10
MUNCUL PEREMPUAN TUA
P. TUA
Pak guru, gan
SEGERA SAJA JUMENA MERASA SESAK LAGI. DAN SEPERTI BIASA JUKI TIDAK
TAHU MESTI BERBUAT APA KECUALI MEMAINKAN JARI TANGANNYA SENDIRI. LALU JUMENA
MENDENGUS
JUMENA
Suruh saja masuk. Tapi Nyai tidak usah bikin minuman dulu! Lihat
keadaan nanti.
PEREMPUAN TUA KELUAR
JUKI
Lebih baik saya….
JUMENA
Jangan pergi. Di sini saja. Tak ada yang penting. Tidak lama.
Kalau perlu saya usir dia.
SETELAH ITU PEREMPUAN TUA MUNCUL LAGI. TIDAK LAMA KEMUDIAN MUNCUL
SABARUDDIN NATA PRAWIRA DENGAN UCAPAN ASSALAMU’ALAIKUM. YANG MENJAWAB HANYA
JUKI
SABARUDDIN
Saya harap kedatangan saya tidak mengganggu.
JUMENA
Tidak. Saya agak sehat sekarang, setelah beberapa hari kemarin
saya mulai pusing-pusing seperti bisaanya
SABARUDDIN
Boleh saya langsung ke persoalan?
JUMENA
Saya kira kalau kau sudah membaca surat saya tak perlu ada
pembicaraan ini lagi
SABARUDDIN
Tapi ini bukan sekedar permasalah kau, Jum. Masalah hampir seluruh
pemuka-pemuka kota ini. Saya telah menyusun panitia dan mendatangi beberapa
orang penting seperti yang kita rencanakan. Sungguh tidak bijaksana kau
batalkan begitu saja.
JUMENA
Saya bilang, sejak awal bahwa semua rencana itu saya kira mungkin
akan menyenangkan saya, tapi kemudian setelah saya mengeluarkan uang untuk ini
dan itu, saya tersadar dan segera saya pastikan bahwa semua itu tidak
menyenangkan saya.
Saya lihat kau memang bahagia, tapi saya tidak dapat hidup bahagia
bersama kau. Dengan demikian tentu saja tidak ada gunanya sedikit pun buat saya
SABARUDDIN
Lalu saya akan letakkan di mana muka saya?
JUMENA
Saya kira kau bisa minta tolong atau menghubungi orang-orang macam
haji Bakri
SABARUDDIN
Hasilnya akan sama saja
JUMENA
Memang begitu saya kira, sebab mereka telah mendapatkan apa yang
mereka inginkan, sehingga mereka tidak perlu hiburan lain. Saya tidak.
(Setelah diam)
selain itu, ternyata di balik rencana-rencana itu ada
pikiran-pikiran dasar yang keliru. Coba paparkan lagi rencana-rencana itu dan
mari kita diskusikan
SABARUDDIN
Rencana-rencana itu mulia sekali, Jum. Kita akan membangung rumah
penampungan social dan kita akan mengadakan pembaharuan mesjid. Maksud kita,
kita akan memperluasnya, mencat pintu dan jendela-jendelanya, mengganti lantai
semen dengan ubin-ubin dan juga kalau mungkin kita berhajat ingin memasang
beberapa batang lampu neon di sana.
JUMENA
Dua buah rencana hebat luar bisaa. Ckk. Ck. Ck….. dari siapa
rencana rumah penampungan itu mula-mula?
SABARUDDIN
Saya sendiri
JUMENA
Jelas, jelas suatu pikiran yang keliru. Sangat. Rumah penampungan?
Indah sekali! Terbayang dalam kepala setiap orang yang mendengarnya sebagai
suatu surga impian, dimana orang boleh makan-tidur Cuma-Cuma, dan kemudian
orang percaya bahwa yang bernama manusia hanyalah mahluk yang terdiri dari
mulut dan perut semata.
Pikiran keliru, sangat keliru. Saya tahu maksudmu baik tapi
keliru, dan karena itu sangat berbahaya. Sabar, karena begitu besar cintamu
pada sesama manusia barangkali, secara diam-diam dan mungkin tanpa kau sadari
kau sedang merencanakan suatu tindakan yang akan mencelakakan manusia-manusia
itu sendiri, terutama generasi yang akan datang.
Kau diam-diam akan mengajar mereka bermanja-manja dan malas!
Tidak! Tidak! Kita harus mengajar mereka berdiri sendiri dengan kedua kaki
mereka sendiri umtuk mengembangkan budi daya mereka sebagai mahluk termulia di
bumi Tuhan ini. Juki, ada baiknya kau berdiskusi di sini.
JUKI TERSENYUM TIDAK ENAK
JUMENA
Perkenalkan dulu, ini Marzuki Kartadilaga, anggap saja adik saya
sendiri, pedagang dari Jakarta (Kepada Juki) dan perkenalkan ini Sabaruddin
Nata Prawira, kepala sekolah agama di sini.
KEDUANYA BERSALAMAN
SABARUDDIN
Enak di Jakarta?
JUKI
Di mana-mana sama saja, asal ada uang (Tersenyum)
SABARUDDIN (Tersenyum)
Dagang hasil bumi juga?
