Selasa, 13 Desember 2016

Naskah Drama Orkes Madun 1 Bagian 3

Empat

DI DESA, KELUARGA MADEKUR MENEMPATI BALE PERTAMA DAN KELUARGA TARKENI MENEMPATI BALE KEDUA. ADEGAN DI BAWAH INI ADEGAN DUET, AYAH MADEKUR BERDUET DENGAN AYAH TARKENI, IBU DENGAN IBU, MADEKUR DENGAN TARKENI

AYAH & AYAH
Tidak mungkin, tidak mungkin

IBU & IBU
Tapi

AYAH & AYAH
Coba, kamu bisa membayangkan apa kata orang-orang seluruh desa ini kalau Madekur / Tarkeni kawin dengan Tarkeni / Madekur. Aib, aib. Betapa sia-sianya dia kerja payah-payah di Jakarta. Kamu mimpi apa semalam?

IBU & IBU
Saya kira nggak mimpi apa-apa

AYAH & AYAH
Saya kira! Tidak mungkin kamu nggak mimpi apa-apa. Pasti kamu mimpi, hanya kamu lupa. Kalau kamu mau mengingat-ingat pasti kamu akan menjerit karena ternyata kamu mimpi buruk

IBU & IBU (Menjerit)

AYAH & AYAH
Kenapa?

IBU & IBU
Ya, saya mimpi

AYAH & AYAH
Nah, apa kata saya!? Kamu pasti mimpi mandi di kubangan Haji Bakir.

IBU & IBU
Bukan. Saya kira dalam mimpi itu saya mandi di comberan di … saya kira…. Dekat pelabuhan di Cirebon.

AYAH & AYAH
Di comberan? Di dekat pelabuhan? Kamu tahu comberan dekat pelabuhan artinya air kotoran orang seluruh jagat bertemu jadi satu dan itu berarti mempunyai takwil yang bukan saja buruk tapi aib setebal tahi kerbau!?

IBU & IBU
Ya, saya ingat. Tahi kerbau.

AYAH & AYAH
Sudah pasti, kemudian kamu megap-megap hanyut….

IBU & IBU
Nggak. Kemudian saya terbangun karena asma saya.

AYAH & AYAH
Persetan! (Pada penonton) pernahkah Anda bayangkan anak anda kawin dengan seorang pelacur / copet? Sudah tentu Anda pernah sekali membayangkan hal yang jelek-jelek kalau pikiran Anda sedang gurem. Tapi saya percaya pikiran Anda ssaat ini cukup jernih untuk ikut merundingkan soal ini. Anda punya seorang anak. Bukan main senang bahagia ketika melayani dia ketika kecil sebab banyak boneka. Siang malam kita melayani dia, lalu kita sekolahkan dengan harapan dia kelak menggantikan kita, menjadi kebanggaan kita, jadi raja kek kalau bisa. Tiba-tiba setelah dewasa, punya pekerjaan, punya penghasilan yang lumayan dia datang keapda kita mengutarakan niatnya akan kawin dengan seorang pelacur / pencopet. Buat saya yang tidak punya penyakit jantung hal itu tidak begitu membahayakan jiwa, dan saya bisa secara jernih menimbang dan merundingkan dan meyakinkan, tapi buat yang berpenyakit jantung? (Kepada istrinya) tidak, tidak – kamu jangan sekali-kali membantu dia untuk memaksa saya mengambil keputusan gila

IBU & IBU (Pada penonton)
Pada satu hari, anak saya berkata pada saya “ Bu, saya pengen pergi ke Jakarta”

AYAH & AYAH
Siapa pun tahu di Jakarta orang bisa jadi apa saja, bahkan menjadi presiden sekali pun.

IBU & IBU
Tapi yang pertama kali saya pikirkan bukan itu. Saya takut anak saya tertubruk mobil, karena kata orang di sana lebih banyak mobil daripada pohon kelapa.

AYAH & AYAH
Saya tahu betul di dalam benak kepala anak saya berkumpul seluruh impian termasuk di dalamnya impian-impian saya.

IBU & IBU
Saya kira siapa pun lebih senang mati di tanah sendiri.

AYAH & AYAH
Tapi tak ada orang yang sempat memilih tempat buat dia mati.

IBU & IBU
Selain itu saya kira di sini pun dia akan bisa besar, berkeluarga dan mati.

