, sampai pada suatu hari ia membeli sebuah warung kecil. Seterusnya ia membuka warung nasi Lengko sambil tetap berjualan rokok.

Dan jadilah ia taukeh restoran terbesar di kota itu. Kalian tahu apa yang saya pikirkan malam itu?

LAGI LOLONG ANJING

JUMENA
Di balik sarung kumal, malam itu, saya memutuskan saya harus keras bekerja dan harus cermat dan rajin. Harus! Dan seperti kau tahu, Juki. Saya kemudian tinggal di rumahmu sebagai kacung. Mujur untuk saya karena ayah Juki seorang guru yang baik, saya disekolahkan (diam)
Tapi setahun setelah saya menginjak lantai sekolah guru, Ayah Juki meninggal dan peristiwa itu memaksa saya harus magang di kantor sekolah saya sendiri, jelasnya membantu-bantu.

JUKI
Beberapa tahun kemudian ibu pun meninggal, juga karena sakit paru-paru.

JUMENA
Ya, saya dengar juga hal itu. Setelah itu kau ke Jakarta

JUKI
Lontang-lantung

JUMENA
Saya heran kau bisa jadi pedagang

JUKI
Lalu jadi apa?

JUMENA
Tapi ya kau mungkin meniru kebisaaan ibu

SABARUDDIN
Umumnya perempuan berbakat dagang

JUKI
Mungkin

JUMENA
Paling tidak sifat itu tidak berasal dari ayah

JUKI
Ya

SABARUDDIN
Kembali ke soal tadi

JUMENA
Nah, jelas barangkali dulu saya membayangkan manusia itu hanya mahluk yang terdiri dari mulut dan perut belaka. Tapi sejak memahami cina tadi, kemudian saya menyadari hal itu tidak benar. Dan sekarang saya yakin manusia adalah mahluk paling hebat! Di samping punya mulut dan perut dan mata, juga punya kepala dengan otaknya, punya tangan dan kaki

Kalau kau juga mau percaya, saya pernah juga berjualan balon keliling kota. Pendek kata hidup saya penuh dengan kerja dan kerja. Berpikir dan berpikir, dan sampai sekarang, begitu kekayaan telah dapat saya kumpulkan, toh saya masih cinta pada kerja. insyaAllah sebelum saya masuk liang lahat tak hendak saya berhenti bekerja dan berpikir. Lihatlah ke dalam, ke kamar kerja saya dengan rak-rak bukunya; bahkan saya pun tak hendak berhenti belajar. Ini hanya satu missal saja  dan coba apa jadinya kalau….

SABARUDDIN
Justru itu maksud saya, Jum. Kita akan memberi penerangan dan pendidikan pada gelandangan-gelandangan agar mereka cinta pada kerja

JUMENA
Gampang sekali itu. Undang dan kumpulkan saja mereka di mesjid dan berikan mereka penerangan dan pendidikan. Kalau perlu saya yang bicara di mimbar

SABARUDDIN

Satu hal Anda lupakan; bukankah anak-anak kecil belum mampu dan belum kuasa menggerakan daya upayanya?

0 komentar

Posting Komentar