JUKI
Macam-macam
JUMENA
Nah, sabar, sekarang kau boleh bertanya pada Juki bagaimana saya
dulu hidup. Barangkali kau tidak percaya dulu saya juga anak gelandangan alias
pengemis
(Sabaruddin dan Juki tersenyum)
Saya sudah duga itu, kau tentu akan tersenyum tidak percaya. Tapi
apalagi yang harus saya bilang: Saya, Jumena Martawangsa yang dilahirkan tanpa
tahu bapak ibunya, sebab bapak saya meninggal sebelum saya lahir dan ibu saya
meninggal untuk melahirkan saya. Kira-kira begitulah cerita orang. Apakah
mereka ada atau tidak ada, saya tidak dapat memastikan. Satu-satunya yang
pasti, saya dilahirkan dan pasti oleh seorang perempuan.
Pikirkanlah, saya dilahirkan di dunia yang kaya raya ini
betul-betul telanjang bulat, tanpa popok dan gurita, nol dalam arti yang
sejati.
(Diantara sunyi terdengar lolong seekor anjing. Perempuan Tua
muncul membawa tempolong ludah dan mengganti tempolong di kaki kursi goyang)
Tidak masuk akal.
SABARUDDIN
Seperti dongeng saja
JUMENA
Ya, karena sekarang, saya kaya raya, tapi coba kalau saya tetap
pengemis, tidak akan seperti dongeng, tapi seperti pemandangan buruk atau
bahkan mimpi buruk.
Suatu malam di teras sebuah toko di kota Cirebon, tempat biasa
saya tidur, seorang kawan bercerita bagaimana cina pemilik restoran yang
gedungnya besar di seberang jalan, setindak demi setindak menjadi kaya. Ia
bercerita bagaimana cina itu pada mulanya hidup miskin.
Sebelum punya warung, cina itu bekerja sebagai kacung, katanya di
sebuah restoran. Dan sejak itu dia sangat rajin dan cermat menabung, sehingga
pada suatu saat uang tabungannya cukup untuk modal berjualan rokok. Semakin
lama semakin cermat ia, sampai pada suatu hari ia membeli sebuah warung kecil.
Seterusnya ia membuka warung nasi Lengko sambil tetap berjualan rokok.
Dan jadilah ia taukeh restoran terbesar di kota itu. Kalian tahu
apa yang saya pikirkan malam itu?
LAGI LOLONG ANJING
JUMENA
Di balik sarung kumal, malam itu, saya memutuskan saya harus keras
bekerja dan harus cermat dan rajin. Harus! Dan seperti kau tahu, Juki. Saya
kemudian tinggal di rumahmu sebagai kacung. Mujur untuk saya karena ayah Juki
seorang guru yang baik, saya disekolahkan (diam)
Tapi setahun setelah saya menginjak lantai sekolah guru, Ayah Juki
meninggal dan peristiwa itu memaksa saya harus magang di kantor sekolah saya
sendiri, jelasnya membantu-bantu.
JUKI
Beberapa tahun kemudian ibu pun meninggal, juga karena sakit
paru-paru.
JUMENA
Ya, saya dengar juga hal itu. Setelah itu kau ke Jakarta
JUKI
Lontang-lantung
JUMENA
Saya heran kau bisa jadi pedagang
JUKI
Lalu jadi apa?
JUMENA
Tapi ya kau mungkin meniru kebisaaan ibu
SABARUDDIN
Umumnya perempuan berbakat dagang
JUKI
Mungkin
JUMENA
Paling tidak sifat itu tidak berasal dari ayah
JUKI
Ya
SABARUDDIN
Kembali ke soal tadi
JUMENA
Nah, jelas barangkali dulu saya membayangkan manusia itu hanya
mahluk yang terdiri dari mulut dan perut belaka. Tapi sejak memahami cina tadi,
kemudian saya menyadari hal itu tidak benar. Dan sekarang saya yakin manusia
adalah mahluk paling hebat! Di samping punya mulut dan perut dan mata, juga
punya kepala dengan otaknya, punya tangan dan kaki
Kalau kau juga mau percaya, saya pernah juga berjualan balon
keliling kota. Pendek kata hidup saya penuh dengan kerja dan kerja. Berpikir
dan berpikir, dan sampai sekarang, begitu kekayaan telah dapat saya kumpulkan, toh
saya masih cinta pada kerja. insyaAllah sebelum saya masuk liang lahat tak
hendak saya berhenti bekerja dan berpikir. Lihatlah ke dalam, ke kamar kerja
saya dengan rak-rak bukunya; bahkan saya pun tak hendak berhenti belajar. Ini
hanya satu missal saja dan coba apa
jadinya kalau….
SABARUDDIN
Justru itu maksud saya, Jum. Kita akan memberi penerangan dan
pendidikan pada gelandangan-gelandangan agar mereka cinta pada kerja
JUMENA
Gampang sekali itu. Undang dan kumpulkan saja mereka di mesjid dan
berikan mereka penerangan dan pendidikan. Kalau perlu saya yang bicara di
mimbar
SABARUDDIN
Satu hal Anda lupakan; bukankah anak-anak kecil belum mampu dan
belum kuasa menggerakan daya upayanya?
0 komentar
Posting Komentar