AYAH & AYAH
Saya punya cerita. Anak tetangga saya, Fadoli namanya. Saya belum pernah melihat anak yang lebih bodoh dari dia, sekali pun ayahnya termasuk orang penting di desa ini. Walapun saya tidak pernah diberitahu tapi saya tahu ketika sekolah rakyat anak saya mendapat penghasilan dari Fadoli karena ikut merampungkan pekerjaan menghitungnya. Ketika sekolah menengah ia dikirim orang tuanya ke Jakarta, tiggal bersama pamannya. Dan beberapa minggu yang lalu ia dan keluarganya mampir ke desa ini. Semua orang di desa ini ternganga melihat anak sebodoh itu bisa punya mobil. Saya tidak tahu persis jadi apa ia, tapi yang pasti ia orang penting. Nah, sekarang gampang diduga apa yang ada dalam kepala saya ketika anak saya bilang mau ke Jakarta. Segera saya bilang kepadanya: pergilah anakku. Selamat berjuang! Ya, saya kira saya sangat bijaksana waktu itu. Dan memang Jakarta medan juang yang paling gampang karena musuh kita di sana cuma sesama, sedangkan di sini musuh kita semata-mata alam dan kita hanya memiliki satu pacul untuk sebelas petak.

IBU & IBU
Di sana terlalu banyak orang, dan saya tidak bisa membayangkan darimana mereka bisa makan. Saya selalu membayangkan di sana banyak orang makan orang. Saya punya cerita. Anak  tetangga saya Rogayah namanya. Saya belum pernah melihat anak yang lebih pintar dari dia, sekalipun orang tuanya buta huruf. Beberapa tahun yang lalu, setelah lepas sekolah menengah ia pergi ke Jakarta. Seperti umumnya banyak orang ia ke sana dengan ijazah sekolahnya dan cita-cita sederhana. Setahun lamanya dia cari pekerjaan dan tidak pernah berhasil, sehingga tentu saja bibinya pada siapa ia numpang makan semakin bermuka kecut. Pada tahun kedua ia minta diri bibinya untuk kembali ke desa ini, tapi sebenarnya ia tidak pernah kembali. Beberapa bulan putus hubungan antara Rogayah dengan keluarganya. Sampai pada suatu hari seluruh orang desa ini gempar ketika seorang pemuda membawa selembar Koran di mana termuat mayat Rogayah. Saya dengar ada belati di perutnya dan rupanya sebelum peristiwa naas itu ia telah mendapat pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dari sebuah keluarga orang kaya.

AYAH & AYAH
Cerita serupa itu tidak perlu di Jakarta. Beberapa bulan lalu di Toangan dekat jembatan sana kami menemukan mayat. Pendek kata Jakarta adalah jalan pendek. Dan nyatanya?

IBU & IBU
Memang hanya beberapa bulan saja kemudian Madekur/Tarkeni anak saya kembali terbungkus pakaian yang sangat bagus yang kami sendiri tidak pernah mampu membelinya. Benar-benar hari itu hari yang bahagia buat kami. Oh, gusti saya tidak pernah memimpikan anak saya segagah dan secantik itu.

AYAH & AYAH
Ya, dan sebelas perut ditambah dua perut kami benar-benar buncit saat itu.

IBU & IBU
Ia membelikan saya seperangkat pakaian.

AYAH & AYAH
Ia membelikan saya sehelai kain palekat cap delima buatan Tasik, di samping sebuah korek api yang sangat bagus. Sampai sekarang korek api itu tidak pernah saya pergunakan. Saya simpan saja dan saya pajang sebagai hiasan di lemari.

IBU & IBU
Ya Gusti, ia mengenakan arloji emas dan cincin emas.

AYAH & AYAH
Ya, dan sekarang akankah ia kita biarkan memilih jalan yang salah kawin dengan seorang pelacur/pencopet? Apakah akan kita biarkan ia melumuri wajahnya dengan Lumpur aib seorang pelacur/pencopet?

IBU & IBU (Kepada Suami)
Tapi ia bilang, ia cinta

AYAH & AYAH
Tidak kurang gadis/jejaka di desa ini untuk dicintai. Dan demi segala kehormatan saya tidak akan mau dan sudi berhubungan keluarga dengan keluarga jahanam itu. Sebelum lahir saya sudah membenci keluarga yang sok suci itu. Tingeling!

IBU & IBU
Lalu?

AYAH & AYAH
Kau tinggal saja di sini, saya kira akan bicara sendiri dengan anak itu.(Perempuan itu akan bangkit kembali) Diam di sini!

LALU AYAH DAN AYAH PERGI KELUAR

Lima


IBU & IBU (Kepada Penonton)
Yang paling sulit adalah….

IBU II (pada yang lain)
Kamu duluan deh.

IBU I
Yang paling sulit adalah kedudukan ibu. Siapa pun tahu tidak gampang memilih pihak, lebih-lebih semua pihak sama-sama berarti dan dicintai dan celakanya adat hidup selalu menjatuhkan kita pada salah satu pihak sekalipun kita tidak menjatuhkan pilihan alias kita tidak bisa lepas dari kedudukan sebagai korban. Karena itu sekali waktu kita menganggap menjatuhkan pilihan adalah yang terbaik dalam hidup ini, sebab kita memerlukan kepuasan memiliki hak memilih sebagai kompensasi atas kesia-siaan kita.

IBU & IBU
Secara pribadi saya punya pendirian lain dengan suami saya

IBU I
Yang penting buat saya anak saya senang, biarlah dia kawin dengan siapa pun yang dia maui kalau memang sudah merupakan jodohnya. Coba saja meskipun kita ngotot dalam hal ini pasti anak saya yang akan keluar sebagai pemenang, karena dalam zaman ini kedudukan anak sedang mendapat angin. Selain itu, saya belum yakin benar bahwa Tarkeni menjadi pelacur di Jakarta seperti yang dibisikan banyak orang. Juga saya demikian terharu mengetahui betapa anak saya yang sejak kecil diam-diam mencintai Tarkeni.

IBU II
Pernah suami saya memergoki mereka sedang jalan berduaan di pematang sawah dekat pekuburan Ki Kede dan tanpa komentar suami saya menyeret Tarkeni pulang. Di dapur, suami saya mencambuk Tarkeni dengan ikat pinggangnya yang setebal telapak tangan. Bagaimana tangis Tarkeni tidak perlu diceritakan.

IBU I
Keluarga itu sudah bebuyutan, sudah sedemikian tua permusuhan kami sampai kami sendiri tidak pernah tahu duduk masalahnya.

IBU & IBU
Satu-satunya yang kami tahu sejak kecil adalah kami bermusuhan

IBU II
Ada seorang paman kami pernah mencoba menjelaskan kenapa kami bermusuhan . pada suatu malam pada bulan puasa, kakek  kami ketika masih perjaka berkelahi  dengan kakek mereka di pekarangan mesjid. Persoalannya kakek kami dan kakek mereka sama-sama jatuh cinta kepada seorang gadis, kalau tidak salah ingat gadis itu dari keluarga moyang mang Miskak juru kunci mesjid. Siapa yang menang sudah pasti kakek kami karena paman bilang itu kakek jago silat. Hanya sayangnya nasib berkata lain, sehingga dua-duanya tidak sempat mengawini gadis itu lantaran tergesa meninggal. Nah, sebenarnya bisa saja kemudian sama-sama saling menuduh telah berbuat jahat terhadap sang gadis. kakek kami menuduh kakek mereka telah mengirimkan guna-guna agar gadis itu terpaut hanya pada hatinya, tapi agaknya salah mantra sehingga menyebabkan gadis itu malah meninggal secara mendadak.

IBU I
Seorang paman kami pernah bercerita bahwa sebenarnya moyang kami pernah besanan dengan moyang mereka. Jelasnya buyut kami pernah satu tempat tidur dengan salah seorang buyut mereka, tapi lantaran buyut perempuan mereka terbukti serong dengan laki-laki lain, maka buyut kami menjatuhkan talak tiga sekaligus terhadap buyut perempuan mereka (dengan gaya mengucapkan rahasia) memang keluarga mereka keluarga gampang gatel.

IBU II
Sedangkan salah seorang bibi kami pernah menceritakan bahwa pada suatu hari jumat… (Kesal dengan ceritanya sendiri)

IBU I
Sedangkan salah seorang uwak kami pernah menceritakan bahwa pada suatu hari Sabtu…. (Kesal dengan ceritanya sendiri)

IBU & IBU
Pendeknya begitulah. Sekarang saya sudah saatnya saya harus berusaha menimbun lobang permusuhan bebuyutan ini sebab kita sama-sama tidak menghendaki akhir Romeo dan Juliet terulang dalam sandiwara ini. Jadi, sekali lagi, saya tidak berkeberatan anak-anak saya kawin dengan anak-anak mereka, meskipun saya akan lebih senang kalau anak saya bisa memilih jodoh yang lain (bersemangat) tidak. Tidak. Saya harus berani mengutarakan pikiran saya blak-blakan kepada suami saya kalau memang anak saya berani membujuk suami saya supaya berubah sikap, lantaran toh akhir sandiwara ini mereka akan kawin juga.

0 komentar

Posting Komentar